Senin, 19 Desember 2016

Pemerintah

Wahai Ikhwah

Hentikan keluhanmu terhadap pemerintahan......sudahkah kau lakukan tugasmu sebagai warga negara yang baik........

Karna tidak mungkin memimpin gerombolan tikus kecuali seekor tikus..... bukankah Allah maha adil kalian akui.....tidak mungkin memimpin gerombolan singa kecuali seekor singa... bukankah Allah maha adil....

KENAPA KALIAN MENDAPATI PEMERINTAHAN YANG DEMIKIAN KARNA MEMANG BERANGKAT DARI RAKYAT YANG DEMIKIAN....ITULAH KEADILAN ALLAH DI ATAS ALAM SEMESTA..

Diriwayatkan oleh Abu as-Syeikh dari Manshûr bin Abi al-Aswad, ia berkata, “Aku bertanya kepada al-A’masy tentang firman Allâh Azza wa Jalla :

وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Dan demikianlah kami jadikan sebagian orang yang zhalim sebagai pemimpin bagi sebagian yang lain disebabkan amal yang mereka lakukan.” [Qs Al An’am: 129]

Apa yang kau dengar dari perkataan mereka tentang ayat ini? Ia menjawab, “Aku mendengar mereka berkata, ‘Jika manusia sudah rusak maka mereka akan dipimpin oleh orang-orang jahat mereka”[Sirâjul Mulûk (2/467)]

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah menyapaikan sebuah pesan yang sangat menyentuh, seakan belum pernah ada pesan ahli ilmu yang lebih menyentuh dari itu. Beliau rahimahullah mengatakan, “Renungilah hikmah Allâh Azza wa Jalla yang telah memilih para raja, penguasa dan pelindung umat manusia berdasarkan perbuatan rakyatnya, bahkan seakan perbuatan rakyat tergambar dalam perilaku pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat istiqamah dan lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun jika rakyat berbuat zhalim, maka penguasa mereka juga akan berbuat zalim pula. Jika menyebar tindakan penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula pemimpin mereka. Jika rakyat bakhil dan tidak menunaikan hak-hak Allâh Azza wa Jalla yang ada pada mereka, maka para pemimpin juga akan bakhil dan tidak menunaikan hak-hak rakyat yang ada pada mereka. Jika dalam bermuamalah, rakyat mengambil sesuatu yang bukan haknya dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka juga akan mengambil sesuatu yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan berbagai beban tugas yang berat. Semua yang diambil oleh rakyat dari orang-orang lemah maka akan diambil paksa oleh para pemimpin dari mereka. Jadi (karakter) para penguasa itu tampak jelas pada prilaku rakyatnya.

Jelas bukan hikmah ilahiyah, mengangkat penguasa bagi orang jahat dan buruk perangainya kecuali dari orang yang sama dengan mereka.

Ketika masa-masa awal Islam berisi generasi terbaik, maka demikian pula pemimpin-pemimpin kala itu. Ketika rakyat mulai rusak, maka pemimpin mereka juga mulai rusak. Jelas tidak sejalan dengan hikmah Allâh, (jika) pada zaman ini kita dipimpin oleh pemimpin yang seperti Mu’âwiyah dan Umar bin Abdul Aziz rahimahullah , apalagi dipimpin oleh pemimpin sekelas Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan Umar Radhiyallahu anhu. Akan tetapi pemimpin kita itu sesuai dengan kondisi kita. Begitu pula pemimpin orang-orang sebelum kita sesuai dengan kondisi rakyat pada saat itu. Masing-masing dari kedua hal tersebut merupakan sebab akibat dan tuntunan hikmah Allâh Azza wa Jalla .

Orang yang punya kecerdasan, apabila merenungkan masalah ini, maka dia akan menemukan bahwa hikmah ilahiyah itu senantiasa berjalan seiring dengan qadha’ dan qadar, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, begitulah pula dalam masalah penciptaan dan perintah agama. Jangan sampai Anda menduga dan menyangka bahwa ada diantara qadha dan taqdir Allâh yang tidak mengandung hikmah. Bahkan semua qadha dan qadar Allâh itu terjadi sesuai dengan hikmah dan kebenaran yang paling sempurna. Tetapi, karena keterbatasan dan kelemahan akal manusia, sehingga mereka tidak sanggup memahaminya, sebagaimana mata kelelawar karena lemahnya ia tidak sanggup melihat sinar matahari. Akal-akal yang lemah ini, apabila berjumpa dengan kebatilan, akan menerima dan menyebarkannya, sebagaimana kelelawar yang terbang dan pergi saat kegelapan malam telah datang.

Cahaya siang menyilaukan pandang kelelawar
Pantas jika ia ditemani oleh gelap malam yang gulita”[HR. Muslim (1847)].

Abu Abdillah Muhammad Al-Atsariy