Selasa, 15 September 2015

NIAT

✔️ NIAT

Niat itu tidak dapat menggantikan takbir.
Niat itu tiada memadai, selain bahwa ada bersama takbir.
Ia tidak mendahului takbir dan tidak sesudah takbir.

Siapa Penggagas Niat ?
Lafadz niat sangat masyhur dinisbatkan kepada mazhab Syafi'i, hal ini karena Abu Abdillah Al Zubairi yang masih termasuk dalam ulama mazhab Syafi'I telah menyangka bahwa Imam Asy Syafi'i rahimahullah telah mewajibkan untuk melafazkan niat ketika shalat.

Sebabnya adalah pemahamannya yang keliru dalam mengiterpretasikan perkataan Imam Syafi'i yakni redaksi sebagai berikut:" Jika seseorang berniat menunaikan ibadah haji atau umrah dianggap cukup sekalipun tidak dilafazkan.

Tidak seperti shalat, tidak dianggap sah kecuali dengan AL NUTHQ (diartikan oleh Al Zubairi dengan melafazkan, sedangkan yang dimaksud dengan AL NUTHQ disini adalah takbir) [al Majmuu' II/43] An Nawawi (seorang ulama pembesar mazhab Syafi'i) berkata: "Beberapa rekan kami berkata: "Orang yang mengatakan hal itu telah keliru. Bukan itu yang dikehendaki oleh As Syafi'I dengan kata AL NUTHQ di dalam shalat, melainkan yang dimaksud dengan AL NUTHQ oleh beliau adalah takbir. [al Majmuu' II/43; lihat juga al Ta'aalaim :syaikh Bakar Abu Zaid:100]

Ibn Abi Izz Al Hanafi berkata :"Tidak ada seorang ulamapun dari imam 4 (mazhab), tidak juga Imam Syafi'i atau yang lainnya yang mensyaratkan lafaz niat.
Menurut kesepakatan mereka, niat itu tempatnya dihati.

Hanya saja sebagian ulama belakangan mewajibkan seseorang melafazkan niatnya dalam shalat.
Dan pendapat ini dinisbatkan sebagai mazhab Syafi'i. Imam An Nawawi rahimahullahu berkata :"Itu tidak benar" (Al Itbaa' :62)

Ibn Qoyyim berkata :"Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam jika hendak mengerjakan shalat,maka dia mengucapkan Allahu Akbar.

Dan beliau tidak mengucapkan lafaz apapun sebelum itu dan tidak pernah melafazkan niat sama sekali.

Beliau juga tidak mengucapkan :“Ushali lillah shalaata kadzaa mustaqbilal qiblah arba'a raka'at imaaman aw ma'muuman "(artinya :aku berniat mengerjakan shalat ini dan itu karena Allah, menghadap kiblat sebanyak 4 raka'at sebagai imam atau makmum).

Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam tidak pernah mengatakan adaa'aa atau qadhaa'an (artinya melakukannya secara tepat waktu atau qadha').

Dan tidak pernah juga menyebutkan kefardhuan waktu shalat. Semua itu adalah bid'ah yang tidak ada sumbernya dari seorangpun baik dengan sanad yang sahih, dhaif, musnad (bersambung sanadnya), ataupun mursal (ada perawi yang gugur dalam sanadnya).

Bahkan tidak juga dinukil dari seorang sahabat nabi,para tabi'in dan imam 4 (mazhab).

Pendapat ini muncul akibat sebagian ulama belakangan yang terkecoh dengan perkataan Imam Syafi'I radhiallahu anhu didalam masalah shalat.

Redaksinya sebagai berikut:"Sesungguhnya shalat tidak sama dengan puasa.Tidak ada seorangpun yang akan memasuki shalat kecuali dengan DZIKIR."

Kata dzikir disini dikira pe-lafaz-an niat oleh orang yang shalat.
Padahal yang dimaksud oleh Imam Syafi'i dengan kata dzikir disini adalah TAKBIRATUL IHRAM.

Bagaimana mungkin Imam Syafi'I mensunahkan sesuatu yang tidak pernah dikerjakan oleh Nabi Shalallahu alaihi wa sallam, tidak juga oleh para khulafa'nya, dan para shahabatnya.

Demikianlah jalan hidup dan petunjuk yang mereka ajarkan,jika memang ada seseorang membawa berita satu huruf saja yang berasal dari beliau,
maka kita akan menerimanya karena tidak ada petunjuk yang lebih sempurna dari petunjuk mereka dan tidak ada sunnah kecuali yang diambil dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam [Zaadul Ma'aad I/201;Ighatsatul Lahfaan I/136-139;I'laamul Muwaqqi'iin II/371;Tuhfatul Maulud :93]

Syaikh Abul Hasan Musthafa bin Ismail Sulaiman al-Mishri [2] berkata : "Perbuatan seperti ini tidak benar. Tidak ada dalil dari Qur'an dan Sunnah, tidak pula dari ijma' dan qiyas jali (qiyas yang jelas dan benar) untuk perbuatan tersebut sebab tempat niat adalah di dalam hati.

Adapun anjuran Rasululloh Shalallahu 'alaihi wa sallam untuk menghadirkan niat di dalam  segala amalan, yaitu hadist beliau Shalallahu 'alaihi wa sallam: "Sesungguhnya seluruh amal shaleh hanya diterima dengan niat yang ikhlas dan bagi setiap orang mendapatkan sesuai yang ia niatkan."Maksudnya bukan melafalkan niat dengan lisan kita, baik dengan melirihkan ataupun mengeraskannya.

Tidak ada satu riwayat pun yang dinukil dari beliau bahwa beliau Shalallahu 'alaihi wa sallam melafalkan niat ketika hendak shalat dan berpuasa.

Tidak pernah beliau mengucapkan : "Sengaja aku berpuasa di bulan ramadhan pada tahun ini secara sempurna tanpa kekurangan…" dan mengulang-ngulanginya setiap malam ketika bersahur atau setelah shalat tarawih.

Demikian pula dalam ibadah zakat dan lainnya.Untuk lebih jelasnya, baiklah kita coba simak uraian pendapat para ulama salaf, sebagai orang-orang yg mengerti dan paham ttg sunnah dan perkataan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam serta mereka adalah para mufassirin (penafsir) makna ayat qur'an maupun hadist, mengenai LAFADZ NIAT (makna lafadz niat ini secara umum meliputi niat sholat, puasa, zakat, haji, dan ibadah lainnya).

(http://abuayaz.blogspot.com/2010/12/apa-kata-imam-syafii-mengenai-masalah.html?m=1)

Semoga bermanfaat.
Barakallah fiikum.

�� Resposted dari WA grup Islamadina 08778 2400 868, silahkan berbagi.