Jumat, 28 April 2017

KISAH SYAIKH AS-SA'DI BERSAMA PEROKOK AKTIF

������ KISAH SYAIKH AS-SA'DI BERSAMA PEROKOK AKTIF

_________
Pada suatu ketika syeikh As-Sa'di* membeli kayu bakar, sang penjual kayu bakar pun mengantarkan kayu bakar pesanan beliau hingga ke tempat penyimpanan di rumah beliau.
Selagi sang tukang memasukkan kayu-kayu bakar ke tempat penyimpanan, beliau menyediakan makanan untuk si tukang tersebut agar bisa disantap setelah ia selesai menaruh kayu bakar di tempatnya.

Selesai melakukan tugasnya, si tukang kayu bakar menyantap makanan, ia pun pulang. Ketika Syeikh As-Sa'di hendak mengunci pintu rumah, ia melihat ada sebungkus benda yang tergeletak di bawah. Beliau memungutnya, ternyata benda itu adalah sebungkus rokok. Beliau pun bersegera memanggil tukang tersebut.
Ketika mereka telah bertemu, Syeikh bertanya kepada tukang tersebut,

"Ini punyamu bukan?"

Tukang kayu bakar tersebut awalnya ragu-ragu untuk menjawab, ia merasa malu akan hal ini karena ia mengetahui bahwa Syeikh As-Sa'di adalah seorang Ulama.

Akhirnya, ia pun menjawab,

"Iya, Syeikh, ini punyaku. Akan tetapi apakah engkau tahu apa isi bungkus tersebut?"

Syeikh berkata,
"Iya, itu rokok kan."

Tukang itu kembali bertanya,
"Ya Syeikh, kenapa engkau mengembalikan ini kepadaku?"

Syeikh menjawab,
"Aku kembalikan ini kepadamu sebab apabila engkau sampai di rumahmu, kemudian engkau tidak menemukan rokok ini, engkau akan gunakan uang kayu bakar yang kau jual tadi untuk membeli rokok lagi. Engkau pun akan membuat lapar anak istrimu. Adapun masalah hidayah, Allah lah yang memberi hidayah."

Tiba-tiba tukang tersebut berkata,
"Bismillah..."
Ia pun mengambil bungkus rokok itu kemudian ia lemparkan semua isinya ke tanah,
Ia berkata,

"Ya Allah, sesungguhnya aku bertaubat kepadamu dari merokok dan aku tidak akan merokok lagi."

(➡��Diceritakan oleh Ustadz Aris Munandar Hafizhohullah dalam kajian Syarah Al Wasail Mufidah Lil Hayyatis Sa'idah)

��*Beliau adalah seorang Ulama, Penulis Kitab Tafsir yang dikenal dengan Tafsir as-Sa'di.

Rabu, 26 April 2017

NASEHAT MENJELANG MUSIM KETAATAN (BULAN RAMADHAN)

NASEHAT MENJELANG MUSIM KETAATAN (BULAN RAMADHAN)

Syaikh Muhammad bin Muhammad Al-Mukhtar As-Syinqity, hafidzahullah, ditanya:

“Wahai syaikh.. Dengan amalan apa anda menasehati saya dalam menyongsong datangnya musim ketaatan…?

Syaikh menjawab:

“Sebaik-baik amalan yang semestinya dilakukan dalam rangka menyongsong datangnya musim ketaatan adalah memperbanyak istighfar. Sebab dosa akan menghalangi seseorang dari taufiq Allah (untuk melakukan ketaatan).”

Tidaklah hati seorang hamba selalu beristigfar melainkan akan disucikan.

** Bila ia lemah, maka akan dikuatkan

** Bila ia sakit, maka akan disembuhkan

** Bila ia diuji, maka akan diangkat ujian itu darinya.

** Bila ia kalut, maka akan diberi petunjuk

** Dan bila ia galau, maka akan diberi ketenangan.

Istighfar merupakan benteng aman yang tersisa bagi kita (dari adzab Allah) sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ibnu katsir, rahimahullah, berkata :

“Barangsiapa yang menghiasi dirinya dengan amalan ini, yaitu memperbanyak istighfar, maka Allah akan memudahkan rezekinya, memudahkan urusannya dan menjaga kekuatan jiwa dan raganya. Maka apa lagi yang kau tunggu…?”

(Perbanyaklah istighfar….)

Ibnul Qayyim, rahimahullah, mengatakan :

“Bila engkau berdo’a dan waktu begitu sempit, sementara dadamu dipenuhi hajat yang begitu banyak, maka jadikan seluruh isi do’amu istigfar. Karena bila Dia memaafkanmu, maka semua keperluanmu akan dipenuhi oleh-Nya tanpa engkau memintanya.”

Ya Allah.. Sesungguhnya engkau Maha pemaaf, mencintai kemaafan, maka ampunilah Aku (*)

NB:

Lafadz do’a diatas:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

“Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni”

Ustadz 'Aan Chandra Thalib

Rabu, 19 April 2017

Mengenal Istilah dalam ilmu Hadits

Mengenal Istilah dalam ilmu Hadits,,
1. Mutawatir
Hadits yang diriwayatkan dari banyak jalan (sanad) yang lazimnya dengan jumlah dan sifatnya itu, para rawinya mustahil bersepakat untuk berdusta atau kebetulan bersama-sama berdusta. Perkara yang mereka bawa adalah perkara yang indrawi yakni dapat dilihat atau didengar. Hadits mutawatir memberi faedah ilmu yang harus diyakini tanpa perlu membahas benar atau salahnya terlebih dahulu.
2. Ahad
Hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir.
3. Sahih (sehat)
Hadits yang dinukilkan oleh orang yang adil (muslim, baligh, berakal, bebas dari kefasiqan yaitu melakukan dosa besar atau selalu melakukan dosa kecil, dan bebas dari sesuatu yang menjatuhkan muru’ah/kewibawaan) dan sempurna hafalan/
penjagaan kitabnya terhadap hadits itu, dari orang yang semacam itu juga dengan sanad yang bersambung, tidak memiliki ‘illah (penyakit/
kelemahan) dan tidak menyelisihi yang lebih kuat. Hadits sahih hukumnya diterima dan berfungsi sebagai hujjah.
4. Hasan (baik)
Hadits yang sama dengan hadits sahih kecuali pada sifat rawinya di mana hafalan/penjagaan kitabnya terhadap hadits tidak sempurna, yakni lebih rendah. Hadits hasan hukumnya diterima.
5. Dha’if
Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits sahih atau hasan. Hadits dha’if hukumnya ditolak.
6. Maudhu’ (palsu)
Hadits yang didustakan atas nama Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam padahal beliau tidak pernah mengatakannya, hukumnya ditolak.
7. Mursal
Yaitu seorang tabi’in menyandarkan suatu ucapan atau perbuatan kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Hukumnya tertolak karena ada rawi yang hilang antara tabi’in tersebut dan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan mungkin yang hilang itu adalah rawi yang lemah.
8. Syadz
Hadits yang sanadnya sahih atau hasan namun isinya menyelisihi riwayat yang lebih kuat dari hadits itu sendiri, hukumnya tertolak.
9. Mungkar
Hadits yang sanadnya dha’if dan isinya menyelisihi riwayat yang sahih atau hasan dari hadits itu sendiri, hukumnya juga tertolak.
10. Munqathi’
Hadits yang terputus sanadnya secara umum, artinya hilang salah satu rawinya atau lebih dalam sanad, bukan di awalnya dan bukan di akhirnya dan tidak pula hilangnya secara berurutan. Hukumnya tertolak.
11. Sanad
Rangkaian para rawi yang berakhir dengan matan.
12. Matan
Ucapan rawi atau redaksi hadits yang terakhir dalam sanad.
13. Rawi
Orang yang meriwayatkan atau membawakan hadits.
14. Atsar
Suatu ucapan atau perbuatan yang disandarkan kepada selain Rasulullah n, yakni kepada para sahabat dan tabi’in.
15. Marfu’
Suatu ucapan, perbuatan, atau persetujuan yang disandarkan kepada Rasulullah n.
16. Mauquf
Suatu ucapan atau perbuatan yang disandarkan kepada sahabat.
17. Jayyid (bagus)
Suatu istilah lain untuk sahih.
18. Muhaddits
Orang yang menyibukkan diri dengan ilmu hadits secara riwayat dan dirayat (fiqih hadits), serta banyak mengetahui para rawi dan keadaan mereka.
19. Al-Hafizh
Orang yang kedudukannya lebih tinggi dari muhaddits, yang ia lebih banyak mengetahui rawi di setiap tingkatan sanad.
20. Majhul
(Rawi yang) tidak dikenal, artinya tidak ada yang menganggapnya cacat sebagaimana tidak ada yang men-ta’dil-nya (lihat istilah ta’dil di poin 23, red.), dan yang meriwayatkan darinya cenderung sedikit. Bila yang meriwayatkan darinya hanya satu orang maka disebut majhul al-‘ain, dan bila lebih dari satu maka disebut majhul al-hal. Hukum haditsnya termasuk hadits yang lemah.
21. Tsiqah
(Rawi yang) tepercaya, artinya tepercaya kejujuran dan keadilannya serta kuat hafalan dan penjagaannya terhadap hadits.
22. Jarh
Cacat, dan majruh artinya tercacat.
23. Ta’dil
Menilai adil.
24. Muttafaqun ‘alaih
Maksudnya hadits yang disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah dalam kitab Shahih mereka.
25. Mu’allaq/ta’liq
Hadits yang terputus sanadnya dari bawah, satu rawi atau lebih.

Copas akh Husaini

Kamis, 06 April 2017

NIKMAT DZIKIR

Yuk bermuhasabah sebelum tdur
�� #Renungan

NIKMAT DZIKIR

Ketika kita bisa berdzikir menyebut nama Allah dalam tasbih, tahmid, dan dzikir lainnya, maka itu adalah sebuah kenikmatan yang sangat besar.

Karena dzikir sendiri adalah sebuah nikmat.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :

"يَأْكُلُ أَهْلُ الْجَنَّةِ فِيهَا وَيَشْرَبُونَ، وَلَا يَتَغَوَّطُونَ وَلَا يَمْتَخِطُونَ وَلَا يَبُولُونَ، وَلَكِنْ طَعَامُهُمْ ذَلِك َجُشَاءٌ كَرَشْحِ الْمِسْكِ يُلْهَمُونَ التَّسْبِيحَ وَالْحَمْدَ، كَمَا تُلْهَمُونَ النَّفَسَ"

"Para penghuni surga makan dan minum di dalamnya, namun mereka tidak buang air besar, tidak buang ingus, dan tidak kencing. Akan tetapi makanan tersebut menjadi sendawa yang berbau wangi. Mereka diberikan ilham untuk bertasbih dan bertahmid seperti ketika mereka bernafas." [HR. Muslim]

Para ulama menjelaskan bahwa semua yang ada di surga adalah kenikmatan. Tidak ada lagi beban kesulitan. Terputus semua beban ibadah, tidak ada kewajiban sholat, puasa dan ibadah lainnya.

Namun ada sebuah ibadah yang masih dilakukan para penghuni surga, yaitu dzikir, sebagaimana tercantum dalam hadits di atas.

Dari penjelasan ini menunjukkan kepada kita bahwa dzikir adalah sebuah kenikmatan.

Oleh karena marilah kita senantiasa penuhi detik-detik hidup kita dengan berbagai macam bentuk dzikir yang telah Rasulullah ajarkan kepada kita, baik ketika di rumah, di jalan, di kantor, di setiap waktu kita, hingga akhir hayat kita.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya: Amal apa yang paling dicintai Allah ?

Beliau menjawab :

"أَنْ تَمُوتَ وَلِسَانُكَ رَطْبٌ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ".

Yaitu engkau mati dalam keadaan lisanmu basah oleh dzikir menyebut nama Allah.

[Hadits Shahih riwayat Ibnu Hibban, lihat Silsilah ash-Shahihah]

Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq-Nya kepada kita... aamiin

✏ Ustadz Askar Wardhana, Lc حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى
___
�� www.suaraaliman.com
�� Youtube.com/user/suaraalimantv
�� fb.com/radiosuaraaliman
�� Radio 846 AM SURABAYA
✉ SMS/WA 087770000846
�� Group WA Suara Al-Iman

➡ Yuk Join di Channel Telegram @suaraaliman http://goo.gl/GNMEO4

Rabu, 05 April 2017

Kebutuhan Terhadap Hidayah Allah

Kebutuhan Terhadap Hidayah  Allah

Syaikh Utsaimin berkata:

Setiap manusia, setinggi apapun kedudukannya, ia merasa butuh terhadap hidayah Allah عز وجل

Karena itu janganlah seseorang berkata, "Saya ini orang yang berilmu", "Saya ini orang yang rajin ibadah", kemudian ia menyandarkan ini semua kepada dirinya sendiri dan berbangga diri dengannya

Akan tetapi wajib atasnya untuk melihat banyaknya nikmat Allah yang dianugerahkan kepadanya dengan sebab hidayah.

Karena betapa banyak orang yang Allah leluasakan ke dalam kesesatan padahal mereka adalah orang-orang yang kuat dan cerdas

Tafsir Surat ash-Shaaffaat, hlm 268
Channel Telegram Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin
✍ Alih Bahasa: Maramis Setiawan
✅ Korektor: Abu Salma Muhammad
#⃣ Channel Telegram al-Wasathiyah wal I'tidâl
Join : https://goo.gl/7zuADL