*BERSIHKANLAH WADAH ILMU YAITU HATI*
*Tolak ukur ilmu* sebenarnya bukan kecerdasan, bukan cepat lambatnya menghafal, bukan banyak sedikitnya hafalan.
Tapi ilmu diukur dari keindahan hati.
_Sudahkah hatinya terhiasi oleh cinta dan penghormatan kepada Allah dan Rasul-Nya? Sudahkah hatinya terwarnai oleh takut kepada murka dan siksa Allah? Sudahkah ilmu yang dia peroleh menjadikan hatinya ikhlas dalam setiap langkah ibadahnya?_
Karena kalau kita resapi firman Allah dan petuah-petuah para wali Allah seperti para sahabat, maka kita akan tahu bahwa sebenarnya *_ilmu ini adalah amalan hati._*
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّـهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
*_“Sesunggunya hamba Allah yang paling takut kepadanya adalah ulama (orang-orang berilmu)”._*
(QS. Fatir: 28).
Ibnu Mas’ud رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ mengatakan,
_*"Cukuplah rasa takut kepada Allah adalah ilmu, dan cukuplah merasa aman dari azab Allah adalah kebodohan.* Ilmu itu bukan pada *banyaknya hafalan* (riwayat), akan tetapi ilmu itu adalah *khasyyah (rasa takut kepada Allah)"*._
(Al-Fawa'id, Ibnu Qayyim Al Jauziyah)
Noda hati sangat banyak. Namun, bila kita kerucutkan noda-noda itu sumbernya dua ini yaitu *_noda syahwat dan noda syubhat._*
*Syubhat* akan membuat seorang berada dalam lingkaran setan sementara dia tidak sadar. Bahkan sampai tahap dia menyangka berada dalam kebenaran, padahal tidak. *_Sehingga ilmu yang bermanfaat itu akan sangat sulit masuk._*
Allah ﷻ berfirman,
أَفَمَن كَانَ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّهِ كَمَن زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُم
_“Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Rabbnya sama dengan *orang yang (shaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?”.*_
(QS. Muhammad: 14).
_*“Orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah beralasan,*_
*_“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”._*
_Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya”._
(QS. Az-Zumar: 3).
*Syahwat,* penyakit inilah yang akan mendorong seorang berbuat maksiat. Melihat kepada yang haram, berdusta, ghibah, menfitnah, dengki, mengadu domba, berjudi dan seluruh maksiat, sumbernya di syahwat *_sehingga susah untuk menyerap ilmu. Karena dosa-dosa akan mempergelap hati._*
Allah Ta’ala berfirman,
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
*_“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka”._*
(QS. Al Muthaffifin: 14).
Makna ayat di atas diterangkan dalam hadits berikut.
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ﷺ beliau bersabda,
_*“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan.* Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’”._
(HR. Tirmidzi).
Antara dua noda di atas, noda syubhat lebih parah dalam mempergelap hati daripada noda syahwat. *_Karena hati yang mengidap penyakit syubhat akan susah bertaubat, karena bahkan seringkali mereka mengira berada di atas kebenaran. Berbeda dengan hati yang mengidap penyakit syahwat ia akan lebih mudah bertaubat, karena nalurinya tetap menyadarkan bahwa yang dia lakukan adalah salah._*
Oleh karena itu iblis lebih semangat menyesatkan manusia melalui pintu syubhat daripada pintu syahwat meski memang keduanya adalah keburukan.
Semoga bermanfaat.
إِنْ شَاءَ اللّٰهُ
8 Rabiul Akhir 1440H/15 Des 2018M
#UstAhmadAnshori
@muslim.or.id