Beberapa Faidah Muhadharah asy Syaikh Washiyullah Abbas -hafizhahullah.
✒Mesjid al Markaz al Islami Makassar
Ahad, 17 Syawwal 1436 H / 2 Agustus 2016 H
Allah yang menciptakan kita dan Dialah yang akan menghisab amalan amalan kita, maka hendaklah seorang hamba memperbaiki, keyakinannya, amalannya dan ucapannya, dan hendaknya ia mengambil dari dunia sebatas apa yang ia butuhkan atau ia mengambil dari
dunia selama tidak merusak akhiratnya.
Hendaknya dia mencontoh Nabi yang tidak mengambil dari dunia kecuali apa yang bisa menegakkan punggungnya.
Nabi kadang berlalu dua bulan dalam hidupnya dalam keadaan beliau tidak memiliki makanan kecuali kurma kering.
Maka hendaknyalah kita bersemangat mengejar dunia dan berhati hati jangan sampai dunia menggelincirkan kita.
Bukan berarti tidak boleh mengambil dari dunia, tapi hendaknya ia memperhatikannya, jangan sampai merusak akhiratnya.
Para sahabat adalah teladan kita setelah Rasulullah, sebab mereka belajar langsung dari Nabi, yang mereka selalu berlomba dalam kebaikan ketika mendengarkan sebuah amalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, bahkan terkadang mereka bertanya kepada Nabi akan amalan amalan yang utama. Sebagaimana para sahabat yang faqir datang mengaduh kepada Nabi karena mereka dikalahkan oleh para sahabat yang kaya dengan (bersedeqah) hartanya.
Tidaklah bertambah kebaikan seorang muslim kecuali bertambahlah kedudukannya di hadapan Allah. Olehnya itu hendaknya ketika seseorang melihat sebuah kebaikan yang dilakukan saudaranya, maka ia bersegera melakukannya juga. Adapun kalau ia melihat kejelekan maka ia berlindung kepada Allah dari kejelekan tersebut.
Seorang Muslim harus menjadi manusia yang terbaik, dengan menjaga perintah dan larangan Allah serta mengikuti dan mencontoh kebaikan kebaikan yang diajarkan oleh Nabi. Yang terbaika adalah yang paling banyak melakukan amalan amalan shaalih.
Keadaan paling dekat antara seorang hamba dengan Allah adalah ketika ia bersujud (al hadits)' artinya dia harus memperbanyak melakukan shalat yang merupakan di antara sebaik baik amalan.
Keturunan bukanlah jaminan kebaikan, lihatlah Abu Lahab, nasabnya adalah yang nasab yang terbaik tapi Allah mencela dan menjanjikan kebinasaan baginya.
Bukan pula harta, lihatlah Qarun dan Bukan pula kekuasaan, lihatlah Fir'aun yang mereka berdua dibinasakan oleh Allah.
Tapi kebaikan itu adalah apa yang disebutkan oleh Allah ,"yang termulia dari kalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa" olehnya itu seorang muslim harus melakukan kebaikan demi kebaikan, amalan shaalih demi amalan shaalih yang bisa mendekatkannya ke derajat ketaqwaan.
Di antara amalan kebaikan adalah melakukan amar ma'ruf nahiy mungkar, mencegah kezhaliman (menolong orang yang di zhalimi dan mencegah saudaranya ketika hendak berbuat zhalim).
Kalau amar ma'ruf nahiy mungkar ditinggalkan maka kejelekan akan merajalela. Tapi perlu diperhatikan bahwa mengingkari kemungkaran itu ada adab dan tahapannya. Dia harus mempertimbangkan sisi maslahat dan mafsadat dari pengingkarannya.
Hati yang tidak mengingkari kemungkaran maka berarti Hati tersebut adalah hati yang sakit.
Amar ma'ruf nahiy mungkar haruslah dilakukan dengan cara yang ma'ruf bukan dengan cara yang mungkar. Yakni dengan hikmah dan di atas ilmu dan bimbingan sunnah. Sebab keliru dalan cara pengingkaran akan menghasilkan kemungkaran yang lebih besar dari yang diingkari.
Perhatikanlah bagaimana perintah Allah kepada Nabi Musa dan Harun ketika diperintahkan menuju je Fir'aun -manusia paling rusak di permukaan bumi-, Allah berfirman : "katakanlah (kalian berdua) kepadanya dengan ucapan yang lemah lembut."
Dan seorang muslim wajib untuk berusaha mendamaikan saudaranya yang berselisih.
Diantara cara menyelesaikan perselisihan adalah mengembalikan atau mengangkat masalahnya kepada hukkam atau para ulama yang berjalan di atas bimbingan al Qur'an dan as Sunnah.
Sebab di antara sebab kerusakan adalah menjauhnya umat dari bimbingan para ulama. Sehingga keluarlah para pemuda yang sangat bersemangat dengan atas nama islam, atas nama jihad, atas nama amar ma'ruf nahiy mungkar kemudian mereka mengkafirkan kaum muslimin karena jauhnya mereka dari bimbingan para ulama.
Keliru dalam memahami nash nash akan mengakibatkan kerusakan yang besar, sebagaimana para Khawarij dulu melakukan kerusakan karena mereka menjauh dari bimbingan para sahabat, dan yang sekarang mereka menjauh dari bimbingan para ulama.
Tidak mungkin untuk mengetahui kebaikan dan kejelekan kecuali dengan mempelajari al Qur'an dan Sunnah di majelis ilmu, di majelis para ulama.
Ditulis oleh: Abu Shofiyyah