Selasa, 28 Mei 2019

KECANDUAN

*📚 F a e d a h :*

*KECANDUAN DOSA BISA BERUJUNG SUUL KHATIMAH*

Al Imam Ibnu Rajab -rahimahullah- berkata :

قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي رَوَّادٍ : حَضَرْتُ رَجُلًا عِنْدَ الْمَوْتِ يُلَقَّنُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَقَالَ فِي آخِرِ مَا قَالَ: هُوَ كَافِرٌ بِمَا تَقُولُ، وَمَاتَ عَلَى ذَلِكَ، قَالَ فَسَأَلْتُ عَنْهُ، فَإِذَا هُوَ مُدْمِنُ خَمْرٍ.

Abdul Aziz bin Abu Rowad berkata, “Aku telah menghadiri seseorang saat sekaratul mautnya, lalu ditalqin dengan kalimat Laa Ilaha Illallah, maka akhir yang diucapkannya, ia kufur terhadap apa yang engkau ucapkan tersebut dan ia pun mati diatas keadaan  itu. Maka aku bertanya tentangnya, dan ternyata dia adalah orang yang kecanduan minuman keras”

فَكَانَ عَبْدُ الْعَزِيزِ يَقُولُ: اتَّقُوا الذُّنُوبَ، فَإِنَّهَا هِيَ الَّتِي أَوْقَعَتْهُ. وَفِي الْجُمْلَةِ: فَالْخَوَاتِيمُ مِيرَاثُ السَّوَابِقِ، فَكُلُّ ذَلِكَ سَبَقَ فِي الْكِتَابِ السَّابِقِ، وَمِنْ هُنَا كَانَ يَشْتَدُّ خَوْفُ السَّلَفِ مِنْ سُوءِ الْخَوَاتِيمِ، وَمِنْهُمْ مَنْ كَانَ يَقْلَقُ مِنْ ذِكْرِ السَّوَابِقِ.

Abdul Aziz (juga) berkata, 'Takutlah akan dosa karena dialah yang telah menjatuhkan mu (dalam kebinasaan), Secara umum penutup penutup amal pastilah merupakan akibat dari amal amal perbuatan yang telah lalu, dan semua itu telah didahului oleh ketetapan didalam catatan lauhul mahfudz, dan karena itulah para Salafus shalih sangat takut kepada penutup penutup amal yang buruk, sehingga diantara mereka ada yang gundah dengan amal amal yang telah mereka lakukan sebelumnya.

وَقَدْ قِيلَ: إِنَّ قُلُوبَ الْأَبْرَارِ مُعَلَّقَةٌ بِالْخَوَاتِيمِ، يَقُولُونَ: بِمَاذَا يُخْتَمُ لَنَا؟ وَقُلُوبُ الْمُقَرَّبِينَ مُعَلَّقَةٌ بِالسَّوَابِقِ، يَقُولُونَ: مَاذَا سَبَقَ لَنَا.

Dikatakan hati orang orang yang baik tertambat pada amal amal penutup. Mereka biasa mengatakan, “Dengan apa amalan amalan kita akan ditutup?”, lalu hati hati orang yang didekatkan kepada Allah tertambat kepada amal amal yang telah lalu, mereka berkata, “amal apa saja yang telah kita lakukan?”

KETAKUTAN PARA SALAF AKAN SUUL KHATIMAH

وَكَانَ سُفْيَانُ يَشْتَدُّ قَلَقُهُ مِنَ السَّوَابِقِ وَالْخَوَاتِيمِ، فَكَانَ يَبْكِي وَيَقُولُ: أَخَافُ أَنْ أَكُونَ فِي أُمِّ الْكِتَابِ شَقِيًّا، وَيَبْكِي، وَيَقُولُ: أَخَافُ أَنْ أُسْلَبَ الْإِيمَانَ عِنْدَ الْمَوْتِ.

Sufyan As Tsauri senantiasa gundah dengan amal amal perbutan yang telah beliau lakukan dan juga gundah dengan penutup penutup amal, maka beliau kadang menangis dan berkata, 'Aku khawatir kalau aku tercatat di lauhul mahfudz sebagai orang yang celaka'. Dan beliau juga kadang menangis dan berkata, 'Aku khawatir iman akan dicabut dari diriku ketika kematian menjelang'

وَمِنْ هُنَا كَانَ الصَّحَابَةُ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ يَخَافُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمُ النِّفَاقَ وَيَشْتَدُّ قَلَقُهُمْ وَجَزَعُهُمْ مِنْهُ، فَالْمُؤْمِنُ يَخَافُ عَلَى نَفْسِهِ النِّفَاقَ الْأَصْغَرَ، وَيَخَافُ أَنْ يَغْلِبَ ذَلِكَ عَلَيْهِ عِنْدَ الْخَاتِمَةِ، فَيُخْرِجُهُ إِلَى النِّفَاقِ الْأَكْبَرِ، كَمَا تَقَدَّمَ أَنَّ دَسَائِسَ السُّوءِ الْخَفِيَّةِ تُوجِبُ سُوءَ الْخَاتِمَةِ،

Inilah sebabnya para Sahabat dan As Salafus Shalih yang datang setelah mereka, takut kemunafikan mendera diri mereka, sehingga mereka sangat gundah dan takut karenanya. Karena itu, orang mu’min khawatir sekali bila kemunafikan yang kecil menghinggapi dirinya, lalu kemunafikan yang kecil itu akan mendominasi dirinya ketika kematian menjelang, sebagai mana yang telah disinggung bahwa keburukan keburukan yang tersembunyi dapat menyebabkan penutup hidup yang buruk.

DO'A AGAR DI TEGUHKAN DIATAS HIDAYAH

وَقَدْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ فِي دُعَائِهِ: " «يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ " فَقِيلَ لَهُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ آمَنَّا بِكَ وَبِمَا جِئْتَ بِهِ، فَهَلْ تَخَافُ عَلَيْنَا؟ فَقَالَ: " نَعَمْ إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا كَيْفَ شَاءَ» وَفِي هَذَا الْمَعْنَى أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ.

Nabi shalallahu alaihi wasallam sendiri sering kali mengucapkan dalam doanya, “Wahai Dzat yang membolak balikan hati, teguhkan hatiku diatas agama Mu. Hingga pernah ditanyakan kepada beliau, wahai nabiyullah kami beriman kepada engkau dan kepada ajaran yang engkau bawa, maka apakah engkau khawatir kepada kami ? maka beliau bersabda, “Iya karena sesungguhnya hati manusia itu berada diantara dua jari Allah ‘Azza wajalla yang Dia bolak balikan sebagaimana yang Dia kehendaki. Dan hadits yang semakna dengan ini sangatlah banyak. (Dinukil dari Jaami'ul 'Ulum Wal Hikam, karya ibnu Rojab al Hanbali -rahimahullah-)

*✍ Abu Ghozie As Sundawie*

Senin, 20 Mei 2019

MENGENAI KONDISI POLITIK KINI

*Harapan & Uneg-Uneg Mengenai Kondisi Politik Kini*

*Oleh:* _Ustadz Abu Ubaidah as-Sidawy_

Bismillah. Melihat situasi politik akhir-akhir ini,  izinkanlah kami menuangkan uneg-uneg kami yang menginginkan keamanan dan kedamaian negeri ini.

1. Kepada para penyelenggara Pemilu,  hendaknya kalian takut kepada Allah, dan berani untuk jujur, adil dan amanah,  jangan sekali-kali berbuat curang dan berkhianat,  karena ketidakjujuran adalah sumber kerusakan & kekacauan. 
Takutlah kepada Allah & jangan takut kepada selainNya.  Ingatlah bahwa kalian semua akan berdiri dalam pengadilan Allah di akherat.  Ingatlah bahwa dunia ini hanyalah sesaat.

2. Kepada pemerintah,  aparat kepolisian,  dan tentara Indonesia,  hendaknya melaksanakan tugasnya untuk menjaga stabilitas keamanan negeri ini dan mengayomi rakyat dg penuh keikhlasan dan kesabaran. 
Janganlah kalian menyalahgunakan wewenang yang dipikulkan di pundak kalian, sehingga ada satu nyawa yang hilang sia sia.
Ingatlah senjata yang dititipkan kepada kalian akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Ingatlah bahwa Jabatan dan tahta dunia hanyalah sementara sedangkan akherat lah yang kekal nan abadi.

3. Kepada rakyat indonesia semuanya, hendaknya kita mengerem diri dari emosi dan tidak terpancing provokasi.
Janganlah gegabah dalam bertindak sehingga terjadi hal-hal yang akan kita tangisi dan sesali di kemudian hari.
Ingatlah bahwa kita sekarang di bulan suci yang mengajarkan kita untuk pandai mengendalikan diri. Sungguh,  bersabar atas kedzaliman pemimpin jauh lebih baik daripada hilangnya nyawa dan tertumpahnya darah.

4. Untuk para elit,  para tokoh,  para ulama dan kyai,  mari kita sejukkan suasana negeri dan jangan menyalakan api provokasi.
Marilah kita merangkul pemerintah,  penyelenggara dan oposisi untuk duduk bersama menjaga kedamaian negeri.

5. Marilah kita sibukkan diri kita semua dengan banyak ibadah di bulan suci ini terutama doa.  Marilah kita semua banyak berdoa kepada Allah agar menjaga negeri ini dari segala fitnah dan kerusakan,  sebagaimana kita berdoa kepada Allah agar memilihkan pemimpin yang terbaik untuk kita.

Intinya,  harapan saya kepada para pemerintah dan penyelenggara untuk menegakkan keadilan dan kejujuran dan kepada rakyat untuk bersabar dan tidak terprovokasi. Semua itu demi keamanan di negeri ini.

Ini hanyalah coretan dan goresan yang keluar dari hati tulus seorang hamba yang menginginkan kebaikan untuk negeri ini. 
Abaikan tulisan ini jika anda tidak setuju dan share jika anda menyetujuinya.

SHOLAT DENGAN 1 KAKI

بسم الله
#Kisah Mengharukan oleh Syaikh...

Oleh : Ustadz Abu Irbadh hafizahullah.

Terlalu banyak faedah yg bisa dipetik dari pelajaran "AsSyaikh 'Abddurrazak bin Abdul Muhsin  Al Badr Hafizahullah" pada hari ini (Ahad, 7 Ramadhan 1440 H ) , namun saya ingin berbagi faedah yang sangat mengharuhkan sampai - sampai sang qory ( yang bertugas membaca kitab yg sementara disyarah/dijelaskan oleh syaikh ) menangis lalu kemudian syaikh menutup majlisnya karena sang qory tidak bisa melanjutkan bacaannya.
Apa yang membuat sang qory terharu dan menangis bahkan hampir seluruh orang yang hadir menangis...???

Ceritanya adalah sebagai berikut :

Ditengah-tengah penjelasan AsSyaikh tentang firman Allah yang mengabadikan ucapan nabi Sulaiman dalam Qur'an surat (an-naml : 40) Nabi Sulaiman 'alaihissalam berkata ketika Allah berikan kerajaan kekuasan dan kemudahan segala urusan:

هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ.

"Ini adalah keutamaan / pemberian dari rabku untuk mengujiku apakah saya termasuk orang yang bersyukur atau justru menjadi orang yang kufur nikmat".

Kata beliau Hafizahullah ta'ala:" ucapan Nabi Sulaiman ini menjadi berkah karena Allah abadikan dalam Al-Qur'an dan banyak manusia yang memetik manfaat darinya, betapa banyak orang yang diberkahi oleh Allah Azza Wa Jalla, dari ucapannya bahkan terkadang seseorang tidak berucap namun perbuatannya /amalannya pun barokah,....#MasyaAllah...

"Saya ( AsSyaikh) akan ceritakan sebuah kisah dari pengalaman pribadiku dengan seseorang yang saya tidak kenal, saya tidak tau namanya bahkan saya tidak tahu apakah dia masih hidup sekarang atau sudah meninggal namun dia berkebangsaan Indonesia,...Alhamdulillah...

"Beberapa tahun lalu di masjid ini ( masjid Nabawiy ), ketika sepuluh malam terakhir dari bulan ramadhan saya solat tarwih di akhir malam bersama imam, dan dimalam itu imamnya membaca kurang lebih 3,5 juz...Allahu Akbar... Di depan saya langsung ( tanpa ada pembatas saya dengan dia ) ada orang Indonesia berdiri solat dalam keadaan "kakinya puntung sampai lutut"... Subhanallah...sehingga hanyalah bertumpu dgn hanya 1 kaki tanpa tongkat sampai menyelesaikan seluruh juz yang dibaca oleh imam dan tidak duduk sedikitpun,... demi Allah.. demi Allah ...demi Allah... saya saksikan sendiri dengan mata kepala dihadapan saya dan Allah yang menjadi saksi atas kisah ini, Hal tersebut membuatku semangat sampai sekarang untuk beribadah karena pemandangan tersebut dari orang yang saya tidak kenal bahkan saya tidak pernah ngobrol dengannya. Semoga Allah membalas pahala orang tersebut dengan pahala yang berlipat ganda yang saya bisa memetik manfaat dari amalannya..."

Kata beliau "Syaikh Hafizahullah" yang menjadi penghalang dalam beribadah kepada Allah bukanlah Anggota badan yang lemah/cacat namun karena "cacat" atau "penyakit" yang dalam dalam "hati", betapa banyak orang kuat namun tidak mampu bangun untuk solat subuh bahkan ikut perlombaan lari maraton namun tidak bisa melangkahkan kakinya ke masjid untuk shalat berjamaah...Laa Haula walaa quwwata Illa Billah....

Setelah menceritakan kisah dia atas sang qory menangis tak sanggup lagi melanjutkan...yang Akhirnya "Syaikh" lantas menutup majlis dengan doa kaffaratul majlis... Subhanallah...

Semoga bermanfaat bagi kita semua dan kita bisa memetik pelajaran dari kisah di atas.

Masjid nabaway ba'da ashar ahad tgl 07 ramadhan 1440 H.
Penyusun : Ustad Abu Irbadh hafizahullah.
Semoga kita semua senantiasa diberikan Taufik... Aamiin...

BERSAMA RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM MEMBACA AL-QUR’AN

*BERSAMA RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM MEMBACA AL-QUR’AN*

Tentang Al-Qur`ân, selain menyampaikan kandungan maknanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyampaikan *cara membacanya yang baik dan benar.* Tak terhitung berapa banyak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan bacaan Al-Qur`ân kepada para sahabat. Sebab, aktifitas shalat tidak lepas dari bacaan yang dikeraskan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memeritahkan Rasul-Nya untuk membaca Al-Qur`ân *dengan tartil.* Maksudnya, semaksimal mungkin *memperjelas bacaannya*.
Demikian keterangan Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma. Dari situ, para ulama bersepakat sunnahnya membaca Al-Qur`ân dengan tartil.
📚[At-Tibyân, hlm. 93].

Ummul-Mu`minin Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma menceritakan cara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al-Qur`ân.

Katanya: “Nabi memutus-mutus bacaannya. Beliau membaca
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ”
dan berhenti. Kemudian membaca
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
dan berhenti ……”.

Demikianlah sifat bacaan Al-Qur`ân beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , *berhenti di setiap akhir ayat,* tidak menyambungnya dengan ayat selanjutnya.[2]

Bacaan yang sekarang diistilahkan dengan *mad wajib muttashil,* beliau *membacanya dengan panjang.*
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu pernah mengajarkan kepada seorang laki-laki membaca.
Orang itu membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ

dengan pendek. Maka Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu menegur: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam *tidak* membacakannya seperti itu kepadaku”.

Lelaki itu bertanya: “Bagaimana beliau membacakannya kepadamu, wahai Abu ‘Abdir-Rahmân?”

Lantas Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu *membacanya dengan panjang.*
📚[Ash-Shahîhah, no. 2237].[3]

*Seberapa tinggikah suara Rasulullah* Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat membaca Kalamullah?

Dalam hal ini, ‘Abdullah bin Abi Qais Radhiyallahu anhu pernah menanyakannya kepada ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma :
“Apakah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu mengecilkan suara atau mengeraskannya?”

‘Aisyah Radhiyallahu anhuma menjawab: *“Semua itu pernah dilakukannya.* Terkadang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengecilkan suaranya, dan suatu waktu mengeraskan suaranya (dalam membaca Al-Qur`ân)”.

Aku berkata: “Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjadikan kelonggaran pada masalah ini”.
📚 [Mukhtashar Syamâ`il, no. 271].

Suatu kali, ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu pernah diminta oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membacakan surat di hadapannya. Tak pelak lagi, jika hati sahabat itu dipenuhi rasa keheranan, kenapa diminta membacakan Al-Qur`ân oleh insan yang Al-Qur`ân diturunkan kepadanya?! Untuk menepis kebingungan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي

Sesungguhnya aku suka mendengarkannya dari selainku

Fakta juga menunjukkan, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca *satu ayat dengan diulang-ulang.* Peristiwa ini diberitakan oleh Mu’awiyyah bin Qurrah Radhiyallahu anhu. Dia sempat menyaksikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat al-Fathu ayat 1-2 pada hari penaklukan kota Makkah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca dan mengulang-ulanginya. Mu’awiyyah bin Qurrrah lantas berkata: “Kalau seandainya orang-orang tidak berkumpul mengelilingiku, niscaya aku akan menirukan suara atau gaya bacaannya”.
📚 [Mukhtashar asy-Syamâ`il, no. 273].

*Tujuan utama* dalam membaca Al-Qur`ân, yaitu untuk *tadabbur,* supaya berpengaruh secara positif bagi keimanan yang membacanya.
Bukan sekedar untuk berlomba. Dan juga, lantaran membaca Al-Qur`ân *termasuk dzikir yang paling afdhal.* Maka seyogyanya seseorang menekuninya, tidak melewatkan satu hari dan malam tanpa lantunan ayat-ayat Al-Qur`ân dari bibirnya.
📚 [Shahîh al-Adzkâr an-Nawawiyyah, 110].

Wallahul Muwaffiq.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Berhenti di setiap akhir ayat. Lihat Syaikh al-Albâni dalam Mukhtashar Syamâ`il.
[2]. Shifatu Shalatin-Nabiyyi, hlm. 68. Selanjutnya Syaikh al-Albâni berkata: “Ini merupakan sunnah yang belakangan ini telah ditinggalkan kebanyakan para qaari, apalagi orang-orang selain mereka”.
[3]. Dengan hadits ini, Imam Ibnul Jazari rahimahullah memandang wajibnya memanjangkan mad muttashil, seperti bentuk kata di atas Lihat ash-Shahîhah, 5/280.

Dikutip : https://almanhaj.or.id/3778-bersama-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-membaca-al-quran.html

TIDURNYA ORANG YANG BERPUASA ADALAH IBADAH

*Tidurnya Orang yang Berpuasa adalah Ibadah*


Apakah benar *tidur orang yang berpuasa itu berpahala ?*
Apakah benar seperti itu?


Di bulan Ramadhan saat ini, kita sering mendengar ada sebagian da’i yang menyampaikan bahwa tidur orang yang berpuasa adalah ibadah. Bahkan dikatakan ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga dengan penyampaian semacam ini, orang-orang pun akhirnya *bermalas-malasan* di bulan Ramadhan bahkan mereka lebih senang tidur daripada melakukan amalan karena termotivasi dengan hadits tersebut.

Dalam tulisan yang singkat, kami akan mendudukkan permasalahan ini karena ada yang salah kaprah dengan maksud yang disampaikan dalam hadits tadi. Semoga Allah memudahkan dan menolong urusan setiap hamba-Nya dalam kebaikan.

*Derajat Hadits Sebenarnya*

Hadits yang dimaksudkan,

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“ *Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.* Diamnya adalah tasbih. Do’anya adalah do’a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.”

Perowi hadits ini adalah ‘Abdullah bin Aufi. Hadits ini dibawakan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 3/1437. Dalam hadits ini terdapat *Ma’ruf bin Hasan dan dia adalah perowi yang dho’if (lemah).* Juga dalam hadits ini terdapat *Sulaiman bin ‘Amr yang lebih dho’if dari Ma’ruf bin Hasan.*

Dalam riwayat lain, perowinya adalah ‘Abdullah bin ‘Amr. Haditsnya dibawakan oleh Al ‘Iroqi dalam Takhrijul Ihya’ (1/310) dengan *sanad hadits yang dho’if (lemah).*

*Kesimpulan:*
Hadits ini adalah hadits yang *dho’if.* Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dho’ifah no. 4696 mengatakan bahwa *hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah).*

*Tidur yang Bernilai Ibadah yang Sebenarnya*

Setelah kita menyaksikan bahwa hadits yang mengatakan “tidur orang yang berpuasa adalah ibadah” termasuk hadits yang dho’if (lemah), sebenarnya maknanya bisa kita bawa ke makna yang benar.
*Sebagaimana para ulama biasa menjelaskan suatu kaedah bahwa setiap amalan yang statusnya mubah (seperti makan, tidur dan berhubungan suami istri) bisa mendapatkan pahala dan bernilai ibadah apabila diniatkan untuk melakukan ibadah.*

Sebagaimana *An Nawawi* dalam Syarh Muslim (6/16) mengatakan,

أَنَّ الْمُبَاح إِذَا قَصَدَ بِهِ وَجْه اللَّه تَعَالَى صَارَ طَاعَة ، وَيُثَاب عَلَيْهِ

“Sesungguhnya perbuatan mubah, jika dimaksudkan dengannya untuk mengharapkan wajah Allah Ta’ala, maka *dia akan berubah menjadi suatu ketaatan dan akan mendapatkan balasan (ganjaran).”*
Jadi tidur yang bernilai ibadah jika tidurnya adalah demikian.

*Ibnu Rajab* pun menerangkan hal yang sama, “Jika makan dan minum diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat ketika melaksanakan shalat dan berpuasa, maka seperti inilah yang akan bernilai pahala. Sebagaimana pula apabila seseorang berniat dengan tidurnya di malam dan siang harinya agar kuat dalam beramal, *maka tidur seperti ini bernilai ibadah.”*
📚(Latho-if Al Ma’arif, 279-280)

*Intinya, semuanya adalah tergantung niat.*

Jika niat tidurnya hanya malas-malasan sehingga tidurnya bisa seharian dari pagi hingga sore, *maka tidur seperti ini adalah tidur yang sia-sia.* Namun jika tidurnya adalah tidur dengan niat agar kuat dalam melakukan shalat malam dan kuat melakukan amalan lainnya, tidur seperti inilah yang bernilai ibadah.

Jadi ingatlah *“innamal a’malu bin niyaat”,* setiap amalan tergantung dari niatnya.

Semoga Allah menganugerahi setiap langkah kita di bulan Ramadhan penuh keberkahan. Segala puji bagi Allah yang dengan segala nikmatnya, segala kebaikan menjadi sempurna. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam, wal hamdu lillahi robbil ‘alamin.

*Rujukan:*
1. As Silsilah Adh Dho’ifah, Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah Al Ma’arif Riyadh, Asy Syamilah

2. Latho-if Al Ma’arif fil Mawaasim Al ‘Aam minal Wazho-if, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islamiy

3. Syarh Muslim, Abu Zakaria Yahya bin Syarf An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah

4. http://www.dorar.net/enc/hadith/نوم الصائم /pt

***
Diselesaikan pada waktu ifthor, 2 Ramadhan 1430 H

✍🏼Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com

BENCI BOLEH, TAPI MELAWAN DAN BERONTAK JANGAN

*KATA NABI, BENCI BOLEH, TAPI MELAWAN DAN BERONTAK JANGAN*

Dari Auf bin Malik dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ia bersabda,

خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم ويصلون عليكم وتصلون عليهم وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم وتلعنونهم ويلعنونكم قيل يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف فقال لا ما الصلاة وإذا رأيتم من ولاتكم شيئا تكرهونه فاكرهوا عمله ولا تنزعوا يدا من طاعة

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian cintai, dan mereka pun mencintai kalian. Kalian mendo’akan mereka, mereka pun mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci, mereka pun benci kepada kalian. Kalian pun melaknat mereka, mereka pun melaknat kalian”. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah apakah kita perangi saja mereka dengan senjata?”. Nabi menjawab, “Jangan, selama mereka masih shalat. Bila kalian melihat sesuatu yang kalian benci dari pemimpin kalian, maka cukup bencilah perbuatannya, namun jangan kalian melepaskan tangan kalian dari ketaatan kepadanya” (HR. Muslim no. 1855).

Dari Ummu Salamah Hindun bintu Abi Umayyah radhiallahu’anha, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ستكونُ أمراءُ . فتعرفونَِ وتُنْكرونَ . فمن عَرِف بَرِئ . ومن نَكِرَ سَلِمَ . ولكن من رَضِي وتابعَ قالوا : أفلا نقاتلهُم ؟ قال : لا . ما صلوا

“Akan ada para pemimpin kelak. Kalian mengenal mereka dan mengingkari perbuatan mereka. Siapa yang membenci kekeliruannya, maka ia terlepas dari dosa. Siapa yang mengingkarinya, maka ia selamat. Namun yang ridha dan mengikutinya, itulah yang tidak selamat”. Para sahabat bertanya: “Apakah kita perangi saja pemimpin seperti itu?”. Nabi menjawab: “Jangan, selama mereka masih shalat” (HR. Muslim no. 1854).

Dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

«يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي، وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ» ، قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ، وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ

“Akan datang sepeninggalku, para pemimpin yang tidak berjalan di atas petunjukku, tidak mengamalkan sunnahku, dan di tengah-tengah mereka akan berdiri orang-orang yang berhati setan dengan jasad manusia’. Hudzaifah bertanya lagi: ‘Lalu apa yang harus diperbuat wahai Rasulullah jika aku mendapati masa itu?’. Beliau berkata: ‘Engkau mendengar dan taat kepada pemimpin walau punggungmu di pukul dan hartamu dirampas, tetaplah mendengar dan taat’” (HR Muslim no.1847)

Terlalu banyak hadits-hadits yang seperti ini.
Tinggal kita, mau ingkari atau taati.
Apakah mau pakai emosi atau tunduk pada kalam Nabawi?
Semoga Allah beri taufik di hati setiap diri.

* Ustadz Yulian Purnama

Selasa, 14 Mei 2019

NIKMAT AMAN

Merawat Nikmat Keamanan Negeri

-----

Tidak ragu lagi bahwa keamanan merupakan kenikmatan besar dan kebutuhan primer bagi pribadi, masyarakat dan negara, bahkan keamanan bagi manusia lebih penting daripada kebutuhan pangan. Oleh karenanya, Nabi Ibrahim dalam do'anya lebih mendahulukan keamanan daripada pangan.

Allah berfirman:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ

"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian". (QS. Al-Baqarah: 126)

Nabi bersabda:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ سِرْبِهِ، مُعَافَى فِيْ جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوْتُ يَوْمِهِ، فَكَأنَّمَا حِيْزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

"Barangsiapa yang hidup secara aman perjalanannya, sehat badannya, memiliki makanan setiap harinya, maka seakan-akan terkumpul padanya nikmat dunia". (HR. Timidzi 2346, Ibnu Majah 4141. Lihat Shohihul Jami' 6042). 

Perhatikanlah, bagaimana keamanan lebih didahulukan daripada kebutuhan pangan, sebab mungkinkah seorang akan merasakan lezatnya makanana bila dia diselimuti oleh ketakutan dan kecemasan?!.

Maka tidak halal bagi seorang untuk mengusik keamanan yang sudah berjalan. Nabi bersabda:

لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا

"Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakuti saudara muslim lainnya". (HR. Abu Dawud 5004 dan Ahmad 23064 dengan sanad shohih, dishahihkan al-Albani dalam Ghoyatul Marom 447).

Nabi juga bersabda:

مَنْ أَشَارَ إِلَى أَخِيهِ بِحَدِيدَةٍ فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَلْعَنُهُ حَتَّى وَإِنْ كَانَ أَخَاهُ لأَبِيهِ وَأُمِّه

Barangsiapa yang mengisyaratkan kepada saudaranya dengan besi maka Malaikat akan melaknatnya sehingga dia meninggalkannya, sekalipun saudara satu bapak dan ibunya. (HR.  Muslim: 2616)

Aduhai, kalau mengisyaratkan dengan senjata saja tidak boleh, maka bagaimana kiranya dengan yang lebih besar dari itu? Fikirkanlah!.

Oleh: Ustadz Abu Ubaidah As Sidawi

Silahkan di share...
Semoga bermanfaat.

-----

Sabtu, 11 Mei 2019

WADAH ILMU

*BERSIHKANLAH WADAH ILMU YAITU HATI*

*Tolak ukur ilmu* sebenarnya bukan kecerdasan, bukan cepat lambatnya menghafal, bukan banyak sedikitnya hafalan.

Tapi ilmu diukur dari keindahan hati.
_Sudahkah hatinya terhiasi oleh cinta dan penghormatan kepada Allah dan Rasul-Nya? Sudahkah hatinya terwarnai oleh takut kepada murka dan siksa Allah? Sudahkah ilmu yang dia peroleh menjadikan hatinya ikhlas dalam setiap langkah ibadahnya?_

Karena kalau kita resapi firman Allah dan petuah-petuah para wali Allah seperti para sahabat, maka kita akan tahu bahwa sebenarnya *_ilmu ini adalah amalan hati._*

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّـهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

*_“Sesunggunya hamba Allah yang paling takut kepadanya adalah ulama (orang-orang berilmu)”._*
(QS. Fatir: 28).

Ibnu Mas’ud رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ mengatakan,
_*"Cukuplah rasa takut kepada Allah adalah ilmu, dan cukuplah merasa aman dari azab Allah adalah kebodohan.* Ilmu itu bukan pada *banyaknya hafalan* (riwayat), akan tetapi ilmu itu adalah *khasyyah (rasa takut kepada Allah)"*._
(Al-Fawa'id, Ibnu Qayyim Al Jauziyah)

Noda hati sangat banyak. Namun, bila kita kerucutkan noda-noda itu sumbernya dua ini yaitu *_noda syahwat dan noda syubhat._*

*Syubhat* akan membuat seorang berada dalam lingkaran setan sementara dia tidak sadar. Bahkan sampai tahap dia menyangka berada dalam kebenaran, padahal tidak. *_Sehingga ilmu yang bermanfaat itu akan sangat sulit masuk._*

Allah ﷻ berfirman,

أَفَمَن كَانَ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّهِ كَمَن زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُم

_“Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Rabbnya sama dengan *orang yang (shaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?”.*_
(QS. Muhammad: 14).

_*“Orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah beralasan,*_
*_“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”._*
_Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya”._
(QS. Az-Zumar: 3).

*Syahwat,* penyakit inilah yang akan mendorong seorang berbuat maksiat. Melihat kepada yang haram, berdusta, ghibah, menfitnah, dengki, mengadu domba, berjudi dan seluruh maksiat, sumbernya di syahwat *_sehingga susah untuk menyerap ilmu. Karena dosa-dosa akan mempergelap hati._*

Allah Ta’ala berfirman,

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

*_“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka”._*
(QS. Al Muthaffifin: 14).

Makna ayat di atas diterangkan dalam hadits berikut.

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ﷺ beliau bersabda,
_*“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan.* Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’”._
(HR. Tirmidzi).

Antara dua noda di atas, noda syubhat lebih parah dalam mempergelap hati daripada noda syahwat. *_Karena hati yang mengidap penyakit syubhat akan susah bertaubat, karena bahkan seringkali mereka mengira berada di atas kebenaran. Berbeda dengan hati yang mengidap penyakit syahwat ia akan lebih mudah bertaubat, karena nalurinya tetap menyadarkan bahwa yang dia lakukan adalah salah._*

Oleh karena itu iblis lebih semangat menyesatkan manusia melalui pintu syubhat daripada pintu syahwat meski memang keduanya adalah keburukan.

Semoga bermanfaat.
إِنْ شَاءَ اللّٰهُ

8 Rabiul Akhir 1440H/15 Des 2018M
#UstAhmadAnshori
@muslim.or.id