Memilih selingkuh atau tetap setia.
Roda sejarah akan terus berputar sedangkan para pengukir sejarah akan silih berganti datang dan pergi. Dahulu dinyatakan
لكل قوم وارث
Setiap kelompok manusia pasti memiliki generasi penerusnya.
Karena kodrat ilahi telah tetap bahwa kebenaran dan kebatilan akan terus berseteru, sejalan dengan putaran roda sejarah. Kadang kebenaran berada di atas, dan di lain kesempatan kebatilanlah yang berada di atas putaran.
Andai kebenaran selalu berada di atas, niscaya perjuangan dan pengorbanan kehilangan arti, karena seluruh ummat manusia telah beriman. Sebaliknya andai kebatilan selalu kalah dan binasa, niscaya tiada seorangpun yang kelak akan menghuni neraka. Allah Ta’ala berfirman:
إِن يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهُ وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَاء وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ الظَّالِمِينَ {140} وَلِيُمَحِّصَ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ
Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang lalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir. (Ali Imran 140-141)
Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa ada surga dan ada pula neraka, dan keduanya akan dihuni oleh banyak manusia. Karenanya wajar bila orang orang yang telah ditakdirkan menjadi penghuni keduanya berjibaku menuju ke pintunya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkisah bahwa seusai Allah menciptakan surga, Allah berfirman kepada malaikat Jibril: Pergilah dan saksikanlah surga. Maka Malaikat Jibril segera pergi menyaksikan surga beserta berbagai kenikmatan di dalamnya yang telah Allah siapkan untuk para penghuninya. Kemudian Malaikat Jibril kembali mengahadap Allah dan berkata: Wahai Rabku, Sungguh demi kemulian-Mu, tidaklah ada seorangpun yang mengetahui perihal surga melainkan ia pasti masuk ke dalamnya. Selanjutnya jalan jalan ke surga dipenuhi dengan rintangan (hal hal yang tidak menyenangkan)
Selanjutnya Allah kembali berfirman kepada Malaikat Jibril: Pergilah dan saksikan surga untuk kedua kalinya. Segera Malaikat Jibril pergi menyaksikan surga untuk kedua kalinya, dan kemudian ia kembali dan berkata: Wahai Rabku! Sungguh demi kemulian-Mu, sekarang aku sangat kawatir tidak seorangpun yang bisa masuk ke surga.
Dan seusai Allah menciptakan neraka, Allah memerintahkan Malaikat Jibril: Pergilah dan saksikan neraka. Maka Malaikat Jibril segera pergi menyaksikan neraka. Seusai menyaksikan neraka Malaikat Jibril kembali mengahadap Allah dan berkata: Wahai Rabku, Sungguh demi kemulian-Mu, tidaklah ada seorangpun yang mengetahui perihal neraka kemudian ia tetap terjerumus masuk ke dalamnya. Selanjutnya jalan jalan ke neraka dipenuhi dengan syahwat (hal hal yang menyenangkan).
Selanjutnya Allah kembali memerintahkan Malaikat Jibril: Pergilah dan saksikan neraka untuk kedua kalinya. Segera Malaikat Jibril pergi menyaksikan neraka untuk kedua kalinya, dan kemudian ia kembali dan berkata: Wahai Rabku! Sungguh demi kemulian-Mu, sekarang aku sangat kawatir tidak lagi tersisa seorangpun melainkan ia akan terjerumus masuk ke neraka. (At Tirmizy)
Fakta ini berlaku pada semua urusan, baik dalam sekala individu maupun kelompok dan masyarakat luas. Jalan menuju ke surga baik surga dunia dan akhirat dipenuhi dengan tantangan dan perjuangan. Namun keberadaan tantangan tersebut bukan berarti sukses dunia dan akhirat mustahil diwujudkan. Sejarah telah membuktikan bahwa sukses dunia dan akhirat adalah nyata, dan selalu dapat diwujudkan oleh orang orang yang beriman.
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى {131} وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (Thaha 131-132)
Sebaliknya adanya kesenangan yang menggoda di setiap jalan ke neraka bukan berarti kesenangan akan terus menerus abadi. Fakta sejarah telah bersaksi bahwa kebinasaan dan derita dunia dan akhirat pasti menjadi akhir dari setiap langkah pelaku kemaksiatan. Allah Ta’ala berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (An Nur 55)
Sebagai bentuk implementasi langsung dari ketetapan Allah di atas, adalah setiap kemaksiatan akan berujung pada kebinasaan dan derita.
فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُواْ بِمَا أُوتُواْ أَخَذْنَاهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ {44} فَقُطِعَ دَابِرُ الْقَوْمِ الَّذِينَ ظَلَمُواْ وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. Maka orang-orang yang lalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (Al An’am 44-45)
Sebagai contohnya nyata, bisa jadi riba pada satu periode membawa manfaat, diantaranya pertumbuhan yang begitu pesat. Namun demikian, pertumbuhan yang begitu pesat itu kehilangan aspek penting bagi kelangsungan hidup manusia, yaitu keselamatan. Ya, dengan riba bisa saja ekonomi tumbut pesat, namun faktanya tidak selamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِ الرِّبَا وَإِنْ كَثُرَ فإِنَّ عاقبتَه تصيرُ إِلى قُلِّ
Walaupun pada suatu masa, riba bisa berlipat ganda, namun pejalanannya pasti berakhir pada kehancuran. (Ibnu Majah dan Al Baihaqy)
Dalam banyak urusan aspek keselamatan yang mengandung konsekwensi stabilitas, sering kali lebih penting dibanding percepatan. Dan aspek ini nampak nyata pada prinsip syari’ah dalam penggunaan mata uang, yang dipertahankan sebagai alat bantu untuk memutar roda ekonomi bukan sebagai salah satu produk ekonomi. Karenanya, dalam syari’at Islam, pertukaran mata uang diatur sedemikian rupa untuk mempertahankan fungsinya sebagai alat bantu. Bila mata uang dinar -misalnya- ditukarkan dengan sesama dinar, maka harus memenuhi dua persyaratan:
1. Sama nilai
2. Secara tunai.
Bila uang dinar dipertukarkan dengan uang dirham, maka harus dilakukan secara tunai, sehingga terjadi serah terima fisik uang pada saat akad, tanpa ada yang tertunda sedikitpun.
Ketentuan hukum ini berlaku pula pada mata uang kartal ataupun uang elektronik yang berlaku saat ini. Dengan demikian, perputaran uang tidak mengancam sektor industri barang dan jasa yang merupakan obyek utama ekonomi. Sebagaimana perputaran uang dapat dikendalikan agar senantiasa sejalan dengan laju produksi barang dan jasa.
Hal ini penting dilakukan demi menjaga stabilitas ekonomi, karena hingga saat ini tidak seorangpun yang makan atau minum atau mengendarai uang, namun dengan uang ia bisa makan, minum dan memiliki kendaraan atau kebutuhan lainnya. Semua itu bukti nyata bahwa manusia bisa bertahan hidup walau tanpa uang, namun manusia tidak akan pernah bisa bertahan hidup tanpa barang dan jasa.
Krisis ekonomi yang pernah melanda negri kita menjadi salah satu bukti yang masih segar dalam ingatan kita, sebagaimana kondisi ekonomi dunia saat ini juga patut menjadi buktinya. Di saat para pelaku ekonomi di sektor riil sedang jatuh bangun akibat dari pandemi covid-19, kalkulator riba terus berjalan menghitung bunga hingga berlipat ganda sebagaimana telah dikabarkan dalam Al Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ {130} وَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ {131} وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.(Ali Imran 130-132)
Riba bukan hanya berlipat ganda, namun juga menjadi menjadikan sendi sendi ekonomi akan berada di tangan segelintir orang saja. Sedangkan amyoritas masyarakat, maka mereka akan terus menjadi korban eksploitasi kaum kapital yang di setiap masyarakat jumlahnya hanya segelintir saja.
Tidak perlu jauh jauh mencari bukti, negri kita yang subur makmur, saat ini perekonomiannya telah berada dalam genggaman segelintir orang saja. Melalui lembaga perbankan dan perkreditan ribawi yang mereka dirikan, telah berhasil menyedot mayoritas kekayaan masyarakat.
Kondisi ini tentu sangat bertentangan dengan syari’at islam yang mengehendaki terjadinya pemerataan kesempatan hidup. Karenanya Islam mensyari’atkan berbagai instrumen yang berfungsi untuk memastikan terjadinya pemerataan tersebut. Syari’at zakat, infak, sedekah, wakaf, kafarat, nafkah, warisan, hukum hukum rampasan perang dan lainnya telah terbukti efektif menjamin terjadinya pemerataan ekonomi kepada seluruh lapisan masyarakat. Allah Ta’ala berfirman:
مَّا أَفَاء اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al Hasyer 7)
Patut dicatatkan bahwa riba tidak akan sirna, namun riba selalu saja berujung pada kekacauan dan kehancuran. Sebaliknya ummat Islam juga tidak selamanya setia kepada syariat Islam. Bisa saja ummat islam selingkuh dengan sistem ekonomi dan berbagai teori ekonomi produk akal manusia. Sebagai orang yang beriman, sepatutnya kita introspeksi diri, akankah kita setiap dengan syari’at agama yang kita imani, ataukah kita t ergoda untuk selingkuh dengan selainnya?
Pena sejarah akan menulis dan lembar amal yang ada di tangan malaikat juga akan selalu mencatat apakah kita setia kepada syari’at agama ataukah kita tergoda untuk berselingkuh dengan selainnya. Dan pada saatnya nanti, masing masing kita akan mempertanggung jawabkan keputusannya di hadapan Allah Ta’ala, untuk kemudian menuai hasil dari kesetiaan atau perselingkuhan kita semasa di dunia.
Bujuk rayu riba bisa saja terdengar syahdu, namun sebagai orang yang beriman, seruan nurani dan iman pastilah lebih merdu dan indah untuk didengarkan untuk tetap setia kepada syari’at Allah dan Rasul-nya. Wallahu a’alam bisshawab.
DR.M.Arifin Badri
Revisi Doa.ربي اغفرلي ولوالدي ..../ربنا اغفرلنا ولوالدينا