Selasa, 29 September 2015

Tafsir Surat 5 Al-Ma'idah, Ayat 51.

Taushiyah ke 219, Selasa 15 Dzulhijjah 1436 / 29 September 2015

Tafsir Mudah 100 Ayat Al-Qur'an Seruan Kepada Orang Beriman

Ayat Ketigapuluh empat: Surat 5 Al-Ma'idah, Ayat 51.

Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."

Tafsir Mudah dan Kandungan Ayat:

1. Ayat ini adalah seruan untuk semua orang beriman tanpa pandang suku, ras, warna kulit dan bangsa.
2. Orang beriman adalah orang mengimani semua yang wajib diimani dengan ucapan lisan, keyakinan hati dan pengamalan dengan anggota tubuh. Iman bisa bertambah dengan ketaatan kepada Allah dan bisa berkurang dengan kedurhakaan kepada Allah.
3. Allah memberikan petunjuk kepada hamba-hambaNya yang beriman dengan menjelaskan keadaan dan sifat tidak baik orang-orang Yahudi dan Nasrani.
4. Allah melarang orang-orang beriman menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin.
5. Orang-orang Yahudi dan Nasrani saling bantu membantu dan tolong menolong diantara mereka dalam melawan Islam dan kaum muslimin.
6. Orang-orang Yahudi dan Nasrani adalah musuh yang sebenarnya bagi orang Islam dan mereka tidak peduli dengan keburukan yang menimpa orang Islam bahkan mereka terus berusaha menyesatkan orang Islam.
7. Barangsiapa diantara orang Islam yang mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka bahkan berdampak keluar dari Islam.
8. Hal ini disebut dengan Aqidah Al-Wala' dan Al-Baro', yaitu mencintai apa dan siapa saja yang Allah perintahkan untuk dicintai dan membenci apa dan siapa saja yang Allah perintahkan untuk dibenci sesuai ajaran wahyu Allah, Al-Qur'an dan As-Sunnah.
9. Tidak mungkin orang yang mengaku beriman kepada Allah ternyata masih mencintai musuh-musuh Allah. Ini adalah iman palsu karena iman harus ada buktinya dan bukan sekedar pengakuan saja.
10. Sikap Al-Wala' atau loyal, cinta dan setia kepada orang kafir dan bahkan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin itu bermula dari yang kecil dan dianggap sepele tapi kemudian berkembang terus sedikit demi sedikit sampai akhirnya seseorang itu menjadi seperti mereka dan termasuk golongan mereka.
11. Orang kafir selalu menginginkan keburukan bagi orang Islam dan bahkan ingin agar orang Islam keluar dari Islam.
12. Keluar dari Islam itu ada dua macam; a). Pindah agama. b). Tetap beragama Islam tapi Islam yang telah menyimpang jauh dari ajaran yang dibawa Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam.
13. Allah berfirman: "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." [QS 2 Al-Baqarah, ayat 120].
14. Allah berfirman: "Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)." [QS 4 An-Nisa', ayat 89].
15. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim yaitu yang menyimpang dari aturan dan ajaran Allah seperti orang yang bersikap loyal, cinta dan setia kepada orang kafir dan bahkan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin.
16. Orang yang dzalim seperti ini tidak bermanfaat lagi baginya nasehat apapun karena ia sudah tidak mau lagi dengan nasehat dan tidak mau mengikuti dan tunduk serta patuh kepada kebenaran ajaran wahyu Allah, Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan "Ahlul Qur'an" [Keluarga Al-Qur'an] dan "Shohibul Qur'an"  [Sahabat Al-Qur'an], yang "Hidup Di Bawah Naungan Al-Qur'an", selalu membaca, memahami dan mengamalkannya sehingga kami menjadi sukses, bahagia dan selamat dunia akhirat, aamiin..

Akhukum Fillah
@AbdullahHadrami

���� WA MTDHK (Majelis Taklim dan Dakwah Husnul Khotimah) kota Malang ����

�� Infaq kegiatan dakwah MTDHK bisa disalurkan melalui rekening a/n Majelis Taklim dan Dakwah Husnul Khotimah;

�� BSM No: 7755555511
�� BNI No: 0362755494

���� Semoga Allah beri ganti dengan yang lebih baik dan barokah di dunia dan akhirat.

☝��️Kegiatan dakwah dan laporan keuangan ada di website kami www.mtdhk.com.

�� Untuk berlangganan WA Taushiyah MTDHK ketik "GABUNG" kirim WA (bukan SMS) ke +6283848634832 (Anggota lama tidak perlu mendaftar lagi)

�� Silahkan disebarkan kiriman ini sebagaimana aslinya tanpa dirubah sedikitpun, semoga bermanfaat dan menjadi amal jariyah.. Jazakumulloh khoiro.

Tafsir Surat 5 Al-Ma'idah, Ayat 51.

Taushiyah ke 219, Selasa 15 Dzulhijjah 1436 / 29 September 2015

Tafsir Mudah 100 Ayat Al-Qur'an Seruan Kepada Orang Beriman

Ayat Ketigapuluh empat: Surat 5 Al-Ma'idah, Ayat 51.

Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."

Tafsir Mudah dan Kandungan Ayat:

1. Ayat ini adalah seruan untuk semua orang beriman tanpa pandang suku, ras, warna kulit dan bangsa.
2. Orang beriman adalah orang mengimani semua yang wajib diimani dengan ucapan lisan, keyakinan hati dan pengamalan dengan anggota tubuh. Iman bisa bertambah dengan ketaatan kepada Allah dan bisa berkurang dengan kedurhakaan kepada Allah.
3. Allah memberikan petunjuk kepada hamba-hambaNya yang beriman dengan menjelaskan keadaan dan sifat tidak baik orang-orang Yahudi dan Nasrani.
4. Allah melarang orang-orang beriman menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin.
5. Orang-orang Yahudi dan Nasrani saling bantu membantu dan tolong menolong diantara mereka dalam melawan Islam dan kaum muslimin.
6. Orang-orang Yahudi dan Nasrani adalah musuh yang sebenarnya bagi orang Islam dan mereka tidak peduli dengan keburukan yang menimpa orang Islam bahkan mereka terus berusaha menyesatkan orang Islam.
7. Barangsiapa diantara orang Islam yang mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka bahkan berdampak keluar dari Islam.
8. Hal ini disebut dengan Aqidah Al-Wala' dan Al-Baro', yaitu mencintai apa dan siapa saja yang Allah perintahkan untuk dicintai dan membenci apa dan siapa saja yang Allah perintahkan untuk dibenci sesuai ajaran wahyu Allah, Al-Qur'an dan As-Sunnah.
9. Tidak mungkin orang yang mengaku beriman kepada Allah ternyata masih mencintai musuh-musuh Allah. Ini adalah iman palsu karena iman harus ada buktinya dan bukan sekedar pengakuan saja.
10. Sikap Al-Wala' atau loyal, cinta dan setia kepada orang kafir dan bahkan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin itu bermula dari yang kecil dan dianggap sepele tapi kemudian berkembang terus sedikit demi sedikit sampai akhirnya seseorang itu menjadi seperti mereka dan termasuk golongan mereka.
11. Orang kafir selalu menginginkan keburukan bagi orang Islam dan bahkan ingin agar orang Islam keluar dari Islam.
12. Keluar dari Islam itu ada dua macam; a). Pindah agama. b). Tetap beragama Islam tapi Islam yang telah menyimpang jauh dari ajaran yang dibawa Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam.
13. Allah berfirman: "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." [QS 2 Al-Baqarah, ayat 120].
14. Allah berfirman: "Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)." [QS 4 An-Nisa', ayat 89].
15. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim yaitu yang menyimpang dari aturan dan ajaran Allah seperti orang yang bersikap loyal, cinta dan setia kepada orang kafir dan bahkan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin.
16. Orang yang dzalim seperti ini tidak bermanfaat lagi baginya nasehat apapun karena ia sudah tidak mau lagi dengan nasehat dan tidak mau mengikuti dan tunduk serta patuh kepada kebenaran ajaran wahyu Allah, Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan "Ahlul Qur'an" [Keluarga Al-Qur'an] dan "Shohibul Qur'an"  [Sahabat Al-Qur'an], yang "Hidup Di Bawah Naungan Al-Qur'an", selalu membaca, memahami dan mengamalkannya sehingga kami menjadi sukses, bahagia dan selamat dunia akhirat, aamiin..

Akhukum Fillah
@AbdullahHadrami

���� WA MTDHK (Majelis Taklim dan Dakwah Husnul Khotimah) kota Malang ����

�� Infaq kegiatan dakwah MTDHK bisa disalurkan melalui rekening a/n Majelis Taklim dan Dakwah Husnul Khotimah;

�� BSM No: 7755555511
�� BNI No: 0362755494

���� Semoga Allah beri ganti dengan yang lebih baik dan barokah di dunia dan akhirat.

☝��️Kegiatan dakwah dan laporan keuangan ada di website kami www.mtdhk.com.

�� Untuk berlangganan WA Taushiyah MTDHK ketik "GABUNG" kirim WA (bukan SMS) ke +6283848634832 (Anggota lama tidak perlu mendaftar lagi)

�� Silahkan disebarkan kiriman ini sebagaimana aslinya tanpa dirubah sedikitpun, semoga bermanfaat dan menjadi amal jariyah.. Jazakumulloh khoiro.

TERBITNYA MATAHARI DARI BARAT

�� BimbinganIslam.com
Selasa, 15 Dzulhijjah 1436 H / 29 September 2015 M
�� Ustadz Abdullāh Roy, MA
�� Silsilah Beriman Kepada Hari Akhir
�� Halaqah 23 | Terbitnya Matahari Dari Barat
▶Download Audio: https://www.dropbox.com/s/wfiu63hd0zo6hl5/S5H23-Terbitnya%20matahari%20dari%20barat.mp3?dl=0
➖➖➖➖➖➖➖

TERBITNYA MATAHARI DARI BARAT

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله و صحبه أجمعين

Halaqah yang ke-23 dari Silsilah Beriman Kepada Hari Akhir adalah tentang "Terbitnya Matahari Dari Barat".

Matahari setiap harinya meminta izin kepada Allāh untuk terbit dari timur.

Sampai ketika sudah waktunya maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak mengizinkan matahari untuk terbit dari timur.

Dan menyuruhnya kembali dari tempat dia datang, yaitu arah barat.

Akhirnya terbitlah matahari dari barat.

(Hadīts ini shahīh diriwayatkan oleh Al-Imām Al-Bukhari rahimahullāh)

Terbitnya matahari dari barat adalah termasuk tanda-tanda besar dekatnya hari kiamat.

Apabila manusia melihatnya, maka mereka akan beriman semuanya dan akan yakin bahwa kiamat memang sudah dekat.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

هَلۡ يَنظُرُونَ إِلَّآ أَن تَأۡتِيَهُمُ ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةُ أَوۡ يَأۡتِىَ رَبُّكَ أَوۡ يَأۡتِىَ بَعۡضُ ءَايَـٰتِ رَبِّكَ‌ۗ يَوۡمَ يَأۡتِى بَعۡضُ ءَايَـٰتِ رَبِّكَ لَا يَنفَعُ نَفۡسًا إِيمَـٰنُہَا لَمۡ تَكُنۡ ءَامَنَتۡ مِن قَبۡلُ أَوۡ كَسَبَتۡ فِىٓ إِيمَـٰنِہَا خَيۡرً۬ا‌ۗ قُلِ ٱنتَظِرُوٓاْ إِنَّا مُنتَظِرُونَ 

"Tidaklah mereka menunggu kecuali kedatangan para malaikat (yaitu malaikat maut) atau kedatangan Allāh atau kedatangan sebagian tanda-tanda kebesaran Allāh.

Hari ketika datang sebagian tanda-tanda kebesaran Tuhan-mu, tidak akan bermanfaat iman seseorang yang tidak beriman sebelumnya atau belum beramal kebaikan di dalam imannya. Katakanlah, "Tunggulah, sesungguhnya kita juga menunggu."

(Al-An'ām 158)

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhāri dan Muslim, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menafsirkan bahwa tanda kebesaran Allāh di dalam ayat ini adalah terbitnya matahari dari barat.

Saat itu;

• Orang kafir bertaubat dari kekafirannya.
• Orang yang beriman yang sebelumnya menyia-nyiakan amal shalih maka dia akan bertaubat dan beramal shalih.

Namun pintu taubat di kala itu sudah tertutup dan amal tidak akan diterima karena dilakukan di saat terpaksa.

Kecuali orang mukmin yang sebelum munculnya matahari dari barat sudah beriman dan beramal shalih, maka amalannya akan diterima.

Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya segera bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dari segala dosa, bagaimanapun besar dosa yang dia miliki dan jangan menundanya.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda,

مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ

"Barang siapa yang bertaubat sebelum terbitnya matahari dari barat, maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan menerima taubatnya."

(HR. Muslim).

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

'Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah

Ditranskrip oleh:
Tim Transkrip BiAS
➖➖➖➖➖

Senin, 28 September 2015

BANGUN TIDUR MIKIRIN APA?

BANGUN TIDUR MIKIRIN APA???
��������������

��Saudaraku, apa yg anda pikirkan pagi ini? Jawabannya pasti macam2, ada yg mikirin kerjaan numpuk di kantor, mikirin harga dan dollar yg naik trs, mikirin utang, mikir mau kemana hari ini dll.

��Semua yg dipikiran adlh lebih berorientasi pada diri sendiri, duniawi dan kemaslahatan pribadi. 

��Rasulullah Rasulullah shalallahu alaihi'wassalam bersabda :
“ Barangsiapa yg bangun di pagi hari namun hanya dunia yg dipikirkannya, shg seolah2 dia tdk melihat hak Allah dlm dirinya maka Allah akn menanamkan 4 penyakit dlm dirinya:  kebingungan yg tiada putusnya, kesibukan yg tidak ada ujungnya, kebutuhan yg tdk terpenuhi & keinginan yg tidak tercapai”. ( HR. Ath Thabrani).

��Karenanya tdk heran, jika dipagi hari yg cerah ini, banyak org sdh stress, bingung, resah, gelisah, takut & berbagai penyakit dunia lainnya, krn pikirannya hanya utk dunia!.

��Maka mulailah pagi harimu dg menjaga hak Allah pd dirimu, & bersyukhur krn Dia msh memberi umur dan kesempatan utk hidup, dg demikian Allah akn menjaga 'dunia'mu.

��Apa yg perlu dikhawatirkan jika anda tlh mendapatkan yg lbh baik dr dunia dan seisinya?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

“Dua rakaat shalat sunnah subuh lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya.”(HR. Muslim725).

��Apa yg anda takutkan jika Allah yg maha memiliki alam semesta ini tlh menjamin hari mu?

��"Barangsiapa yg shalat subuh maka dia berada dlm jaminan Allah...” (HR. Muslim no. 163).

��Dan apa yg perlu diresahkan jika dg  dzikir pagimu, Allah akn mengangkat derajatmu?

��"Maukah kamu aku tunjukkan  perbuatanmu yg terbaik, paling suci di sisi Raja-mu (Allah), & paling mengangkat derajatmu; lbh baik bagimu dari infak emas atau perak, ...”  Beliau bersabda: “Dzikir kepada Allah Yang Maha tinggi.” (HR. At-Tirmidzi no. 3377)

��Dgn berdzikir maka  pagi mu akn mjd lbh indah & berseri.
“…Ingatlah, hanya dg mengingati Allah-lah hati mjd tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28).

Lalu tutup pagimu dg sholat dhuha, bersedekah utk 360 persendianmu, maka Allah akn mencukupimu hingga sore hari :
“Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, jgn-lah engkau tinggalkan 4 raka’at shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akn mencukupimu di akhir siang.” (HR. Ahmad (5/286),

��"Manusia memiliki 360 persendian. Setiap persendian itu memiliki kewajiban untuk bersedekah.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu siapa yang mampu bersedekah dengan seluruh persendiannya, wahai Rasulullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan,

“Menanam bekas ludah di masjid atau menyingkirkan gangguan dari jalanan. Jika engkau tidak mampu melakukan seperti itu, maka cukup lakukan shalat Dhuha dua raka’at.” (HR. Ahmad, 5: 354

��Betapa tenang dan damainya pagi hari jika kita mulai dg memelihara hak Allah.  Allahu a'lam.

Selamat pagi, selamat bersyukur selamat menjemput rahmat dan karunia-Nya. Aamiin..��☺����

��������������

Sabtu, 26 September 2015

Pesan-Pesan Terakhir Nabi Muhammad SAW

✔️ Mengenang Kembali Pesan-Pesan Terakhir Nabi Muhammad SAW. Pada Haji Wada'

Dari Jabir RA, dia menceritakan, bahwa selama 9 tahun tinggal di Madinah Al Munawarah, Nabi SAW belum melaksanakan haji.

Kemudian pada tahun kesepuluh, beliau mengumumkan hendak melakukan ibadah haji. Maka berduyun-duyunlah orang datang ke Madinah. Semuanya ingin ikut beliau menunaikan haji.
Pada tahun itulah Nabi SAW melaksanakan ibadah haji yang terakhir setelah lama tidak berhaji. Haji ini disebut Haji Wada'. Haji perpisahan.

Dalam haji ini Rasulullah SAW juga mengajarkan manasik dan sunah-sunah haji kepada orang-orang yang ikut bersama beliau.

Di tengah-tengah orang banyak yang sedang melaksanakan haji tersebut, tepatnya saat wukuf di padang 'Arafah, Nabi SAW menyampaikan khutbahnya yang juga merupakan khutbah terakhir beliau di depan khalayak umum. Di antara pesan-pesan beliau dalam khutbah itu adalah:

Wahai manusia, dengarkanlah apa yang hendak kukatakan! Mungkin sehabis tahun ini aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya.
Hai manusia! Sesungguhnya darah dan harta kalian adalah suci bagi kalian (yakni tidak boleh dinodai oleh siapapun juga), seperti hari dan bulan suci sekarang ini, di negeri kalian ini. Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk perilaku dan tindakan jahiliyah tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi. Tindak pembalasan jahiliyah seperti itu yang pertama kali kunyatakan tidak berlaku ialah tindakan pembalasan atas kematian Ibnu Rabi'ah bin Al-Harits.
Riba jahiliyah tidak berlaku lagi, dan riba yang pertama kunyatakan tidak berlaku adalah riba Abbas bin Abdul Muthallib. Sesungguhnya segala macam riba tidak boleh berlaku lagi.
Hai manusia! Di negeri kalian ini syetan telah putus harapan sama sekali untuk dapat disembah lagi. Akan tetapi dia masih menginginkan selain itu. la akan merasa puas bila kalian melakukan perbuatan yang rendah. Karena itu, hendaklah kalian jaga baik-baik agama kalian!
Hai manusia! Sesungguhnya, menunda berlakunya bulan suci akan menambah besarnya kekufuran. Dengan itulah orang-orang kafir menjadi tersesat. Pada tahun yang satu mereka langgar dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan hitungan yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Kemudian mereka tnenghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah.
Sesungguhnya, zaman berputar seperti keadaannya pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Empat bulan diantaranya bulan-bulan suci. Tiga bulan berturut-turut; Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Bulan Rajab adalah antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya'ban.
Takutlah kepada Allah dalam memperlakukan kaum wanita. Karena kalian mengambil mereka sebagai amanat Allah dan kehormatan mereka dihalalkan bagi kalian dengan nama Allah. Sesunggguhnya kalian mempunyai hak atas para istri kalian dan mereka mempunyai hak atas kalian. Hak kalian atas mereka ialah mereka sama
sekali tidak boleh memasukkan orang yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian. Jika mereka malakukan hai itu, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan hak mereka atas kalian adalah harus memberi nafkah dan pakaian kepada mereka secara baik.
Maka perhatikanlah perkataan itu wahai manusia. Sesungguhnya aku telah sampaikan: Aku tinggalkan sesuatu kepada kalian, yang jika kalian pegang teguh, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunah Nabihfya.
Wahai manusia! Dengarkanlah dan taatlah sekalipun kalian diperintah oleh seorang hamba sahaya dari Habsyah yang berhidung gruwung, selama ia menjalankan Kitabullah.
Berlaku baiklah kepada para budak kalian. Berilah mereka makan apa yang kalian makan, dan berilah pakaian dari jenis pakaian yang sama dengan yang kalian pakai. Jika mereka melakukan suatu kesalahan yang tidak bisa kalian maafkan, maka juallah hamba-hamba Allah itu dan janganlah kalian menyiksa mereka.
Wahai manusia! Dengarkanlah perkataanku dan perhatikanlah! Kalian tahu bahwa setiap orang muslim adalah saudara bagi orang-orang muslim lain, dan semua kaum muslimin adalah saudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil dari saudaranya kecuali yang telah diberikan kepadanya dengan senang hati. Karena itu janganlah kalian menganiaya diri sendiri.
Kalian akan menemui Allah. Maka janganlah kalian kembali sesudahku menjadi sesat, sebagian kalian memukul tengkuk sebagian yang lain. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, barangkali sebagian orang yang menerima kabar (tidak langsung) lebih mengerti daripada orang yang mendengarnya (secara langsung). Kalian akan ditanya tentang aku, maka apakah yang hendak kalian katakan?
Maka mereka yang hadir pada waktu itu serentak menjawab: "Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan (risalah), telah menunaikan amanat dan memberi nasehat." Kemudian seraya menunjuk ke arah langit dengan jari telunjuknya, Nabi SAW bersabda: "Yaa Allah, saksikanlah, yaa Allah,
saksikanlah, yaa Allah, saksikanlah." (Dikutip dari Shahih Muslim).
Sungguh kalimat-kalimat yang disampaikan beliau di padang Arafah itu begitu indah. Beliau bukan saja berbicara kepada mereka yang hadir di padang Arafah, tetapi juga kepada semua generasi pelaku sejarah sesudah mereka. Dari wajah-wajah mereka Rasulullah SAW dapat melihat generasi-generasi mendatang dan dunia Islam yang besar yang akan memenuhi belahan Timur dan Barat dari muka bumi ini.

Kepada mereka semua Rasulullah SAW menyampaikan khutbah perpisahannya: "Wahai umat manusia, dengarkanlah perkataanku1. Mungkin sehabis tahun ini aku tidak bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya."

Dunia terdiam mendengarkan khutbah beliau. Semuanya mendengarkan kalimat perpisahan yang keluar dari lisan suci beliau SAW, setelah dunia dan seisinya berbahagia dengan kehadirannya selama 23 tahun. Itulah, mengapa haji itu dinamakan Haji Wada'. Yaitu haji perpisahan. Dengan ungkapan yang singkat tapi sarat makna, beliau tanamkan prinsip-prinsip Islam yang dibawanya dan diperjuangkannya selama ini. Wallahu a'lam.

(Disarikan dari Sirah Nabawiyah, karya Dr. M. Sa'idRamadhan AlButhy)

AHAM EDISI62 | TH.VIII | DZULHIJJAH 1426

Allahumma sholli ‘ala Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam...

�� Dari WA grup Islamadina "Sirah Islam" 08778 2400 868. Silahkan berbagi.

KERJA DI BANK

✔️ KERJA DI BANK

Rangkuman yang dibuat seorang sahabat fillah mengenai ceramah di youtube,
pemateri oleh Ustadz Dr. Khalid Zeed Abdullah Basalamah, Lc. M.A. Alhafidz.

�� TANYA:

Bagaimana hukumnya kerja di bank2 konvensional?
Ana dulu pernah denger dr ikhwah yg mengatakan kerja di bank itu boleh2 saja.
Kita kan sebagai pekerja.
Kerja dengan keringat sendiri dan sistem kerja itu yang ngurus perusahaan yang gak ada hubungan dengan pekerjanya.

�� JAWAB:

Pintu  dari mana anda mengatakan kerja di bank yang ribawi itu halal?

Sama saja seperti anda kerja di diskotik tp anda ga minum khamer. Anda tidak berkumpul sesama lawan jenis. Ga bisa akhi..

MUI telah berfatwa dan ulama dunia sepakat. riba hukumnya haram dan kerja di instansi itu juga haram.

Sabda Rasulullah jelas, 1 dirham riba, dalam riwayat yg dihasankan oleh para ulama hadits, lebih berat dari 36 kali berzina...

dan subhanallah dalam hadist lain dikatakan riba ada 73 tingkatan... dan tingkatan paling rendahnya sama seperti menzinahi ibunya sendiri.!

Bagaimana seseorang dapat membuka pintu itu?

Barang siapa yang membuka pintu riba maka hidupnya akan susah. Kacau.

Allah membalas riba dengan transaksi jual beli.
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Jadi gimana ustadz apa saya harus keluar di kerja di bank? Terus gimana nanti hidup saya setelah ini klo tidak kerja?

Lho... lha wong hukum agamanya begitu.

Sekarang anda mau saya jawab apa? Ooh boleh kerja di bank silahkan ga papa..

Saya tidak mau... tanggung jawab di hari khiamat... ini berat ga mungkin.

Haram ya haram...

Allah memberikan rezeki dari anda masih janin di rahim ibu anda.

Kemudian anda anak2. Sekolah sampai anda sarjana dan bahkan sampai sekarang...

Apabila anda selarang 2 tahun kerja di instansi yang ribawi dan sekarang takut resign kemudian anda bertanya makan apa nanti kalo ana keluar dr bank?.

Lha yang 20 tahun yang lalu kenapa kok anda gak bertanya rejeki yang Allah berikan?

Dan sekarang takut gak bisa makan kalo keluar dari bank dan terus gak bisa makan apa?

Salah sekali anda...

Tidak ada manusia dan jin serta makhluk2 lain yang akan meninggal sebelum dipenuhi rizkinya sama allah.
Demikian hadits.

Ibnu qayyim berkata :

"Saya senang dan tenang menghadapi kehidupan dunia ini karena 2 hal:

1. Allah tuhanku telah menentukan ajalku... tidak akan berkurang sehari dan tidak akan bertambah sehari dan

2. Allah telah menentukan rizkiku dan tidak akan pernah diambil oleh orang lain...."

Semoga bermanfaat untuk sahabat fillah yang menetapkan hati.

�� Reposted dari WA grup Islamadina "Pengusaha Muslim" 08778 2400 868. Silahkan berbagi.

Ucapan “Shadaqallahul ‘Azhim” setelah membaca Al Quran?

✔️ Ucapan “Shadaqallahul ‘Azhim” setelah membaca Al Quran?

✒️ By Ummu Sa'id.

Bacaan “shadaqallahul ‘azhim” setelah membaca Al Qur’an merupakan perkara yang tidak asing bagi kita tetapi sebenarnya tidak ada tuntunannya, termasuk amalan yang tidak ada contoh dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya, bahkan menyelisihi amalan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam ketika memerintahkan Ibnu Mas’ud untuk berhenti dari membaca Al Qur’an dengan kata “hasbuk”(cukup), dan Ibnu Mas’ud tidak membaca shadaqallahul’adzim.

Dalam Shahih Al Bukhari disebutkan:
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata bahwa Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam telah berkata kepadaku,

“Bacakan kepadaku (Al Qur’an)!” Aku menjawab, “Aku bacakan (Al Qur’an) kepadamu? Padahal Al Qur’an sendiri diturunkan kepadamu.” Maka Beliau menjawab, “Ya”.

Lalu aku membacakan surat An Nisaa’ sampai pada ayat 41. Lalu beliau berkata, “Cukup, cukup.” Lalu aku melihat beliau, ternyata kedua matanya meneteskan air mata.

Syaikh Muhammad Musa Nashr menyatakan,

“Termasuk perbuatan yang tidak ada tuntunannya (baca: bid’ah) yaitu mayoritas qori’ (orang yang membaca Al Qur’an) berhenti dan memutuskan bacaannya dengan mengatakan shadaqallahul ‘azhim, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghentikan bacaan Ibnu Mas’ud dengan mengatakan hasbuk (cukup). Inilah yg dikenal para salaf dan tidak ada keterangan bahwa mereka memberhentikan atau mereka berhenti dengan mengucapkan shadaqallahul ‘azhim sebagaimana dianggap baik oleh orang-orang sekarang”.

(Al Bahtsu wa Al Istiqra’ fi Bida’ Al Qurra’, Dr Muhammad Musa Nashr, cet 2, th 1423H)

Kemudian beliau menukil pernyataaan Syaikh Mustafa bin Al ‘Adawi dalam kitabnya Shahih ‘Amal Al Yaumi Wa Al Lailhlm 64 yang berbunyi, “Keterangan tentang ucapan Shadaqallahul’azhim ketika selesai membaca Al Qur’an: memang kata shadaqallah disampaikan Allah dalam Al Qur’an dalam firman-Nya,

قُلْ صَدَقَ اللَّهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah:
’Benarlah (apa yang difirmankan) Allah.’ Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.”
(Qs Ali Imran:95)

Memang benar, Allah Maha Benar dalam setiap waktu. Namun masalahnya kita tidak pernah mendapatkan satu hadits pun yang menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhiri bacaannya dengan kata “Shadaqallahul’azhim.”

Di sana ada juga orang yang menganggap baik hal-hal yang lain namun kita memiliki Rasulullah shallallanhu’alaihi wa sallam sebagai contoh teladan yang baik.

Demikian juga kita tidak menemukan satu atsar, meski dari satu orang sahabat walaupun kita mencukupkan pada hadits-hadits Nabi shallallanhu’alaihi wa sallam setelah kitab Allah dalam berdalil terhadap masalah apa pun.

Kami telah merujuk kepada kitab Tafsir Ibnu Katsir, Adhwa’ Al Bayan, Mukhtashar Ibnu katsir dan Fathul Qadir, ternyata tak satu pun yang menyampaikan pada ayat ini, bahwa Rasulullah shallallanhu’alaihi wa sallam pernah mengakhiri bacaannya dengan shadaqallahul ‘azhim.

(Lihat Hakikat Al Maru Bil Ma’ruf Wa Nahi ‘Anil munkar, Dr Hamd bin Nashir Al ‘Amar,cet 2)

Bila dikatakan “Cuma perkataan saja, apa dapat dikatakan bid’ah?”

Perlu kita pahami, bahwa perbuatan bid’ah itu meliputi perkataan dan perbuatan sebagaimana sabda Rasulullah shallallanhu’alaihi wa sallam,
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR Muslim)

Sehingga apa pun bentuknya, perkataan atau perbuatan yang dimaksudkan untuk ibadah yang tidak ada contohnya dalam agama, maka ia dikategorikan bid’ah.

Bid’ah ialah tata cara baru dalam agama yang tidak ada contohnya, yang menyelisihi syariat dan dalam mengamalkannya dimaksudkan sebagai ibadah kepada Allah.

Wallahu a’lam.

***
Artikel Muslimah.or.id

�� Sumber:
Tanya Jawab Majalah As Sunnah ed 04/IX/1426H/2005M (dengan sedikit pengeditan).

Murajaah:
Ust Abu Rumaysho M A Tausikal

�� Reposted oleh Group Kajian WA ISLAMADINA (08170071531 & 087782400868), silahkan berbagi.

Senin, 21 September 2015

SEHELAI RAMBUTNYA LEBIH BERHARGA DARI JUBAH ULAMA

✔️ SEHELAI RAMBUTNYA LEBIH BERHARGA DARI JUBAH ULAMA

Suatu hari Imam bin Hanbal dikunjungi seorang wanita yang ingin mengadu.

“Ustadz, saya adalah seorang ibu rumah tangga yang sudah lama ditinggal mati suami. Saya ini sangat miskin, sehingga untuk menghidupi anak-anak saya, saya merajut benang di malam hari, sementara siang hari saya gunakan untuk mengurus anak-anak saya dan menyambi sebagai buruh kasar di sela waktu yang ada.

Karena saya tak mampu membeli lampu, maka pekerjaan merajut itu saya lakukan apabila sedang terang bulan.”

Imam Ahmad menyimak dengan serius penuturan ibu tadi. Perasaannya miris mendengar ceritanya yang memprihatinkan.

Dia adalah seorang ulama besar yang kaya raya dan dermawan. Sebenarnya hatinya telah tergerak untuk memberi sedekah kepada wanita itu, namun ia urungkan dahulu karena wanita itu melanjutkan pengaduannya.

“Pada suatu hari, ada rombongan pejabat negara berkemah di depan rumah saya. Mereka menyalakan lampu yang jumlahnya amat banyak sehingga sinarnya terang benderang.

Tanpa sepengetahuan mereka, saya segera merajut benang dengan memanfaatkan cahaya lampu-lampu itu.

Tetapi setelah selesai saya sulam, saya bimbang, apakah hasilnya halal atau haram kalau saya jual?

Bolehkah saya makan dari hasil penjualan itu?

Sebab, saya melakukan pekerjaan itu dengan diterangi lampu yang minyaknya dibeli dengan uang negara, dan tentu saja itu tidak lain adalah uang rakyat.”

Imam Ahmad terpesona dengan kemuliaan jiwa wanita itu.
Ia begitu jujur, di tengah masyarakat yang bobrok akhlaknya dan hanya memikirkan kesenangan sendiri, tanpa peduli halal haram lagi.
Padahal jelas, wanita ini begitu miskin dan papa.

Maka dengan penuh rasa ingin tahu, Imam Ahmad bertanya, “Ibu, sebenarnya engkau ini siapa?”

Dengan suara serak karena penderitaannya yang berkepanjangan, wanita ini mengaku, “Saya ini adik perempuan Basyar Al-Hafi.”

Imam Ahmad makin terkejut. Almarhum Basyar Al-Hafi adalah Gubernur yang terkenal sangat adil dan dihormati rakyatnya semasa hidupnya.

Rupanya, jabatannya yg tinggi tidak disalahgunakannya untuk kepentingan keluarga dan kerabatnya. Sampai-sampai adik kandungnya pun hidup dalam keadaan miskin.

Dengan menghela nafas berat, Imam Ahmad berkata,
“Pada masa kini, ketika orang-orang sibuk memupuk kekayaan dengan berbagai cara, bahkan dengan menggerogoti uang negara dan menipu serta membebani rakyat yang sudah miskin, ternyata masih ada wanita terhormat seperti engkau, ibu.
Sungguh, sehelai rambutmu yang terurai dari sela-sela jilbabmu jauh lebih mulia dibanding dengan berlapis-lapis serban yang kupakai dan berlembar-lembar jubah yang dikenakan para ulama.

Subhanallah, sungguh mulianya engkau, hasil rajutan itu engkau haramkan?
Padahal bagi kami itu tidak apa-apa, sebab yang engkau lakukan itu tidak merugikan keuangan negara…”

Kemudian Imam Ahmad melanjutkan,
“Ibu, izinkan aku memberi penghormatan untukmu. Silahkan engkau meminta apa saja dariku, bahkan sebagian besar hartaku, niscaya akan kuberikan kepada wanita semulia engkau…”

Wahai para wanita, gerakan anti korupsi sebetulnya bisa dimulai dari gerakan sikap wara (hati hati) dari para wanita.

Karena dari rahim kita lahir para pemimpin, dari oleh terampil tangan tangan kitalah tercipta makanan yang bukan hanya sehat, dan thoyib,
tetapi juga halal, baik halal secara zat atau halal secara maknanya...

�� Copas dari postingan di WA grup Islamadina "Keluarga Islam" 08778 2400 868, silahkan berbagi kebaikan.

HARUSKAH MENJADI SEORANG YG SEMPURNA UNTUK BISA MENASEHATI?

✔️ HARUSKAH MENJADI SEORANG YG SEMPURNA UNTUK BISA MENASEHATI?

Sebagian orang enggan melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, karena merasa belum mampu melakukan amalan ma’ruf yang hendak ia perintahkan, atau meninggalkan kemungkaran yang hendak ia larang.

Dia khawatir termasuk ke dalam golongan orang yang mengatakan apa yang tidak dia lakukan. Sebagaimana yang disinggung dalam firman Allah ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ(3)

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kemurkaan Allah bila kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (QS. As-Shof: 2-3).

Pertanyaan yang harus kita temukan jawabannya adalah: apakah seorang harus sempurna dulu amalannya,  untuk bisa menasehati orang lain?

Kemudian apakah setiap orang yang tidak melakukannya apa yang ia perintahkan, dan melanggar sendiri apa yang dia larang, masuk dalam ancaman ayat di atas?

Syaikh Anis Thahir Al-Indunisy, saat kajian membahas kitab Iqtidho’ as-Shirot al-Mustaqiem , di masjid Nabawi malam Senin (20 Rabi’us Tsani 1436 H) menerangkan, bahwa ada dua hal yang perlu dibedakan dalam masalah ini.

Beliau mengatakan,

فيه فرق بين أن تنصح غيرك وأنت عاجز عن العفل، وبين أن تنصح غيرك و أنت قادر على الفعل

“Bedakan, antara Anda menasehati seorang, sementara Anda belum ada daya untuk melakukan apa yang Anda nasehatkan. Dengan Anda menasihati seorang,  sementara Anda mampu melakukan apa yang Anda nasehatkan.”

Jadi, ada dua jenis orang dalam masalah ini:

Petama,
adalah orang yang menasehati orang lain, namun dia belum mampu melakukan amalan ma’ruf yang ia sampaikan, atau meninggalkan kemungkaran yang ia larang.

Yang kedua,
adalah orang yang menasehati orang lain sementara sejatinya dia mampu untuk melakukan pesan nasehat yang ia sampaikan.

Akan tetapi justru mengabaikan kemampuannya dan ia terjang sendiri nasehatnya,  tanpa ada rasa bersalah dan menyesal. Ia merasa nyaman dan biasa-biasa saja dengan tindakan kurang terpuji tersebut.

Orang jenis pertama, dia belum bisa melakukan amalan ma’ruf yang dia perintahkan, karena dia belum memiliki daya untuk melakukannya. Bisa jadi karena hawa nafsunya yang mendominasi, setelah pertarungan batin dalam jiwanya.  Sehingga, saat ia melanggar sendiri apa yang dia nasehatkan, dia merasa bersalah dan menyesal atas kekurangannya ini. Serta senantiasa memperbaharui taubatnya.

Saat ia tergelincir pada larangan yang ia larang, ia katakan pada dirinya, “Sampai kapan… sampai kapan kamu seperti ini?! Kamu menasehati orang-orang untuk menjauhi perbuatan ini.. sementara kamu sendiri yang melakukannya?! Tidakkah kamu takut kepada Allah.”

Untuk orang yang seperti ini, hendaknya ia jangan merasa enggan untuk beramar ma’ruf dan nahi munkar.
Karena tidak menutup kemungkinan, nasehat yang ia sampaikan, akan membuatnya terpacu untuk melaksanakan amalan ma’ruf yang dia perintahkan, atau meninggalkan kemungkaran yang dia larang.
Hal ini sudah menjadi suatu hal yang lumrah dalam pengalaman seorang.

Adapun orang jenis kedua, dia menerjang sendiri pesan nasehatnya, setelah adanya daya dan kemampuan untuk melakukan nasehat tersebut. Namun justru dia abaikan. Saat menerjangnya pun, dia tidak merasa menyesal dan bersalah atas tindakannya tersebut. Orang seperti inilah yang termasuk dalam ancaman ayat di atas.

Seperti seorang ayah merokok di samping anaknya yang dia juga merokok. Lalu Sang Ayah menasehatikan anaknya, “Nak…jangan ngrokok. Ndak baik ngrokok itu..” . Sementara dia sendiri klepas-klepus ngrokok di samping anaknya, tanpa merasa menyesal dan bersalah.

Barangkali makna inilah yang disinggung dalam perkataan para salafus sholih dahulu.

Sa’id bin Jubair mengatakan, “Jika tidak boleh melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar,  kecuali orang yang sempurna niscaya tidak ada satupun orang yang boleh melakukannya”.
Ucapan Sa’id bin Jubair ini dinilai oleh Imam Malik sebagai ucapan yang sangat tepat. (Tafsir Qurthubi, 1/410).

Al-Hasan Al-Bashri pernah berkata kepada Mutharrif bin Abdillah, “Wahai Mutharrif nasihatilah teman-temanmu”. Mutharrif mengatakan, “Aku khawatir mengatakan yang tidak ku lakukan”.
Mendengar hal tersebut, Hasan Al-Bashri mengatakan, “Semoga Allah merahmatimu, siapakah di antara kita yang mengerjakan apa yang dia katakan, sungguh setan berharap bisa menjebak kalian dengan hal ini sehingga tidak ada seorang pun yang berani amar ma’ruf nahi mungkar.” (Tafsir Qurthubi, 1/410).

Al-Hasan Al-Bashri juga pernah mengatakan, “Wahai sekalian manusia sungguh aku akan memberikan nasihat kepada kalian padahal aku bukanlah orang yang paling shalih dan yang paling baik di antara kalian. Sungguh aku memiliki banyak maksiat dan tidak mampu mengontrol dan mengekang diriku supaya selalu taat kepada Allah.
Andai seorang mukmin tidak boleh memberikan nasihat kepada saudaranya kecuali setelah mampu mengontrol dirinya niscaya hilanglah para pemberi nasihat dan minimlah orang-orang yang mau mengingatkan.” (Tafsir Qurthubi, 1/410).

Semoga bermanfaat.
Barakallah fiikum.

�� Copas dari postingan WA grup Islamadina 08778 2400 868, silahkan berbagi.

Hukum Menjual Kulit Binatang Qurban ?

Hukum Menjual Kulit Binatang Qurban ?

Sumber: Majalah As-Sunnah edisi 10 Tahun VIII Oleh Ustadz Abu Ismail Muslim Al Atsary

Menyembelih binatang kurban merupakan ibadah agung yang dilakukan umat Islam setiap tahun pada hari raya qurban.

Orang yang menyembelih binatang kurban, boleh memanfaatkannya untuk memakan sebagian daging darinya, menshadaqahkan sebagian darinya kepada orang-orang miskin, menyimpan sebagian dagingnya, memanfaatkan yang dapat dimanfaatkan, misalnya, kulitnya untuk qirbah (wadah air) dan sebagainya.

Dalil hal-hal di atas adalah hadits-hadits di bawah ini:

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلَا يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَبَقِيَ فِي بَيْتِهِ مِنْهُ شَيْءٌ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِي قَالَ كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا

" Dari Salamah bin Al Akwa’  -radhiyallahu 'anhu-, dia berkata: “ Nabi shalallahu 'alaihi wa salam bersabda : " Barangsiapa di antara kamu menyembelih kurban, maka janganlah dia berada pada waktu pagi setelah tiga hari sedangkan sesuatu dari kurbannya masih tersisa di dalam rumahnya’.” Tatkala pada tahun berikutnya, para sahabat bertanya: “Wahai, Rosulullah ! Apakah kita akan melakukan sebagaimana yang telah kita lakukan pada tahun lalu?” Beliau menjawab: “Makanlah, berilah makan, dan simpanlah. Karena sesungguhnya tahun yang lalu, manusia tertimpa kesusahan (paceklik), maka aku menghendaki kamu menolong (mereka) padanya (kesusahan itu).” ( HR Bukhari, no. 5.569; Muslim, no. 1.974 )

Perintah Nabi shalallahu 'alaihi wa salam “ Makanlah, berilah makan, dan simpanlah” bukan menunjukkan kewajiban, tetapi menunjukkan kebolehan. Karena perintah itu datangnya setelah larangan, sehingga hukumnya kembali kepada sebelumnya. ( Lihat juga Fathul Bari, penjelasan hadits no. 5.569 )

Dari hadits ini kita mengetahui, bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa salam pernah melarang memakan daging qurban lebih dari tiga hari. Hal itu agar umat Islam pada waktu itu menshadaqahkan kelebihan daging qurban yang ada. Namun larangan itu kemudian dihapuskan. Dalam hadits lain, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam dengan tegas menghapuskan larangan tersebut dan menyebutkan sebabnya. Beliau bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الْأَضَاحِيِّ فَوْقَ ثَلَاثٍ لِيَتَّسِعَ ذُو الطَّوْلِ عَلَى مَنْ لَا طَوْلَ لَهُ فَكُلُوا مَا بَدَا لَكُمْ وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا

" Dahulu aku melarang kamu dari daging qurban lebih dari tiga hari, agar orang yang memiliki kecukupan memberikan keluasan kepada orang yang tidak memiliki kecukupan. Namun (sekarang), makanlah semau kamu, berilah makan, dan simpanlah. ( HR Tirmidzi, no. 1.510, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani )

Setelah meriwayatkan hadits ini, Imam Tirmidzi - rahimahullah- berkata :

وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ

Pengamalan hadits ini dilakukan oleh ulama dari kalangan para sahabat Nabi shalallahu 'alaihi wa salam dan selain mereka.

Dalam hadits lain disebutkan :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ وَاقِدٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْلِ لُحُومِ الضَّحَايَا بَعْدَ ثَلَاثٍ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِعَمْرَةَ فَقَالَتْ صَدَقَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ دَفَّ أَهْلُ أَبْيَاتٍ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ حَضْرَةَ الْأَضْحَى زَمَنَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ادَّخِرُوا ثَلَاثًا ثُمَّ تَصَدَّقُوا بِمَا بَقِيَ فَلَمَّا كَانَ بَعْدَ ذَلِكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ النَّاسَ يَتَّخِذُونَ الْأَسْقِيَةَ مِنْ ضَحَايَاهُمْ وَيَجْمُلُونَ مِنْهَا الْوَدَكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا ذَاكَ قَالُوا نَهَيْتَ أَنْ تُؤْكَلَ لُحُومُ الضَّحَايَا بَعْدَ ثَلَاثٍ فَقَالَ إِنَّمَا نَهَيْتُكُمْ مِنْ أَجْلِ الدَّافَّةِ الَّتِي دَفَّتْ فَكُلُوا وَادَّخِرُوا وَتَصَدَّقُوا
" Dari Abdullah bin Waqid, dia berkata: Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam melarang memakan daging qurban setelah tiga hari, Abdullah bin Abu Bakar berkata: Kemudian aku sebutkan hal itu kepada ‘Amrah. Dia berkata “ Dia ( Abdullah bin Waqid ) benar. Aku telah mendengar ‘Aisyah - radhiyahu 'anha- mengatakan, orang-orang Badui datang waktu ‘Idul Adh-ha pada zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam , maka Beliau bersabda,’ Simpanlah (sembelihan kurban) selama tiga hari, kemudian shadaqahkanlah sisanya’.” Setelah itu (yaitu pada tahun berikutnya, Pen) para sahabat mengatakan: “Wahai, Rasulullah, sesungguhnya orang-orang membuat qirbah-qirbah 1) 1) Qirbah: wadah air yang terbuat dari kulit.] dari binatang-binatang kurban mereka, dan mereka melelehkan (membuang) lemak darinya.” Maka Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam bersabda: “ Memangnya kenapa ?” Mereka menjawab,” Anda telah melarang memakan daging kurban setelah tiga hari.” Maka Beliau bersabda: “ Sesungguhnya aku melarang kamu hanyalah karena sekelompok orang yang datang (yang membutuhkan shadaqah daging, Pen). Namun (sekarang) makanlah, simpanlah, dan bershadaqahlah.” (HR. Muslim, no. 1.971)

Banyak ulama menyatakan, orang yang menyembelih kurban disunnahkan bershadaqah dengan sepertiganya, memberi makan dengan sepertiganya, dan dia bersama kelurganya memakan sepertiganyanya. Namun riwayat-riwayat yang berkaitan dengan ini lemah. Sehingga hal ini diserahkan kepada orang yang berkurban. Seandainya dishadaqahkan seluruhnya, hal itu dibolehkan. Wallahu a’lam. [ Shahih Fiqhis Sunnah (2/378), karya Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim.]

Sumber: Majalah As-Sunnah edisi 10 Tahun VIII Oleh Ustadz Abu Ismail Muslim Al Atsary

Selengkapnya : http://www.seindahsunnah.com/bolehkah-menjual-kulit-binatang-qurban/

�� Broadcast WA Dakwah Seindah Sunnah
♻️ WA : 085319144749
�� ketik [ Nama # Umur # L/P # Alamat ]

�� Share yuk mudah-mudahan Allah Ta'ala memudahkan jalan ke Surga bagi anda.. aamiin

Sabtu, 19 September 2015

Sejarah bagian 1 Nama nabi muhammad shallallohu'alaihiwassalam

��Sejarah

Materi 1:

١ - نبينا - صلى الله عليه وسلم- هو أبو القاسم محمد بن عبد الله بن عبد المطلب بن هاشم بن عبد مناف بن قصي بن كلاب بن مرة بن كعب بن لؤي بن غالب بن فهر بن مالك بن النضر بن كنانة بن خزيمة بن مدركة بن إلياس بن مضر بن نزار بن معد بن عدنان.

"Nabi kita ﷺ , Beliau adalah Abul Qosim Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muththolib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushoy bin Kilaab bin Murroh bin Ka'b bin Luay bin Gholib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhor bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan."

�� Pelajaran:
1⃣ Abul Qosim merupakan nama kunyah Beliau ﷺ . Sebagaimana yang diriwayatkan Hakim dalam Mustadraknya, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Saya adalah Abul Qosim, Allah yang memberi dan saya yg membagikan."
2⃣ Muhammad merupakan nama Beliau ﷺ , namanya yang lain:
~ Ahmad (lihat ash-Shaf:6)
~ Al-Maahiy, Al-Haasyir, Al-'Aaqib (lihat HR. Bukhari no.3532 dan Muslim no.2354)
~ al-Muqoffiy, Nabiyyut Tawbah, Nabiyyur Rahmah (lihat HR. Muslim no.2355)
~ al-Mutawakkil (lihat HR. Al-Bukhari no.4838)
Dan masih banyak nama-nama lainnya yang mencapai seribu nama namun tdak disebutkan krna lemahnya dalil yg dgunakan bhkan sbagiannya tdak memiliki dasar sama skali.
3⃣ Nasab Beliau ﷺ hingga Adnan ini disepakati para ahli nasab dan tdak ada sm skali perbedaan pndapat tentang hal tersebut. (Zaadul Ma'aad I/70)
4⃣ Rasulullah ﷺ berasal dari keturunan dan nasab yang mulia, dan hal ini memberi pengaruh terhadap dakwah yg diusungnya. Orang yg berasal dari keturunan yang mulia membuat orang lebih tertarik dengan seruannya, sebagaimana pertanyaan Raja Heraklius kepada Abu Sufyan: "Bagaimana garis turunan Muhammad di tengah masyarakatmu?" Lalu Abu Sufyan yg saat itu belum masuk Islam menjawab: "Dia berasal dari keturunan yang mulia di antara kami."

Wallohu Ta'ala A'lam
✏Ustadz Abu Abdirrazzaq Marzuki Umar, Lc. حفظه الله (Alumni Fakultas Syari'ah Universitas Islam Madinah dan saat ini menempuh S2 di jurusan Sejarah Islam di kampus yang sama)
��Grup WA Belajar Islam Intensif��

Gabung Grup BII
Ketik BII#Nama#Daerah
Kirim ke:
0853-9831-9697(ikhwah)
0898-4301-733(akhwat)

PENTINGNYA KAJIAN RUTIN

# Kajian TEMATIK Akbar Mengundang Ustadz/Ulama Ternama dan Pengajian RUTIN

-Alhamdulillah kita sangat gembira mulai banyak kajian akbar yang menunjukkan antusias beragama yang tinggi, ini cocok untuk me-recharge keimanan dan ilmu serta dakwah bagi kaum muslimin

-Tetapi bagi yang sudah "lama ngaji" sebaiknya jangan menuntut ilmu dengan datang kajian TEMATIK saja, bahkan mulai meninggalkan kajian RUTIN dgn kurikulum ringan walaupun seminggu sekali membahas kitab tertentu

Alhamdulillah kita sangat bergembira dan senang dengan semakin banyaknya kajian-kajian besar semacam tabligh akbar yang kami rasa semakin sering intensitasnya. Kita juga sangat bergembira jika ada ustadz atau ulama ternama dengan ilmunya yang masyaAllah serta akhlaknya yang bisa menjadi panutan, datang memberikan ilmu dan contoh akhlak mulia walaupun sebentar.

Intinya kita sangat bergembira bisa melihat langsung sosok dan teladan yang selama ini mungkin kita hanya membaca bukunya, mendengar kajiannya atau hanya menonton videonya. Jika dibandingkan dahulunya, bisa dibilang agak jarang kajian akbar dengan mengundang ustadz atau ulama ternama.

Memang pengajian akbar seperti ini sangat bagus. Sebuah taman surga dunia, rekreasi me-rechargekeimanan (asalkan niatnya ikhlas, bukan sekedar untuk kopdar, jualan, bisnis apalagi “cuci mata”). Sangat bagus juga bagi mereka yang baru mengenal hidayah dan bagi orang awam.

Tetapi yang perlu diperhatikan adalah bagi mereka yang sudah lama mendapat hidayah menuntut ilmu (udah ngaji beberapa tahun). Sebaiknya belajar agama jangan hanya pengajian akbar saja yang umumnya hanya TEMATIK, tetapi ingat juga kajian rutin, misalnya rutin setiap pekan terlebih terkurikulum membahas kitab tertentu sampai tuntas.

Beberapa Fenomena yang dinasehatkan oleh ustadz, agar kita menjauhinya (nasehat bagi yang sudah lama “ngaji”):
1. Sudah lama “ngaji” tapi jarang atau tidak pernah ikut pengajian rutin pekanan walaupun hanya sekali seminggu. Misalnya membahas kitab tauhid sampai selesai.

2. Kalau ada ustadz atau ulama ternama/terkenal datang, baru ikut kajian akbar dengan jumlah peserta yang banyak (inipun semoga ikhlas, bukan sekedar untuk kopdar, jualan, bisnis apalagi “cuci mata”). kalau tidak ada maka tidak kajian dan menuntut ilmu

3. Belajar agama sistem “semau gue”, sudah hanya tematik saja, itupun kalau senang sama ustadz dan ulama tertentu saja. Kalau bukan ustadz idolanya, agak malas. Atau kalau tema yang tidak ia terlalu senangi, maka tidak datang kajian.

Perlu diingat bahwa belajar agama itu sama dengan belajar ilmu dunia yang lainnya:

-Jika mau masuk Fakultas Kedokteran misalnya, perlu belajar kan? Masuk surga juga perlu belajar

-Belajar di kedokteran (misalnya), belajarnya dengan kurikulum mulai dari hal yang dasar. Maka sama belajar agama terkurikulum mulai belajar dari yang dasar semisal Tauhid-Aqidah dasar, fikh keseharian.

-Jika kuliah dikedokteran tidak ikut rutin kuliah atau bolong-bolong kuliah tentu kurang baik. Nah, begitu juga belajar agama, hanya belajar ketika ada kajian tematik saja, tentu hasilnya kurang maksimal.

-Jika kita belajar matematika tidak dari dasar, kemudian hanya ikut workshop tertentu saja (tematik), tentu sangat susah dan tidak menarik belajar dan menyelesaikan soal matematika. Tetapu bagi mereka yang menguasai dari dasar sanga menarik matematika. Soal terasa sebagai “makanan” yang siap dilahap dan merupakan tantangan.

Begitu juga belajar agama, jika belajarnya hanya kajian tematik saja (ingat ini bagi mereka yang sudah lama ngaji). Tentu hasilnya tidak maksimal dan tentu “kurang” terasa nikmatnya beragama dan “surga dunia”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

أن في الدنيا جنة من لم يدخلها لا يدخل جنة الآخرة

“Sesungguhnya di dunia ada surga, barangsiapa yang tidak memasukinya, maka ia tidak akan masuk surga di akhirat.”[1]

Tentu saja surga di dunia itu adalah kebahagiaan dengan petunjuk agama yang benar.

Hendaknya kita sebagai seorang muslim, apalagi yang notabenernya sudah lama “ngaji”

1. Belajar agama secara ta’shili(bertahap dan terkurikulum), tetapi istiqamah meskipun hanya seminggu sekali (masa’ sih untuk belajar agama benar-benar tidak ada waktu luang??) karena bisa jadi ada yang punya kesibukan dan amanah yang lebih penting. Jika bisa lebih dari sekali seminggu bahkan bisa mengatur waktu maka bisa lebih banyak

2. Belajar agamanya hendaknya dengan kitab/kurikulum dan bukan HANYA kajian tematik, atau kajian rutin tetapi tidak istiqamah.Bukan belajar “semau gue”, mau datang kajian bisa, tidak datang juga tidak masalah, belajar agama juga tidak sistematis atau belajar secara ta’siliy [belajar dari dasar] sehingga belajar agama terkesan berat dan membosankan dan tentu bukan ketenangan yang didapat.

3. Istiqamah ketika kajian rutin, tidak loncat-loncat pembahasannya dari kitab satu ke kitab yang lainnya. Sabar dalam menuntut ilmu agama.

Syaikh Muhammad Shalih bin Al-‘Utsaimin rahimahullahu berkata mengenai hal ini,

ألا يأخذ من كل كتاب نتفة، أو من كل فن قطعة ثم يترك؛ لأن هذا الذي يضر الطالب، ويقطع عليه الأيام بلا فائدة، فمثلاً بعض الطلاب يقرأ في النحو : في الأجرومية ومرة في متن قطر الندي، ومرة في الألفية. ..وكذلك في الفقه: مرة في زاد المستقنع، ومرة في عمدة الفقه، ومرة في المغني ، ومرة في شرح المهذب، وهكذا في كل كتاب، وهلم جرا ، هذا في الغالب لا يحصلُ علماً، ولو حصل علماً فإنه يحصل مسائل لا أصولاً

“Janganlah mempelajari buku sedikit-sedikit, atau setiap cabang ilmu sepotong-sepotong kemudian meninggalkannya, karena ini membahayakan bagi penuntut ilmu dan menghabiskan waktunya tanpa faidah,

misalnya:
sebagian penuntut ilmu memperlajari ilmu nahwu, ia belajar kitab Al-Jurumiyah sebentar kemudian berpindah ke Matan Qathrun nadyi kemudian berpindah ke Matan Al-Alfiyah..

Demikian juga ketika mempelajari fikih, belajar Zadul mustaqni sebentar, kemudian Umdatul fiqh sebentar kemudian Al-Mughni kemudian Syarh Al-Muhazzab, dan seterusnya.

Cara seperti Ini umumnya tidak mendapatkan ilmu, seandainya ia memperoleh ilmu, maka ia tidak memperoleh kaidah-kaidah dan dasar-dasar.”[2]

4. Sebagaimana kita bersusah payah dan bersabar belajar , menghapal dan memahami untuk ilmu dunia dan agar sukse ilmu dunia. Begitu juga dengan ilmu agama dan untuk masuk surga.

Yang namanya belajar baik ilmu dunia maupun akhirat tentu bersabar dan butuh perjuangan. Terlebih lagi ilmu agama yang mungkin tidak ada/sedikit  “keuntungan dunia” bagi sebagian orang yang kurang imannya.

Imam Syafi’i rahimahullah berkata,

لا يطلب هذا العلم من يطلبه بالتملل وغنى النفس فيفلح، ولكن من طلبه بذلة النفس، وضيق العيش، وخدمة العلم، أفلح

“Tidak mungkin menuntut ilmu orang yang pembosan, merasa puas jiwanya kemudian ia menjadi beruntung, akan tetapi ia harus menuntut ilmu dengan menahan diri, merasakan kesempitan hidup dan berkhidmat untuk ilmu, maka ia akan beruntung.”[3]

 

Yahya bin Abi Katsir rahimahullahberkata,

ولا يستطاع العلم براحة الجسد

“Ilmu tidak akan diperoleh dengantubuh yang santai (tidak bersungguh-sungguh)”[4]

 

@Laboratorium Klinik RSUP DR Sardjito, Yogyakarta tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com
 

[1] Al-wabilush shayyib hal 48, Darul Hadits, Koiro, cet. III, Syamilah

[2] Kitabul ‘ilmi syaikh ‘Utsaimin hal. 39, Darul Itqaan, Iskandariyah

[3]  Tadribur Rawi 2/584, Darut Thayyibah, Syamilah

[4] Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa fadhlihi  I/348 no.553, Darul Ibnu Jauzi, cet.I, 1414 H, syamilah

http://muslimafiyah.com/kajian-tematik-akbar-mengundang-ustadzulama-ternama-dan-pengajian-rutin.html

PENTINGNYA KAJIAN RUTIN

# Kajian TEMATIK Akbar Mengundang Ustadz/Ulama Ternama dan Pengajian RUTIN

-Alhamdulillah kita sangat gembira mulai banyak kajian akbar yang menunjukkan antusias beragama yang tinggi, ini cocok untuk me-recharge keimanan dan ilmu serta dakwah bagi kaum muslimin

-Tetapi bagi yang sudah "lama ngaji" sebaiknya jangan menuntut ilmu dengan datang kajian TEMATIK saja, bahkan mulai meninggalkan kajian RUTIN dgn kurikulum ringan walaupun seminggu sekali membahas kitab tertentu

Alhamdulillah kita sangat bergembira dan senang dengan semakin banyaknya kajian-kajian besar semacam tabligh akbar yang kami rasa semakin sering intensitasnya. Kita juga sangat bergembira jika ada ustadz atau ulama ternama dengan ilmunya yang masyaAllah serta akhlaknya yang bisa menjadi panutan, datang memberikan ilmu dan contoh akhlak mulia walaupun sebentar.

Intinya kita sangat bergembira bisa melihat langsung sosok dan teladan yang selama ini mungkin kita hanya membaca bukunya, mendengar kajiannya atau hanya menonton videonya. Jika dibandingkan dahulunya, bisa dibilang agak jarang kajian akbar dengan mengundang ustadz atau ulama ternama.

Memang pengajian akbar seperti ini sangat bagus. Sebuah taman surga dunia, rekreasi me-rechargekeimanan (asalkan niatnya ikhlas, bukan sekedar untuk kopdar, jualan, bisnis apalagi “cuci mata”). Sangat bagus juga bagi mereka yang baru mengenal hidayah dan bagi orang awam.

Tetapi yang perlu diperhatikan adalah bagi mereka yang sudah lama mendapat hidayah menuntut ilmu (udah ngaji beberapa tahun). Sebaiknya belajar agama jangan hanya pengajian akbar saja yang umumnya hanya TEMATIK, tetapi ingat juga kajian rutin, misalnya rutin setiap pekan terlebih terkurikulum membahas kitab tertentu sampai tuntas.

Beberapa Fenomena yang dinasehatkan oleh ustadz, agar kita menjauhinya (nasehat bagi yang sudah lama “ngaji”):
1. Sudah lama “ngaji” tapi jarang atau tidak pernah ikut pengajian rutin pekanan walaupun hanya sekali seminggu. Misalnya membahas kitab tauhid sampai selesai.

2. Kalau ada ustadz atau ulama ternama/terkenal datang, baru ikut kajian akbar dengan jumlah peserta yang banyak (inipun semoga ikhlas, bukan sekedar untuk kopdar, jualan, bisnis apalagi “cuci mata”). kalau tidak ada maka tidak kajian dan menuntut ilmu

3. Belajar agama sistem “semau gue”, sudah hanya tematik saja, itupun kalau senang sama ustadz dan ulama tertentu saja. Kalau bukan ustadz idolanya, agak malas. Atau kalau tema yang tidak ia terlalu senangi, maka tidak datang kajian.

Perlu diingat bahwa belajar agama itu sama dengan belajar ilmu dunia yang lainnya:

-Jika mau masuk Fakultas Kedokteran misalnya, perlu belajar kan? Masuk surga juga perlu belajar

-Belajar di kedokteran (misalnya), belajarnya dengan kurikulum mulai dari hal yang dasar. Maka sama belajar agama terkurikulum mulai belajar dari yang dasar semisal Tauhid-Aqidah dasar, fikh keseharian.

-Jika kuliah dikedokteran tidak ikut rutin kuliah atau bolong-bolong kuliah tentu kurang baik. Nah, begitu juga belajar agama, hanya belajar ketika ada kajian tematik saja, tentu hasilnya kurang maksimal.

-Jika kita belajar matematika tidak dari dasar, kemudian hanya ikut workshop tertentu saja (tematik), tentu sangat susah dan tidak menarik belajar dan menyelesaikan soal matematika. Tetapu bagi mereka yang menguasai dari dasar sanga menarik matematika. Soal terasa sebagai “makanan” yang siap dilahap dan merupakan tantangan.

Begitu juga belajar agama, jika belajarnya hanya kajian tematik saja (ingat ini bagi mereka yang sudah lama ngaji). Tentu hasilnya tidak maksimal dan tentu “kurang” terasa nikmatnya beragama dan “surga dunia”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

أن في الدنيا جنة من لم يدخلها لا يدخل جنة الآخرة

“Sesungguhnya di dunia ada surga, barangsiapa yang tidak memasukinya, maka ia tidak akan masuk surga di akhirat.”[1]

Tentu saja surga di dunia itu adalah kebahagiaan dengan petunjuk agama yang benar.

Hendaknya kita sebagai seorang muslim, apalagi yang notabenernya sudah lama “ngaji”

1. Belajar agama secara ta’shili(bertahap dan terkurikulum), tetapi istiqamah meskipun hanya seminggu sekali (masa’ sih untuk belajar agama benar-benar tidak ada waktu luang??) karena bisa jadi ada yang punya kesibukan dan amanah yang lebih penting. Jika bisa lebih dari sekali seminggu bahkan bisa mengatur waktu maka bisa lebih banyak

2. Belajar agamanya hendaknya dengan kitab/kurikulum dan bukan HANYA kajian tematik, atau kajian rutin tetapi tidak istiqamah.Bukan belajar “semau gue”, mau datang kajian bisa, tidak datang juga tidak masalah, belajar agama juga tidak sistematis atau belajar secara ta’siliy [belajar dari dasar] sehingga belajar agama terkesan berat dan membosankan dan tentu bukan ketenangan yang didapat.

3. Istiqamah ketika kajian rutin, tidak loncat-loncat pembahasannya dari kitab satu ke kitab yang lainnya. Sabar dalam menuntut ilmu agama.

Syaikh Muhammad Shalih bin Al-‘Utsaimin rahimahullahu berkata mengenai hal ini,

ألا يأخذ من كل كتاب نتفة، أو من كل فن قطعة ثم يترك؛ لأن هذا الذي يضر الطالب، ويقطع عليه الأيام بلا فائدة، فمثلاً بعض الطلاب يقرأ في النحو : في الأجرومية ومرة في متن قطر الندي، ومرة في الألفية. ..وكذلك في الفقه: مرة في زاد المستقنع، ومرة في عمدة الفقه، ومرة في المغني ، ومرة في شرح المهذب، وهكذا في كل كتاب، وهلم جرا ، هذا في الغالب لا يحصلُ علماً، ولو حصل علماً فإنه يحصل مسائل لا أصولاً

“Janganlah mempelajari buku sedikit-sedikit, atau setiap cabang ilmu sepotong-sepotong kemudian meninggalkannya, karena ini membahayakan bagi penuntut ilmu dan menghabiskan waktunya tanpa faidah,

misalnya:
sebagian penuntut ilmu memperlajari ilmu nahwu, ia belajar kitab Al-Jurumiyah sebentar kemudian berpindah ke Matan Qathrun nadyi kemudian berpindah ke Matan Al-Alfiyah..

Demikian juga ketika mempelajari fikih, belajar Zadul mustaqni sebentar, kemudian Umdatul fiqh sebentar kemudian Al-Mughni kemudian Syarh Al-Muhazzab, dan seterusnya.

Cara seperti Ini umumnya tidak mendapatkan ilmu, seandainya ia memperoleh ilmu, maka ia tidak memperoleh kaidah-kaidah dan dasar-dasar.”[2]

4. Sebagaimana kita bersusah payah dan bersabar belajar , menghapal dan memahami untuk ilmu dunia dan agar sukse ilmu dunia. Begitu juga dengan ilmu agama dan untuk masuk surga.

Yang namanya belajar baik ilmu dunia maupun akhirat tentu bersabar dan butuh perjuangan. Terlebih lagi ilmu agama yang mungkin tidak ada/sedikit  “keuntungan dunia” bagi sebagian orang yang kurang imannya.

Imam Syafi’i rahimahullah berkata,

لا يطلب هذا العلم من يطلبه بالتملل وغنى النفس فيفلح، ولكن من طلبه بذلة النفس، وضيق العيش، وخدمة العلم، أفلح

“Tidak mungkin menuntut ilmu orang yang pembosan, merasa puas jiwanya kemudian ia menjadi beruntung, akan tetapi ia harus menuntut ilmu dengan menahan diri, merasakan kesempitan hidup dan berkhidmat untuk ilmu, maka ia akan beruntung.”[3]

 

Yahya bin Abi Katsir rahimahullahberkata,

ولا يستطاع العلم براحة الجسد

“Ilmu tidak akan diperoleh dengantubuh yang santai (tidak bersungguh-sungguh)”[4]

 

@Laboratorium Klinik RSUP DR Sardjito, Yogyakarta tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com
 

[1] Al-wabilush shayyib hal 48, Darul Hadits, Koiro, cet. III, Syamilah

[2] Kitabul ‘ilmi syaikh ‘Utsaimin hal. 39, Darul Itqaan, Iskandariyah

[3]  Tadribur Rawi 2/584, Darut Thayyibah, Syamilah

[4] Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa fadhlihi  I/348 no.553, Darul Ibnu Jauzi, cet.I, 1414 H, syamilah

http://muslimafiyah.com/kajian-tematik-akbar-mengundang-ustadzulama-ternama-dan-pengajian-rutin.html

Jumat, 18 September 2015

SEMANGAT MENCARI NAFKAH

✔️ SEMANGAT MENCARI NAFKAH

Nafkah kepada keluarga lebih afdhol dari sedekah tathowwu’ (sunnah)

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ

“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen)” (HR. Muslim no. 995)

Imam Nawawi membuat judul untuk hadits ini, “Keutamaan nafkah bagi keluarga dan hamba sahaya, serta dosa bagi orang yang melalaikan dan menahan nafkahnya untuk mereka”. Dalam Syarh Muslim (7: 82), Imam Nawawi mengatakan, “Nafkah kepada keluarga itu lebih afdhol dari sedekah yang hukumnya sunnah”

Memperhatikan nafkah keluarga akan mendapat penghalang dari siksa neraka.

‘Adi bin Hatim berkata

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ

“Selamatkanlah diri kalian dari neraka walau hanya melalui sedekah dengan sebelah kurma”
(HR. Bukhari no. 1417)

So, jangan malas tuk mencari nafkah halal bagi keluarga, pahalanya sangat besar in syaa Allah.
Semangaat...

Barakallah fiikum.

�� Repost dari WA grup Islamadina "Pengusaha Muslim" 08778 2400 868, silahkan dibagi.

BAHAYA BERHUTANG DI DUNIA DAN AKHIRAT

✔️ BAHAYA BERHUTANG DI DUNIA DAN AKHIRAT.

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Di dalam kehidupan sehari-hari ini, kebanyakan manusia tidak terlepas dari yang namanya hutang piutang.
Sebab di antara mereka ada yang membutuhkan dan ada pula yang dibutuhkan.

Demikianlah keadaan manusia sebagaimana Allah tetapkan, ada yang dilapangkan rezekinya hingga berlimpah ruah dan ada pula yang dipersempit rezekinya, tidak dapat mencukupi kebutuhan pokoknya sehingga mendorongnya dengan terpaksa untuk berhutang atau mencari pinjaman dari orang-orang yang dipandang mampu dan bersedia memberinya pinjaman.

Dalam ajaran Islam, hutang-piutang adalah termasuk muamalah yang dibolehkan, tapi diharuskan untuk ekstra hati-hati dalam menerapkannya.

Karena hutang bisa mengantarkan seseorang ke dalam surga, dan sebaliknya jg bisa menjerumuskan seseorang ke dalam api neraka.

BAHAYA BERHUTANG SAMPAI MATI:

Meskipun berhutang itu boleh, hanya saja Islam menyuruh umatnya agar menghindari hutang semaksimal mungkin jika ia mampu membeli brg kebutuhannya dengan tunai atau ia tidak dalam keadaan kesempitan ekonomi.

Karena menurut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, hutang itu dapat menimbulkan pengaruh buruk dan bencana bagi pelakunya di dunia dan akhirat. Diantaranya :

1. Hutang merupakan penyebab kesedihan di malam hari, dan kehinaan di siang hari.

2. Hutang dapat membahayakan akhlaq. Maksudnya dapat menimbulkan perilaku yang buruk bagi orang yang suka (hoby) berhutang, seperti suka berdusta dan ingkar janji.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (yang artinya): “Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Al-Bukhari).

3. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah menolak mensholatkan jenazah seseorang yang diketahui masih memiliki hutang dan tidak meninggalkan harta untuk melunasinya.

4. Tanggungan Hutang Yang Dibawa Mati Tidak Akan Diampuni Oleh Allah Pada Hari Kiamat.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ

“Semua dosa orang yang mati syahid Akan diampuni (oleh Allah), kecuali hutangnya.” (HR. Muslim III/1502 no.1886, dari jalan Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu).

Dan juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah pernah berdiri di tengah-tengah para sahabat, lalu Beliau mengingatkan mereka bahwa Jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amalan yang paling afdhol (utama).

Kemudian berdirilah seorang sahabat, lalu bertanya :
“Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus dariku?”
Maka jawab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepadanya: “Ya, jika engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharapkan pahala, maju pantang melarikan diri.”
Kemudian Rasulullah bersabda: “Kecuali hutang (tidak akan diampuni/dihapuskan oleh Allah, pent), karena sesungguhnya Jibril ’alaihissalam menyampaikan hal itu kepadaku.” (HR. Muslim III/1501 no: 1885, At-Tirmidzi IV/412 no:1712, dan an-Nasa’i VI: 34 no.3157. dan di-shohih-kan oleh syaikh Al-Albani dalam Irwa-ul Ghalil no: 1197).

5. Orang Yang Mati Dalam Keadaan Memiliki Hutang Akan Terhalang Dan Tertunda Dari Masuk Surga.

Hal ini berdasarkan hadits shohih yang diriwayatkan dari Tsauban, mantan budak Rasulullah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

« مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ »

“Brgsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya (baca: meninggal dunia) dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya ia akan masuk surga, yaitu:

(1) Bebas dari sombong,
(2) Bebas dari khianat, dan
(3) Bebas dari tanggungan HUTANG.”

(HR. Ibnu Majah II/806 no: 2412, dan At-Tirmidzi IV/138 no: 1573. Dan di-shohih-kan oleh Syeikh Al Albani)

( AD-DIINU AN-NASHIIHAH )

Barakallah fiikum.

�� Repost dari WA grup Islamadina "Pengusaha Muslim" 08778 2400 868, silahkan berbagi.

Kamis, 17 September 2015

MENCONTEK SPIRITUALITAS GOOGLE

MENCONTEK SPIRITUALITAS GOOGLE

By Rio Beni Arya

Jadi…kenapa sebenarnya Google tidak membuat sebuah teknologi PC (Personnal Computer) atau membuat sebuah Operating System untuk sebuah PC atau Laptop? Saya bertanya tentang itu kepada seorang rekan saya yang kebetulan dulu pernah bekerja di Nokia. Saat dia masih di negara asalnya, China.

Mengetahui fakta bahwa rekan saya ini dulunya pernah bekerja di NOKIA, pembicaraan kami sepanjang jalanan dari Balikpapan menuju Kutai Kartanegara pagi itu diwarnai dengan diskusi ngalor ngidul, dimulai dari kenapa NOKIA tidak memasang Android pada Operating Systemnya, kenapa malah Windows Mobile? Lalu cerita tentang kebangkrutan NOKIA, lalu menyambar pada cerita tentang raksasa teknologi Google.

Banyak hal menarik yang dia ceritakan mengenai Google, tetapi satu hal mengenai pertanyaan saya di atas tadilah yang kemudian menjadi tema menarik kami sepanjang perjalanan.

Kenapa Google tidak membuat Operating System sendiri untuk sebuah PC atau LAPTOP, atau kenapa malah Google tidak merambah bisnis PC?

Lalu rekan saya ini menjelaskan dalam bahasa inggris yang pekat dengan logat China-nya. Ini saya baru tahu sekarang. Menurut dia, ada dua pendekatan besar dalam dunia teknologi komputer.

Pendekatan pertama, adalah golongan yang percaya bahwa trend di masa depan adalah personnal computer. Maksudnya, di masa depan, sebuah komputer haruslah menjadi semakin canggih, semakin complicated, dan mempunyai resource atau kemampuan perangkat yang semakin hebat. Apa sebab, sebabnya adalah sebuah aplikasi akan semakin canggih dan untuk menjalankannya butuh resource dan kemampuan dahsyat. Pada golongan inilah berada IBM dan kawan-kawannya.

Pada sisi yang berseberangan, adalah ORACLE. Yang berpendapat bahwa bukan sebuah PC yang harus menjadi semakin kompleks, melainkan sebuah server. Server, haruslah sangat digdaya, sedangkan sebuah PC atau LAPTOP hanya menjadi corong input dan display dari data yang diolah server. Tetapi, sebuah PC itu bisa tersambung ke server.

Tak ingin berpanjang lebar menceritakan tentang teknologi yang saya sendiri tak paham benar, tetapi ide itulah yang ternyata kemudian dipakai oleh Google.

Google tak membuat PC, juga tak terlalu getol membuat operating system, karena Google percaya, bahwa trend masa mendatang adalah CLOUD COMPUTING, dimana orang-orang akan semakin tergantung kepada server.

Sederhananya, seseorang hanya butuh komputer atau perangkat dengan kemampuan kelas medium, asalkan bisa input data, dan bisa display, dan ini yang paling penting “Terhubung dengan internet”.

Maka kita cobalah lihat semua produk Google. Ada Google maps. Google satelite. Google sky. Street view. Dan segala macam produk Google lainnya kesemuanya bisa dijalankan pada komputer kelas menengah, atau rendah, asalkan punya network yang kencang. Dan Google membuat browser hebat untuk menjadi corong display dan inputnya, yaitu Chrome.

Coba kita bayangkan, seandainya, semua kemampuan google maps, semua bank data Google maps, semua kecanggihan grafik Google maps itu harus disimpan pada sebuah PC, kita butuh PC seberapa dahsyat? PC kelas rendah sampai menengah tak akan sanggup menjalankan aplikasi itu. Tetapi, karena segala perhitungan dan algoritma google maps dijalankan oleh server, dan PC hanya menjadi display saja lewat browser, maka aplikasi yang sejatinya begitu kompleks itu terasa sangat ringan. Bahkan handphone bisa membukanya. Sekali lagi, hanya jika kita punya koneksi internet yang cepat dan stabil.

Wah, ini hal yang sangat menarik dan membuka mata saya. Saya mengucapkan terimakasih kepada rekan saya itu. Lalu tiba-tiba saya terfikir tentang sesuatu.

“You know what,” Saya sampaikan padanya, bahwa saya teringat tentang sebuah wejangan yang hampir analog dengan cerita dia barusan.

Sepertinya, saya tahu bagaimana mengaplikasikan strategi Google dalam kehidupan sehari-hari.

Rekan saya itu tertarik dan bertanya, bagaimana caranya?

Saya katakan padanya. Kita ini, setiap hari berhadapan dengan berbagai macam masalah dan perhitungan yang sangat kompleks. Masalah pekerjaan. Masalah rumah tangga. Masalah ekonomi. Dan segala macam masalah.
Dan pendekatan kita dalam mengatasi masalah itu selama ini adalah seperti golongan IBM yang merasa harus mengatasi segala masalahnya sendiri.

Akibatnya, kita harus memiliki PC yang demikian kompleks. Kita membebani diri kita sendiri. Sedangkan, hampir kita bisa katakan bahwa mungkin lebih dari sembilan puluh sembilan persen kejadian di dalam hidup ini tak bisa kita kontrol sama sekali, dan setiap kejadian akan berkelindan dengan kejadian lainnya yang saling mempengaruhi dalam hidup ini.

Jika kita ingin menghadapi semua masalah dengan perhitungan kita sendiri, maka kita bisa gila dan depresi. Apa pasal? Perhitungannya luar biasa kompleks.

Maka sebaiknya, kita tiru google. Sebenarnya kita hanya perlu kemampuan input data, dan kemampuan untuk display saja. Selebihnya, biarkan kalkulasinya dijalankan oleh server. Yang Maha Kuasa. Maka hidup kita akan menjadi lebih ringan.

Saya jadi teringat kembali dengan salah satu kutipan bijak dari aforisma Al-Hikam. “istirahatkan dirimu dari tadbir” kata Sang Bijak Ibnu Athoillah.

Apa itu tadbir? Tadbir adalah memastikan hasil usaha. Menghitung-hitung seandainya saya melakukan aksi begini, maka hasilnya PASTI begini.

Just do your part. Input datanya. Dan selebihnya biarkan Sang Maha Server –meski kita tahu tak ada umpama bisa menjelaskannya– yang mengaturnya.

Satu hal saja yang harus kita benar-benar jaga, yaitu “network”, koneksi yang sangat kencang dan stabil pada Sang Maha Server.