Rabu, 08 Juli 2015

Puasa Sunnah Yang Paling Afdhal

�� BimbinganIslam.com
Rabu, 21 Ramadhān 1436 H/08 Juli 2015 M
�� Faidah Hadits
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما قال: (أخبر النبي صلى الله عليه وسلم أني أقول: والله لأصومن النهار ولأقومن الليل ما عشت. فقال النبي صلى الله عليه وسلم: أنت الذي قلت ذلك؟ فقلت له: قد قلته بأبي أنت وأمي يا رسول الله. قال: فإنك لا تستطيع ذلك، فصم وأفطر، وقم ونم، وصم من الشهر ثلاثة أيام؛ فإن الحسنة بعشر أمثالها، وذلك مثل صيام الدهر. قلت: إني لأطيق أفضل من ذلك. قال: فصم يوماً وأفطر يومين. قلت: إني لأطيق أفضل من ذلك. قال: فصم يوماً وأفطر يوماً، فذلك صيام داود عليه السلام، وهو أفضل الصيام. قلت: إني لأطيق أفضل من ذلك. فقال: لا أفضل من ذلك) ، وفي رواية قال: (لا صوم فوق صوم أخي داود عليه السلام، شطر الدهر صم يوماً وأفطر يوماً

Dari 'Abdullāh Ibn 'Amr Ibn Al-'Āsh radhiyallāhu 'anhumā ('Abdullah dan 'Amr), beliau berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam telah sampai berita kepada Beliau bahwasanya aku pernah mengucapkan "Demi Allāh, aku akan berpuasa di siang hari dan aku akan melakukan shalat di malam hari selama aku masih hidup". Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata: "Benarkan berita yang sampai kepada saya tentang sumpahmu ini?" Maka aku berkata kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Sungguh aku telah mengucapkannya, bapakku dan ibuku sebagai tebusannya". Maka Beliau mengatakan: "Sesungguhnya engkau tidak akan mampu melakukan itu. Hendaklah engkau berpuasa dan juga berbuka."

��'Abdullāh bin 'Amr, karena beliau adalah orang yang kuat dan saat itu beliau masih muda, merasa dirinya memiliki kekuatan dan semangat didalam beribadah kepada Allāh, beliau berjanji dan bersumpah ingin melakukan puasa setiap siang hari. Dan kalau datang malam hari maka akan beliau isi dengan shalat malam semalam suntuk.

��Mā 'isytu (selama aku masih hidup). Artinya sampai aku sudah tuapun, sebelum aku meninggal aku akan tetap melakukan amalan ini.

��Dan ini menunjukkan tentang bagaimana fadhlush shahābat (keutamaan para shahābat), mereka bukan hanya Allāh beri keutamaan dalam masalah ilmu dan menuntut ilmu, bahkan di dalam ibadah mereka juga qudwah dan orang yang terbaik di dalam ibadah, semangat melakukan ibadah karena rasa takut mereka kepada Allāh, karena iman mereka kepada hari akhir, sampai bersumpah dengan sumpah yang demikian hebatnya yaitu akan melakukan puasa setiap siang dan di malam hari akan diisi dengan shalat malam selama beliau masih hidup.

��Kabar ini didengar oleh sebagian shahābat, dan disampaikan kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, seorang Rasul yang diutus oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang raūf, rahīm (Penyayang) kepada umatnya. Ketika sampai kepada Beliau, maka Beliau ingin ta'kid dan tabayyun kepada 'Abdullāb Ibn 'Amr.

["Benarkan berita yang sampai kepada saya tentang sumpahmu ini?"]

[Maka aku berkata kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Sungguh aku telah mengucapkannya."]

��Artinya benar, ini adalah berita yang benar dan aku telah mengucapkan sumpah itu.

["Bapakku dan ibuku sebagai tebusannya."]

��Ini adalah sebuah ucapan yang diucapkan oleh seseorang kepada orang yang sangat dia cintai, sampai dicintai lebih dari bapak dan ibunya. Artinya adalah menjadikan bapak dan juga ibunya sebagai tebusan. Seandainya ada apa-apa maka tebusannya adalah bapak dan ibunya. Menunjukkan bahwa bagaimana cinta shahābat radhiyallāhu 'anhum kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

��Ucapan "bi abi anta wa ummī" ini bukan sumpah. Tidak boleh seseorang Muslim bersumpah dengan selain nama Allāh. Ini taqdirnya adalah "fidāi" sehingga tebusanku adalah dengan bapak dan ibuku.

[Maka Beliau mengatakan: "Sesungguhnya engkau tidak akan mampu melakukan itu."]

��Maksudnya tidak akan bisa melakukan itu dengan baik, mungkin engkau akan mampu tetapi dengan susah payah, karena manusia ada keadaan-keadaan yang berubah, terkadang dia sehat, terkadang dia sakit, sekarang dia mudah, besok dia tua, sekarang dia kuat tetapi belum tentu sudah tua mampu melakukan itu dengan baik.

��Kemudian Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan petunjuk, hendaklah engkau berpuasa pada satu hari dan engkau berbuka pada hari yang lain. Ini ada mashlahat bagi dirimu, engkau memiliki hak, jasadmu memiliki hak, istrimu memiliki hak, oranglain memiliki hak atas dirimu.

["Terkadang pada suatu hari engkau berpuasa dan pada hari yang lain engkau berbuka."]

["Dan shalatlah dan tidurlah."]

��Artinya di malam hari, sebagian waktunya engkau gunakan untuk shalat dan sebagian waktunya engkau gunakan untuk istirahat. Ada waktu-waktu untuk Allāh (beribadah) dan ada waktu untuk jasad kita, yang dia juga memiliki hak untuk beristirahat. Ini petunjuk Beliau kepada 'Abdullāh bin 'Amr.

Kemudian Beliau menunjukkan diantara jenis-jenis puasa yang dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

["Hendaklah engkau berpuasa setiap bulan selama 3 hari. Karena 1 kebaikan dibalas dengan 10 kebaikan."]

✅ Kalau engkau berpuasa 3 hari berarti engkau akan diberikan ganjaran (hasanah) oleh Allāh dengan 30x10 yaitu 30 berpuasa. Berpuasa 3 hari tetapi hasanahnya seperti orang yang berpuasa 30 hari.

��Ini adalah menunjukkan rahmat dan karunia dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Allāh ingin kita memiliki hasanah yang banyak yang dengan hasanah tersebut kelak akan mengalahkan sayyi'ah (kejelekan) kita dihari kiamat.

 جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلا يُجْزَى إِلا مِثْلَهَا وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ

"Barangsiapa yang datang pad hari kiamat dengan 1 kebaikan maka dibalas dengan 10 kebaikan. Dan barangsiapa datang dihari kiamat dengan 1 kejelekan maka tidak akan dibalas kecuali dengan 1 kejelekan. Dan mereka tidak akan dizhalimi." (Al-An'ām 16)

✅ Kejelekan tidak akan dilipatgandakan oleh Allāh.

["Puasa 3 hari yang engkau lakukan itu seperti orang yang berpuasa setiap hari."]

��Seandainya kita berpuasa setiap bulannya 3 hari, bulan depan juga puasa 3 hari, bulan depannya 3 hari dan seterusnya sampai kita meninggal dunia, berarti seakan-akan kita telah berpuasa setiap hari. Karena 3 hari puasa yang kita lakukan dihitung puasa 1 bulan.

[Maka 'Abdullāh bin 'Amr mengatakan: "Aku bisa melakukan yang lebih baik dari itu."]

��3 hari itu sangat sedikit bagi beliau. Hal ini mengabarkan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwasanya beliau memiliki kekuatan dan kesabaran yang lebih daripada 3 hari setiap bulan.

[Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan: "Kalau begitu, berpuasalah satu hari kemudian berbukalah dua hari."]

��Tadi 3 hari, sekarang kalau kamu lebih kuat maka berpuasalah 1 hari kemudian berbukalah 2 hari dan seterusnya sampai akhir bulan. Jadi kalau dihitung kuranglebih dia berpuasa 10 hari dalam 1 bulan (dari 30 hari, berpuasa 10 hari, sepertiga dari 1 bulan)

['Abdullāh bin 'Amr mengatakan: "Sesungguhnya aku bisa melakukan yang lebih baik dari itu." Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Kalau memang demikian maka hendaklah engkau berpuasa 1 hari dan berbuka 1 hari."]

��Sekarang puasa, besok berbuka dan seterusnya. Jadi kalau dihitung 15 hari didalam 1 bulan yaitu setengah dari 1 bulan. Tawaran Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pertama sepersepuluh, kemudian ditambah lagi menjadi sepertiga, kemudian ditambah lagi jadi setengah.

["Ini adalah puasanya Nabi Dāwud 'alaiyhissalām. Dan ini adalah puasa yang paling afdhal."]

✅ Penjelasan yang jelas dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwasanya puasa yang paling afdhal adalah puasanya Nabi Dāwud bahkan lebih afdhal daripada jenis puasa yang kedua, bahkan lebih afdhal dari puasa dahr, yaitu puasa yang dilakukan setiap hari.

��Kalau kita bandingkan puasanya Nabi Dāwud dengan puasa yang dilakukan setiap hari (shiyāmud dahr) maka yang paling afdhal adalah puasanya Nabi Dāwud. Ini nash dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

[Kemudian 'Abdullāh bin 'Umar mengatakan: "Sesungguhnya aku bisa melakukan yang lebih baik dari itu."]

��Artinya 15 hari berpuasa setiap bulan masih kurang menurut beliau.

Dan didalam riwayat lain, Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan: "Tidak ada puasa yang lebih afdhal dari puasa Nabi Dāwud, setengah dahr (setengah masa) hendaklah engkau berpuasa sehari dan berbuka sehari."

��Ini menunjukkan kepada kita tentang disyari'atkannya melakukan puasa Nabi Dāwud dan itu merupakan puasa yang paling afdhal.

��Dan disebutkan dalam sebuah riwayat bahwasanya 'Abdullāh bin 'Amr ketika sudah tua, beliau merasa berat untuk melakukan puasa Nabi Dāwud ini karena keadaan beliau yang sudah tua, akan tetapi beliau tetap beriltizam, tetap melakukan puasa Nabi Dāwud ini, dengan mengatakan: "Seandainya dahulu aku menerima keringanan yang pernah ditawarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam."

��Ini menunjukkan keutamaan 'Abdullāh bin 'Amr dan saat itu karena beliau menjadikan ini amalan beliau sehingga ketika tuapun meskipun sudah berat akan tetapi tetap beliau lakukan.

��Ditranskrip dari Ceramah Ust. 'Abdullāh Roy, MA saat mengisi kajian kitab 'Umdatul Ahkām bab Puasa. Pontianak, 24 Sya'ban 1436 H.
___________________________
�� Program Cinta Ramadhan~Yayasan Cinta Sedekah :
1. Tebar Paket Ifthar & Sahur Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim & Dhu'afa
4. Tebar Al-Quran Nasional

�� Donasi Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| atas nama Cinta Sedekah
| Kode Bank 147
| Konfirmasi donasi,
sms ke 0878 8145 8000
dengan format:
Nama#Domisili#Jumlah Transfer#Donasi Untuk Program

BUKAN TERLETAK PADA JENIS BANGUNAN DAN KEMEWAHANNYA

❊❊❊❊❊❊❊❊❊

������BUKAN TERLETAK PADA JENIS BANGUNAN DAN KEMEWAHANNYA

❊❊❊❊❊❊❊❊❊

�� قال الشيخ العلامة صالح الفوزان -حفظه الله :

�� " كان مسجد رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قائما على جذوع النخل وعلى الجريد، وكان المطر إذا نزل ينزل إلى داخل المسجد، فيسجد الرسول - صلى الله عليه وسلم - وأصحابه على الطين، ولم يكن للمسجد أبواب ولا مصابيح، وكان مع ذلك كله منارة الدنيا وهو الذي شع منه النور في العالم، وهو الذي خرج منه المجاهدون والأبطال، والعلماء والأحبار،

~> فالعبرة

ليست في نوع البنيان وضخامته، وإنما العبرة بما يحصل في هذه المساجد من العبادة والتعليم "اهـ.

✳ شرح أصول الإيمان ص٤٩٥

ˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇˇ
❁❁❁❁

❄ Syaikh Sholeh Al-Fawzan berkata:

���� Dahulu masjid Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri diatas batang pohon kurma dengan atap pelepah daun kurma, jika hujan turun maka air masuk kebagian dalam masjid, Rasul shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat bersujud diatas tanah, masjid tidak memiliki pintu-pintu dan penerangan, namun yang demikian itu seluruhnya telah menjadi menara dunia, yang cahaya menyebar menerangi alam, yang melahirkan para mujahid dan tentara tangguh, para ulama dan orang-orang zuhud.

��Maka yang bisa diambil sebagai pelajaran:

❎⭐ Bukan terletak pada jenis bangunan dan kemewahannya, tetapi yang dihasilkan Masjid-masjid ini adalah ibadah kepada Allah semata dan pengajaran.

��Syarah Ushulil Iman  495
•••••••••••••••••••
��➧Untuk fawaaid lainnya bisa kunjungi website kami:  www.ittibaus-sunnah.net

PUASA TAMBALAN

�� BimbinganIslam.com
Rabu, 21 Ramadhān 1436 H/08 Juli 2015 M
�� Materi Tematik Ramadhān
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

~ PUASA TAMBALAN ~

Seorang yang beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla itu patut banyak-banyak beristighfar dan memohon ampun kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kenapa orang yang banyak beribadah malah harus banyak-banyak beristighfar?

Dikarenakan seorang yang betul-betul perhatian dengan ibadahnya maka dia ragu-ragu. Dia menyadari bahwa dalam ibadah yang dia laksanakan mungkin banyak terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan.

Oleh karena itu, di akhir kegiatan ibadah, kita jumpai Allāh Subhānahu wa Ta'āla memerintahkan kita untuk berdzikir dan terutama adalah memohon ampun kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Setelah selesai shalat, begitu salam, kita dituntunkan untuk memohon ampun kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dan istighfar atau mohon ampun disini adalah bukan karena kita berdosa, shalat itu suatu hal yang dosa, tidak.

Namun, dikarenakan kita merasa bahwa shalat kita bukanlah shalat yang sempurna, punya banyak kekurangan. Oleh karena itu kita ingin menutup kekurangan tersebut dengan memohon ampun kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka begitu juga dengan orang yang berpuasa, orang yang berpuasa patut banyak beristighfar (memohon ampun) kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, karena dikhawatirkan jangan-jangan puasanya penuh dengan noda, kekurangan.

Maka dengan banyak-banyak beristighfar (memohon ampun) kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka Allāh akan tutupi kekurangan-kekurangan tersebut.

Sebagaimana perkataan menarik yang dikatakan oleh shahābat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, Abū Hurairah radhiyallāhu 'anhu yaitu:

الغيبة تخرق الصيام، والاستغفار يرقعه، فمن استطاع منكم أن لا يأتي بصوم مُخرَّق فليفعل.(جامع العلوم والحكم 2/132)

"Ghībah (menggunjing) merobek puasa sedang istighfar menambal robekan puasa. Barangsiapa yang mampu datang dengan membawa puasa yang memiliki tambalan maka hendaklah dia melakukannya." (Jāmi'ul 'Ulūm wal Hikam 2/132)

Maka shahābat Abū Hurairah radhiyallāhu 'anhu dalam hal ini membuat gambaran, seandainya puasa adalah kain maka ketika kita melakukan maksiat saat kita berpuasa, semacam ghībah, maka kain itu akan robek.

Dan kain yang robek tentu perlu dijahit dan ditambal/diperbaiki. Maka upaya untuk merajut kembali, untuk menjahit robekan tersebut caranya adalah dengan memperbanyak istighfar (memohon ampun) kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla atas kelalaian dan kecerobohan yang ada pada diri kita saat berpuasa.

Oleh karena itu beliau katakan "Siapa yang bisa memiliki puasa yang puasanya bagaikan kain yang robek, namun telah dijahit kembali maka lakukanlah."

Maka tidak diragukan, yang paling ideal adalah orang itu memiliki kain yang utuh tanpa robek, tanpa dijahit kembali setelah robek. Akan tetapi itu suatu hal yang sulit. Mendapatkan hal tersebut dalam puasa kita suatu hal yang sulit.

Maka, kondisi dibawah ideal adalah kita memiliki puasa bagaikan kain yang robek namun telah kita jahit kembali. Bekas robeknya masih ada, namun kain tersebut adalah kain yang utuh.

Tentu kondisi yang mengkhawatirkan dan menyedihkan manakala puasa kita bagaikan kain namun belum ditambal dan belum dijahit ulang.

Oleh karena itu beliau sampaikan, kalau kita tidak bisa muluk-muluk (ideal) puasa kita bagaikan kain yang utuh, tapi robek namun robek yang sudah ditambal, maka hendaklah kita berupaya untuk mewujudkannya.

Demikian, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.

�� Ust. Aris Munandar hafizhahullāh
�� Sumber: http://yufid.tv/?s=Puasa+tambalan+aris
___________________________
�� Program Cinta Ramadhan~Yayasan Cinta Sedekah :
1. Tebar Paket Ifthar & Sahur Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim & Dhu'afa
4. Tebar Al-Quran Nasional

�� Donasi Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| atas nama Cinta Sedekah
| Kode Bank 147
| Konfirmasi donasi,
sms ke 0878 8145 8000
dengan format:
Nama#Domisili#Jumlah Transfer#Donasi Untuk Program

Selasa, 07 Juli 2015

LAILATUL QADR

�� BimbinganIslam.com
Selasa, 20 Ramadhan 1436 H/ 07 Juli 2015 M
�� Materi Tematik Ramadhān
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

~ LAILATUL QADR ~

Malam seribu bulan...

Itulah yang dikenal dengan malam Lailatul Qadr, malam yang super istimewa, yang diburu oleh setiap Muslim, khususnya mereka yang sangat mencari keuntungan akhirat.

Tahukah kita apa itu malam Lailatul Qadr?

Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan dalam sebuah surat yang sangat mulia, surat Al-Qadr, yang menjelaskan kemuliaan malam tersebut.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qurān) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibrīl dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Al Qadr: 1-5).

Dalam satu surat ini terdapat penjelasan yang sangat ringkas tentang malam Lailatul Qadr, yang diawali oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla bahwa Lailatul Qadr adalah malam diturunkannya Al-Qurān Al-Karīm.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla menggunakan dhamīr jama' "nahnu" (innā) dan dhamir ini bukan menunjukkan bahwa Allāh jama' sebagaimana sebagian orang memberikan syubhat khususnya orang Nashrani. Penggunaan dhamīr "nahnu" menunjukkan bahwa Allāh itu banyak, bukan satu.

Sedangkan para ulama menjelaskan penggunaan dhamīr "nahnu" bentuk jamak adalah memiliki faidah li ta'zhīm, dalam rangka untuk pengagungan Allāh Subhānahu wa Ta'āla sehingga Allāh Yang Maha Agung yang menurunkan Al-Qurān yang sangat agung.

Lailatul Qadr adalah 2 kata yang Allāh menjadikannya pada malam hari dan ada kekhususan pada malam tersebut, sebagaimana Allāh terangkan dalam beberapa ayat:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ

"Dan di antara malam maka bertasbihlah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan pada setiap selesai shalat." (Qaf 40)

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا 

"Maha Suci Allāh, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam." (Al-Isrā 1)

Allāh turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir. Sehingga malam (laylah) memiliki keutamaan.

Adapun kata "al-qadr" memiliki 2 makna penting;

⑴ Bermakna "kemuliaan"
Dikatakan kemuliaan karena memang malam itu adalah malam kemuliaan. Diantara kemuliaan itu adalah Allāh turunkan Al-Qurān.

⑵ Bermakna "penetapan"
Allāh menetapkan dan mencatat taqdir-taqdir 1 tahun yang akan datang.

Ayat ke-2 surat Al-Qadr datang dalam bentuk pertanyaan, diantara faidahnya yaitu menunjukkan tentang agungnya, dahsyatnya dan istimewanya malam tersebut, sebagaimana surat Al-Qāriah.

Dan keagungan malam ini juga ditandai dengan para malaikat dan Jibrīl turun ke bumi, sehingga bumi dipenuhi oleh malaikat-malaikat Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Turunnya malaikat-malaikat ini menunjukkan banyaknya keberkahan dan rahmat yang datang dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan dikatakan pula malam itu penuh dengan kesejahteraan (salām) karena di malam itu banyak diantara para hamba yang berbuat baik dan juga para syaithan kesulitan melakukan kejahatan.

Dan malam ini berlangsung sampai terbitnya fajr.

Malam ini dikatakan Allāh yang kemuliaannya lebih dari 1000 bulan, yang apabila kita hitung dengan bulan kehidupan kita adalah sekitar 83 tahun lebih. Sehingga orang yang beramal pada malam Lailatul Qadr dia akan mendapatkan kebaikan senilai dengan beramal 83 tahun lebih, alangkah sangat luar biasanya.

Sehingga dibawakan sebuah riwayat, diantara sebab turunnya surat Al-Qadr adalah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyampaikan kisah seorang Bani Isrāil yang melakukan ibadah selama 1000 bulan, maka kaum muslimin terkagum-kagum. Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla turunkan surat tersebut yang menerangkan tentang malam yang sangat luar biasa. Maka ini merupakan keutamaan yang Allāh berikan kepada umat Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Kapan keberadaan malam Lailatul Qadr itu?

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan sebagaimana yang dijelaskan Allāh Subhānahu wa Ta'āla yaitu malam Lailatul Qadr ada pada bulan Ramadhān dimana didalamnya diturunkan Al-Qurān.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ 

(Al-Baqarah 185)

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan petunjuk yang lebih khusus lagi, yaitu:

Dari ‘Āisyah, bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

تَحَرّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah malam Lailatul Qadr di malam ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhāri II/710/1913 dan Muslim II/828/1169)

Ini merupakan petunjuk Nabi bagi mereka yang menginginkan menggapai malam Lailatul Qadr.

Para ulama memberikan penjelasan tentang apakah malam ini menetap pada tanggal tertentu? Ataukah malam ini berpindah-pindah pada malam-malam yang berlainan tanggal.

Syaikh Muhammad bin Shālih Al-'Utsaimin memberikan jawaban bahwa malam Lailatul Qadr adalah malam yang berpindah-pindah, bukan pada malam tertentu, sehingga bisa jadi tahun ini malam ini malam 25, tahun depan malam 27.

Malam Lailatul Qadr adalah malam yang dirahasiakan, maka kata para ulama ada 2 faidah besar dengan dirahasiakannya, yaitu:

⑴ Dalam rangka untuk memperbanyak kebaikan kaum Muslimin, karena orang yang mereka mencari malam Lailatul Qadr dan tidak tahu kapan Jatuhnya maka dia akan bersungguh-sungguh tiap malam berusaha untuk serius dan menghidupkan malam tersebut.

⑵ Sebagai bentuk ujian, siapa diantara para hamba yang benar-benar bersungguh-sungguh mencari Lailatul Qadr dan siapa yang pemalas.

Bagaimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menghidupkan khususnya 10 malam terakhir Ramadhān yang didalamnya terdapat Lailatul Qadr?

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari 'Āisyah radhiyallāhu 'anhā, sesungguhnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

كان إذا دخل العشر الأواخر أحيا الليل وأيقظ أهله وشد المئزر . (ولأحمد ومسلم) كان يجتهد في العشر الأواخر مالا يجتهد في غيرها.

“Apabila memasuki sepuluh malam akhir, biasanya beliau (Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam) menghidupkan malam, membangunkan keluarganya serta mengencangkan kainnya (meninggalkan jima' dan semangat beribadah)." Dalam riwayat Ahmad dan Muslim: “Beliau bersungguh-sungguh pada sepuluh malam akhir tidak seperti malam selainnya.” 

Nabi sudah bersungguh-sungguh pada malam bulan Ramadhān, akan tetapi kesungguhan Beliau pada 10 malam terakhir lebih besar lagi.

Dan bagaimana jika seorang wanita dia haidh, apakah dia bisa mencari kebaikan malam Lailatul Qadr?

Para ulama menjelaskan bisa. Dia memperbanyak dzikir, do'a, wirid dan sebagian ulama membolehkan membaca Al-Qurān akan tetapi tanpa menyentuh mushaf, bisa dengan hafalannya atau bisa membaca Al-Qurān tanpa menyentuh mushaf.

Mudah-mudahan Allāh memudahkan kita dan memberikan taufiq untuk mendapatkan malam yang lebih baik dari 1000 bulan yang apabila seseorang diharamkan mendalatkan malam ini maka dia sungguh celaka dan rugi besar.

مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

"Barangsiapa yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu maka sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung)."

(HR Ahmad (2/385), an-Nâsa’i (no. 2106) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albâni dalam kitab “Tamâmul Minnah, hlm. 395)

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan taufiq kepada kita untuk meringankan untuk menghidupkan malam-malam dalam rangka untuk mendapatkan kebaikan malam Lailatul Qadr.

Dan semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberkahi umur-umur kita sehingga umur berbarakah yang penuh keta'atan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

�� Ust. Afifi 'Abdul Wadūd hafizhahullāh
�� Sumber: http://yufid.tv/?s=Lailatul+qadr+afifi
___________________________
�� Program Cinta Ramadhan~Yayasan Cinta Sedekah :
1. Tebar Paket Ifthar & Sahur Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim & Dhu'afa
4. Tebar Al-Quran Nasional

�� Donasi Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| atas nama Cinta Sedekah
| Kode Bank 147
| Konfirmasi donasi,
sms ke 0878 8145 8000
dengan format:
Nama#Domisili#Jumlah Transfer#Donasi Untuk Program

Senin, 06 Juli 2015

I'TIKAF

�� BimbinganIslam.com
Senin,19 Ramadhān 1436 H/06 Juli 2015 M
�� Faidah Hadits
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

عن عائشة رضي الله عنها { أنها كانت ترجل النبي صلى الله عليه وسلم وهي حائض ، وهو معتكف في المسجد . وهي في حجرتها : يناولها رأسه . } وفي رواية { وكان لا يدخل البيت إلا لحاجة الإنسان } . وفي رواية أنعائشة رضي الله عنها قالت " إن كنت لأدخل البيت للحاجة والمريض فيه . فما أسأل عنه إلا وأنا مارة "

Dari 'Āisyah radhiyallāhu 'anhā, bahwasanya dia sering menyisirkan (rambut) Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika dia sedang haidh, sedang Beliau beri'tikaf di dalam masjid. Dia berada di dalam kamarnya dan Beliau mengulurkan kepalanya." (HR. Bukhari no. 2046, Muslim no. 297)

Didalam riwayat lain disebutkan: "Beliau tidak masuk ke rumah melainkan karena suatu kebutuhan manusia." (yaitu kencing dan berak) (HR. Muslim no. 297)

Didalam riwayat yang lainnya disebutkan bahwa 'Āisyah radhiyallāhu 'anhā berkata: "Sesungguhnya aku pernah masuk ke rumah untuk suatu keperluan. Dan ketika itu didalamnya ada orang sakit. Aku tidaklah bertanya tentangnya melainkan sambil aku berjalan melintasinya." (HR. Muslim no. 297)

At-Tarjil adalah mengurai rambut.

Didalam hadits di atas terdapat beberapa faidah:

⑴ Sesungguhnya Beliau selalu memberikan gizi kepada rambut kepalanya. Beliau memanjangkan rambutnya hingga sampai ke bagian bawah telinganya. Dan terkadang hingga sampai di kedua bahunya. Dan terkadang lebih panjang lagi sedikit. (HR. Bukhari no. 5902, 5904, 5905 dan Muslim no. 2338). Dan Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam selalu memeliharanya dengan mencuci dan membersihkannya.

⑵ Sesungguhnya mengeluarkan sebagian anggota tubuh tidak masalah bagi orang yang beri'tikaf dan tidak membatalkan i'tikaf.

⑶ Sesungguhnya tubuh wanita yang sedang haidh adalah suci.

⑷ Sesungguhnya memeluk wanita (istri) tanpa diiringi syahwat tidak masalah pada pelaksanaan i'tikaf, puasa dan haji.

Perkataan Di dalam riwayat yang lain "Beliau tidak masuk ke rumah melainkan karena suatu kebutuhan manusia (yaitu kencing dan berak), yaitu kencing dan kebutuhan-kebutuhan darurat lainnya.

Adapun kebutuhan yang tidak darurat maka tidak boleh keluar untuk melaksanakannya, seperti menjenguk orang yang sakit, melayat jenazah yang tidak wajib atasnya dan lain sebagainya. Kecuali jika dia mengecualikan hal-hal itu maka itu boleh dia lakukan.

Di dalam hadits di atas terdapat penjelasan bahwa apabila seorang beri'tikaf keluar untuk suatu kebutuhan, maka dia tidak boleh berlama-lama kecuali sekedar kebutuhan itu saja. Dia tidak boleh berhenti untuk sekedar bertanya kepada orang yang sakit, kecuali sambil berjalan melintasinya.

Kasus yang semisal adalah apabila dia beri'tikaf di masjid yang tidak didirikan shalat Jum'at padanya, lalu dia keluar untuk melaksanakan shalat Jum'at, maka dia tidak boleh berhenti untuk bertanya-tanya kepada seseorang tentang sesuatu apapun. Karena dia boleh keluar hanya untuk kebutuhan itu saja sehingga dibatasi sesuai dengan kadarnya.

��Sumber: Terjemahan Kitab Syarh 'Umdatul Ahkām oleh Syaikh 'Abdurrahmān bin Nāshir As-Sa'di rahimahullāh. Bab I'tikaf Halaman 466. Cetakan 1. Penerbit Darus Sunnah
___________________________
�� Program Cinta Ramadhan~Yayasan Cinta Sedekah :
1. Tebar Paket Ifthar & Sahur Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim & Dhu'afa
4. Tebar Al-Quran Nasional

�� Donasi Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| atas nama Cinta Sedekah
| Kode Bank 147
| Konfirmasi donasi,
sms ke 0878 8145 8000
dengan format:
Nama#Domisili#Jumlah Transfer#Donasi Untuk Program

I' T I K A A F Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas  حفظه الله

��I' T I K A A F
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas  حفظه الله
http://almanhaj.or.id/content/3960/slash/0/itikaaf/

DEFINISI I'TIKAAF
I’tikaaf berasal dari kata: عَكَفَ – يَعْكُفُ – عُكُوْفًا.
Kemudian disebut dengan i’tikaaf: اِعْتَكَفَ – يَعْتَكِفُ – إِعْتِكَافًا .

I’tikaaf menurut bahasa ialah: “Menetapi sesuatu dan menahan diri padanya, baik sesuatu berupa kebaikan atau kejahatan.”

I'tikaaf berarti: "Tekun dalam melakukan sesuatu. Karena itu, orang yang tinggal di masjid dan melakukan ibadah disana, disebut mu'takif atau 'aakif".[1]

Sedangkan arti i'tikaaf menurut istilah syara' ialah: "Seseorang tinggal/menetap di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah dengan sifat/ciri tertentu"[2]

DISYARI'ATKANNYA I'TIKAAF
Para ulama sepakat bahwa i'tikaaf disyari'atkan dalam agama Islam pada bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya dan i'tikaaf yang paling utama adalah pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan. Hal tersebut karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam selalu mengerjakannya, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللّهُ تَعَالَى ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.

"Dari 'Aisyah Radhiyallahu 'anha, istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, ia berkata: Adalah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam biasa beri'tikaaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melaksanakan i'tikaaf sepeninggalnya" [3]

عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَى لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ.

"Dari 'Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata : Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam apabila sudah masuk sepuluh hari terakhir (dari bulan Ramadhan, maka beliau) mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malam itu, membangunkan istrinya". [4]

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهِ.

“Aisyah Radhiyallahu anha berkata: Ialah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam beribadah pada sepuluh hari terakhir (dari bulan Ramadhan) melebihi kesungguhannya di malam-malam lainnya". [HR. Ahmad VI/256 dan Muslim no. 1175.]

HUKUM I'TIKAAF
Hukum i'tikaaf ada dua macam, yaitu: (a). Sunnat. (b). Wajib.

I'tikaaf sunnat ialah yang dilakukan oleh seseorang dengan sukarela dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah dan mengharapkan pahala daripada-Nya serta mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di sepanjang tahun.

I'tikaaf yang wajib, ialah i'tikaaf yang diwajibkan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri, adakalanya dengan nadzar mutlak, misalnya ia mengatakan, Wajib bagi saya i'tikaaf karena Allah selama sehari semalam. "Atau dengan nadzar bersyarat, misalnya ia mengatakan, jika Allah menyembuhkan penyakit saya, maka saya akan i'tikaaf dua hari dua malam". Nadzar ini wajib dilaksanakan.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِي اللّهُ عَنْهُمَا أَنَّ عُمَرَ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُنْتُ نَذَرْتُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ أَعْتَكِفَ لَيْلَةً فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، قَالَ: فَأَوْفِ بِنَذْرِكَ

Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Ya Rasulullah, aku pernah bernadzar di zaman Jahiliyyah akan beri'tikaaf satu malam di Masjidil Haram?" Sabda beliau: "Penuhilah nadzarmu itu!" [5]

SYARAT-SYARAT I'TIKAAF
Syarat-syarat bagi orang yang i'tikaaf ialah: (a). Seorang Muslim. (b). Mumayyiz. (c). Suci dari janabat, suci dari haidh dan suci dari nifas.

Imam Ibnul Qayyim dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berpendapat bahwa orang yang i'tikaaf harus berpuasa. Hal ini berdasarkan perkataan 'Aisyah Radhiyallahu anha:

مَنِ اعْتَكَفَ فَعَلَيْهِ الصَّوْمُ.

"Barangsiapa yang i'tikaaf hendaklah ia berpuasa". [6]

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: السُّنَّةُ عَلَى الْمُعْتَكِفِ أَنْ لاَ يَعُوْدَ مَرِيْضًا وَلاَ يَشْهَدَ جَنَازَةً وَلاَ يَمَسَّ إِمْرَأَةً وَلاَ يُبَاشِرَهَا وَلاَ يَخْرُجَ لِحَاجَةٍ إِلاَّ لِمَا لاَ بُدَّ مِنْهُ وَلاَ اعْتِكَافَ إِلاَّ بِصَوْمٍ وَلاَ اعْتِكَافَ إِلاَّ فِيْ مَسْجِدٍ جَامِعٍ.

Aisyah Radhiyallahu anha juga berkata, "Sunnah bagi orang yang i'tikaaf adalah tidak menjenguk orang sakit, tidak melayat jenazah, tidak bercampur dengan istrinya dan tidak bercumbu rayu, tidak keluar dari masjid kecuali ada sesuatu yang mesti dia keluar, tidak ada i'tikaaf kecuali di masjid jami". [7]

RUKUN-RUKUN I'TIKAAF
1. Niat, karena tidak sah satu amalan melainkan dengan niat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus". [al-Bayyinah/98: 5]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلّ امْرِئٍ مَا نَوَى...

"Sesungguhnya segala perbuatan tergantung pada niat, dan manusia akan mendapatkan balasan menurut niat, dan manusia akan mendapatkan balasan menurut apa yang diniatkannya". [8]

2. Tempatnya harus di masjid.
Hakikat i'tikaaf, ialah tinggal di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Mengenai tempat i'ikaaf harus di masjid berdasarkan firman Allah Ta'ala.

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

"Tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedangkan kamu beri'tikaaf di masjid". [al-Baqarah/2: 187]

PENDAPAT FUQAHA' MENGENAI MASJID YANG SAH DIPAKAI UNTUK I'TIKAAF
1 . Sebagian ulama berpendapat bahwasanya i'tikaaf itu hanya dilakukan di tiga masjid, yaitu; Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid Aqsha. Ini adalah pendapat Sa'id bin al-Musayyab.

Imam an-Nawawi berkata, "Aku kira riwayat yang dinukil bahwa beliau berpendapat demikian tidak sah" [al-Majmuu' Syarhul Muhadzdzab VI/483]

2. Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Ishaq dan Abu Tsur berpendapat bahwa i'tikaaf itu sah dilakukan di setiap masjid yang dilaksanakan shalat lima waktu dan didirikan jama'ah. [al-Majmuu' Syarhul Muhadzdzab VI/483]

3. Imam Malik, Imam asy-Syafi'i dan Abu Dawud berpendapat bahwa i'tikaaf itu sah dilakukan pada setiap masjid, karena tidak ada keterangan yang sah yang menegaskan terbatasnya masjid sebagai tempat untuk melaksanakan i'tikaaf.

Setelah membawakan beberapa pendapat tersebut, Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: "I'tikaaf itu sah dilakukan di setiap masjid dan tidak boleh dikhususkan masjid manapun juga kecuali dengan dalil, sedangkan dalam hal ini tidak ada dalil yang jelas yang mengkhususkannya". [Lihat al-Majmu Syarhul Muhadzdzab, VI/483.]

Ibnu Hazm berkata, "I'tikaaf itu sah dan boleh dilakukan di setiap masjid, baik itu (masjid yang) dilaksanakan Jum'at ataupun tidak". [Lihat al-Muhalla V/193, masalah no. 633.]

Telah terjadi ittifaq (kesepakatan) di antara ulama Salaf, bahwa di antara syarat i'tikaaf harus dilakukan di masjid, dengan perbedaan pendapat di antara mereka apakah masjid-masjid tertentu atau di masjid manapun (pada umumnya), bila dilihat zhahir firman Allah.

وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

"...Sedangkan kamu beri'tikaaf di masjid...".[al-Baqarah/2: 187]

Ayat ini membolehkan i'tikaaf di semua masjid berdasarkan keumuman lafazhnya. Karena itu, siapa saja yang mengkhususkan makna dari ayat tersebut, mereka harus menampilkan dalil, demikian juga yang mengkhususkan masjid-masjid Jami' saja tidak ada dalilnya, sebagaimana halnya pendapat yang mengkhususkan hanya tiga masjid (yaitu Masjidil Haram, Nabawi dan Aqsha). Karena pendapat (yang mengkhususkan) tidak ada dalilnya, maka gugurlah pendapat tersebut [9]

Pendapat pertama yang mengatakan bahwa i'tikaaf hanya dilakukan di tiga masjid ; Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam.

لاَ اِعْتِكَافَ إِلاَّ فِيْ الْمَسَاجِدِ الثَّلاَثَةِ.

"Tidak ada i'tikaaf melainkan hanya di tiga masjid". [10]

Tentang keshahihan hadits ini dan takhrijnya dapat dilihat pada kitab Silsilah al-Ahaadits ash-Shahiihah no. 2786 (jilid VI al-Qismul Awwal hal. 667-676) karya besar Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.

Lihat juga al-Inshaf fii Ahkaamil I'tikaaf oleh Syaikh 'Ali Hasan 'Ali Abdul Hamid.

Menurut Imam al-Albani rahimahullah bahwa ayat tentang i'tikaaf bentuknya umum sedangkan hadits mengkhususkan di tiga masjid. [Qiyaamu Ramadhan hal. 36.]

TENTANG WANITA YANG BERI'TIKAAF
Tentang wanita yang beri'tikaaf di masjid diharuskan membuat kemah tersendiri dan terpisah dari laki-laki, sedangkan untuk masa sekarang harus dipikirkan tentang fitnah yang akan terjadi bila para wanita hendak i'tikaaf, yaitu terjadinya ikhtilath dengan laki-laki di tempat yang semakin banyak fitnah. Adapun soal bolehnya, para ulama membolehkan namun diusahakan untuk tidak saling pandang antara laki-laki dan wanita. [11]

WAKTU MEMULAI DAN MENGAKHIRI I'TIKAAF
Dan jika seseorang berniat hendak i'tikaaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, maka hendaklah ia mulai memasuki masjid sebelum matahari terbenam.

Pendapat yang menerangkan bahwa waktu dimulainya i'tikaaf adalah sebelum matahari terbenam pada tanggal 20 Ramadhan, yaitu pada malam ke 21, merupakan pendapat dari Imam Malik, Imam Hanafi, Imam asy-Syafi'i, dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya. [12]

Dalil mereka ialah riwayat tentang i'tikaafnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di awal Ramadhan, pertengahan dan akhir Ramadhan:

عَنْ أَبِيْ سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفِ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ.

"Dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang hendak beri'tikaaf bersamaku, hendaklah ia melakukannya pada sepuluh malam terakhir (dari bulan Ramadhan)". [HR al-Bukhari no. 2027.]

Maksud "sepuluh terakhir", adalah nama bilangan malam, dan bermula pada malam kedua puluh satu atau malam kedua puluh. [Lihat Fiqhus Sunnah I/403.]

Mengenai waktu keluar dari masjid setelah selesai menjalankan i'tikaaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, menurut Imam Abu Hanifah dan Imam asy-Syafi'i waktunya adalah sesudah matahari terbenam (di akhir Ramadhan). Sedangkan menurut Imam Ahmad rahimahullah, ia disunnahkan untuk tinggal di masjid sampai waktu shalat 'Idul Fitri. Jadi, keluar dari masjid ketika ia keluar menuju lapangan untuk mengerjakan shalat 'Ied. Akan tetapi menurut mereka boleh pula keluar dari masjid setelah matahari terbenam. [Lihat Bidaayatul Mujtahid (I/230) dan al-Mughni (IV/490).]

HAL-HAL YANG SUNNAT DAN YANG MAKRUH BAGI ORANG YANG I'TIKAAF
Disunnatkan bagi orang yang i'tikaaf memperbanyak ibadah sunnat serta menyibukkan diri dengan shalat berjama'ah dan shalat-shalat sunnat, membaca al-Qur'an, tasbih, tahmid, takbir, istighfar, berdo'a membaca shalawat atas Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ibadah-ibadah lain untuk mendekatkan diri kita kepada Allah Ta'ala. Semua ibadah ini harus dilakukan sesuai dengan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Termasuk juga dalam hal ini disunnahkan menuntut ilmu, membaca/menelaah kitab-kitab tafsir dan hadits, membaca riwayat para Nabi 'alaihimush shalatu wa sallam dan orang-orang shalih, dan mempelajari kitab-kitab fiqh serta kitab-kitab yang berisi tentang masalah aqidah dan tauhid.

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN I'TIKAAF
(1). Sengaja keluar dari masjid tanpa suatu keperluan walaupun hanya sebentar. (2). Murtad (3).Hilang akal disebabkan gila atau mabuk. (4). Haidh.(5). Nifas. (6). Bersetubuh/bersenggama.

HAL-HAL YANG DIBOLEHKAN SEWAKTU I'TIKAAF
1. I'tikaafnya seorang wanita dan kunjungannya kepada suaminya yang beri'tikaaf di dalam masjid.
Diperbolehkan bagi seorang wanita untuk mengunjungi suaminya yang tengah beri'tikaaf. Dan suaminya yang sedang beri'tikaaf diperbolehkan untuk mengantarkannya sampai pintu masjid.

Shafiyyah Radhiyallahu anha bercerita: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah beri'tikaaf (pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan), lalu aku datang untuk mengunjungi beliau pada malam hari, (yang saat itu di sisi beliau sudah ada beberapa istrinya, lalu mereka pergi). Kemudian aku berbicara dengan beliau beberapa saat, untuk selanjutnya aku berdiri untuk kembali. (Maka beliau bersabda: 'Janganlah kamu tergesa-gesa, biar aku mengantarmu'). Kemudian beliau berdiri mengantarku -dan rumah Shafiyyah di rumah Usamah bin Zaid-. Sehingga ketika sampai di pintu masjid yang tidak jauh dari pintu Ummu Salamah, tiba-tiba ada dua orang dari kaum Anshar yang melintas. Ketika melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, kedua orang itu mempercepat jalannya, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Janganlah kalian tergesa-gesa, sesungguhnya dia adalah Shafiyyah binti Huyay'. Kemudian keduanya menjawab: 'Mahasuci Allah, wahai Rasulullah'. Beliau bersabda: 'Sesungguhnya syaitan itu berjalan dalam diri manusia seperti aliran darah. Dan sesungguhnya aku khawatir syaitan itu akan melontarkan kejahatan dalam hati kalian berdua, atau beliau bersabda (melontarkan sesuatu)'". [HR. al-Bukhari no. 2035, Muslim no. 2175]

2. Menyisir rambut, berpangkas, memotong kuku, membersihkan tubuh, memakai pakaian terbaik dan memakai wangi-wangian.

3. Keluar untuk sesuatu keperluan yang tidak dapat dielakkan.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللّهُ عَنْهَا أَنَّهَا كَانَتْ تُرَجِّلُ النّبِيَّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ حَائِضٌ وَهُوَ مُعْتَكِفٌ فِي الْمَسْجِدِ وَهِيَ فِيْ حُجْرَتِهَا يُنَاوِلُهَا رَأْسَهُ وَكَانَ لاَ يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلاَّ لِحَاجَةِ اْلإِنْسَانِ إِذَا كَانَ مُعْتَكِفًا

"Dari Aisyah Radhiyalahu 'anha, bahwa ia pernah menyisir rambut Nabi Shallallahu alaihi wa sallam padahal ia (Aisyah) sedang haidh, dan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sedang beri'tikaaf di masjid. Aisyah berada di dalam kamarnya dan kepala Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dimasukkan ke kamar Aisyah. Dan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bila sedang beri'tikaaf tidak pernah masuk rumah melainkan kalau untuk menunaikan hajat. [13]

Berkata Ibnul Mundzir: "Para ulama sepakat, bahwa orang yang i'tikaaf boleh keluar dari masjid (tempat i'tikaafnya) untuk keperluan buang air besar atau kencing, karena hal ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan, (apabila tidak ada kamar mandi/wc di masjid -pent.). Dalam hal ini, sama hukumnya dengan kebutuhan makan minum bila tidak ada yang mengantarnya, maka boleh ia keluar (sekedarnya)".[Lihat Fiqhus Sunnah I/405.]

KHATIMAH
Dianjurkan bagi orang-orang yang ber-i’tikaaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan dan yang tidak i’tikaaf, berusa-halah memanfaatkan waktu untuk ibadah kepada Allah, perbanyaklah baca al-Qur-an, berdzikir kepada Allah, dan melakukan shalat-shalat sunnat yang disunnahkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, mudah-mudahan kita termasuk orang yang mendapatkan malam Lailatul Qadar yang keutamaannya lebih baik dari seribu bulan dan mudah-mudahan pula dosa kita diampunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدَرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ .

“Barangsiapa berdiri (melaksanakan ibadah) pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan mengharapkan ganjaran dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [14]

Dianjurkan pula banyak do’a dan dzikir ini pada malam ganjil di akhir Ramadhan yang diharapkan adanya Lailatul Qadar:

اللّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ.

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan suka memaafkan, maka maafkanlah aku. [15]

Wallahu a’lam bish shawaab.

 [Disalin secara ringkas dari buku I'tikaaf, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Gedung TEMPO Jl Utan Panjang Raya No. 64 - Jakarta Pusat, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
________
Footnote
[1]. Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits III/284 dan Lisaanul Arab (IX/341), cet. Daar Ihyaa-ut Turats al-Arabi.
[2]. Lihat Fat-hul Baari (IV/271), Syarah Muslim (VIII/66), Mufradaat Alfaazhil Qur’an (hal. 579) ar-Raghib al-Ashfahani, Muhalla (V/179)
[3]. HR. Ahmad VI/92, al-Bukhari no. 2026, Fat-hul Baari IV/271, Muslim no. 1172 (5), Abu Dawud no. 2462, dan al-Baihaqi IV/ 315, 320
[4]. HR Ahmad VI/41, al-Bukhari no. 2024, Muslim no. 1174, Abu Dawud no. 1376, an-Nasa-i III/218, lafazh ini milik al-Bukhari
[5]. HR al-Bukhari no. 2032, Fat-hul Baari IV/ 274 dan Muslim no. 1656.
[6]. Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq no. 8037.
[7]. HR. Abu Dawud no. 2473 dan al-Baihaqi IV/315-316, lihat Shahih Sunan Abi Dawud VII/235-236 no. 2135
[8]. HR. al-Bukhari no. 1, Fat-hul Baari VI/48, Muslim no. 1907
[9]. Lihat al-Jami' li Ahkaamil Qur'aan karya Imam al-Qurthubi (I/222), Ahkaamul Qur'aan al-Jashshash (I/285) dan Raawa'i'ul Bayaan fii Tafsiiri Ayaatil Ahkaam (I/241-215)
[10]. HR. al-Isma'ily dalam al-Mu'jam dan al-Baihaqi dalam Sunannya (IV/316) dari Shahabat Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu
[11]. Lihat al-Mughni IV/464-465, baca Fiqhul Islam Syarah Bulughul Maram III/260.
 [12]. Lihat Syarah Muslim VIII/68, Majmu' Syarhul Muhadzdzab VI/492, Fathul Baary IV/277, al-Mughni IV/489-490 dan Bidayatul Mujtahid I/230
[13]. HR al-Bukhari no. 2029, 2046, Muslim no. 297 (6-7), Abu Dawud no. 2467, at-Tirmidzi no. 804, Ibnu Majah no. 1776 dan 1778, Malik I/257 no. 1, Ibnul Jarud no. 409 dan Ahmad VI/104, 181, 235, 247, 262.
[14]. HR al-Bukhari no. 2014, Muslim 760 (175), Abu Dawud no. 1372, an-Nasaa-i IV/157
[15]. HR Ahmad VI/171, Ibnu Majah no. 3850, at-Tirmidzi no.

3513 dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha. Lihat Shahih at-Tirmidzi no. 2789 dan Shahih Ibni Majah no. 3105.
©almanhaj//جانا/Free/

ANTARA SEDIH DAN BAHAGIA

ANTARA SEDIH DAN BAHAGIA

Saudaraku, tak terasa sebentar lagi kita akan memasuki sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Di satu sisi hati kita berbahagia. Sebab, besar harapan pada malam-malam tersebut ada Malam Kemuliaan (Lailatul Qadar) yang lebih baik dari pada seribu bulan. Namun di sisi lainnya, ini petanda bahwa Ramadhan tahun ini sesaat lagi akan meninggalkan kita. Sementara itu kita sangat kurang maksimal dalam memanfaatkan hari-hari dan malam-malamnya. Sekiranya ada yang berusaha maksimal, maka ia tidak tahu apakah amalannya tersebut diterima oleh Allah ta'ala ataukah tidak.

Maka itu, senantiasalah kita rendah hati dan takut kepada Allah. Takutlah kepada-Nya bila ternyata Dia tidak menerima amalan kita. Jangan lupa pula banyak-banyak berdoa kepada Allah agar amalan kita benar-benar diterima di sisi-Nya. Allahumma aamiin.

Saudaraku, berikut ini kiat praktis untuk memanfatkan Malam Kemuliaan:

○ PERTAMA: Bersungguh-sungguh dan bersemangat mencari malam kemuliaan.

○ KEDUA: Menghidupkan malam-malamnya dengan qiyamul-lail (tarawih).

○ KETIGA: Memperbanyak doa. Jangan lupa sisipkan nama ayah bundamu di sela-sela untaian indah harapanmu.

○ KEEMPAT: Menghidupkan lailatul qadar dengan berbagai macam ibadah, dan jangan lupa mengajak keluarga untuk ikut menghidupkannya.

Saudaraku, jaga semangat, selamat berjuang, semoga sukses. Doaku, semoga Allah memudahkan kita untuk menggapainya. Aamiin.

✅ Bagian Indonesia
�� ICC DAMMAM KSA
==================
�� [17/09/1436 H]

♻Republished by MRA Al-Jafari Al-Alabi
��Grup WA Dakwah Islam

Share yuk semoga teman anda mendapat faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka pintu amal kebaikan bagi anda. آمِيْن يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

#DakwahSunnah
#SyiahBukanIslam
#IndonesiaBertauhid

BEGADANG YANG BERPAHALA

�� BimbinganIslam.com
Senin, 19 Ramadhān 1436 H/06 Juli 2015 M
�� Materi Tematik Ramadhān
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

~ BEGADANG YANG BERPAHALA ~

Ketika memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhān, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagaimana penjelasan Ibunda 'Āisyah radhiyallāhu 'anhā melakukan 3 hal.

PERTAMA: MENGIKAT SARUNG

Tentang mengikat sarung, ada 2 penjelasan:

⑴ Artinya Beliau meningkatkan kesungguhannya dalam beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Di 10 hari yang pertama dan kedua Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ibadahnya biasa saja, begitu memasuki 10 hari terakhir Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam luar biasa dan bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Berkebalikan dengan apa yang kita saksikan di lingkungan kita sekarang ini, banyak orang yang bersungguh-sungguh di awal Ramadhān sehingga di akhir "nafasnya" di akhir Ramadhān sudah tinggal sisa-sisanya, akhirnya yang ada hanya malas-malasan, tidak demikian yang Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tuntunkan.

Yang Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tuntunkan di awal Ramadhān biasa saja namun di akhir Ramadhān, disitulah Beliau curahkan segala kemampuannya untuk beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

⑵ Artinya Beliau tidak menyetubuhi istrinya.

Dan ini dilakukan dalam rangka memaksimalkan dalam beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Maka badan tidaklah capai, lesu karena energi yang telah dikeluarkan untuk berhubungan suami istri. Sehingga ibadah kepada Allāh bisa maksimal.

KEDUA: MENGHIDUPKAN MALAM

Yang dimaksudkan menghidupkan malamnya adalah Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam begadang semalam suntuk. Suatu hal yang tidak dilakukan Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam di awal-awal Ramadhān atau dibulan lain. Di 10 hari terakhir Beliau  shallallāhu 'alayhi wa sallam begadang.

Dan begadang ini bukan hanya diisi dengan ibadah shalat, namun dzikir, membaca Al-Qurān, berdo'a dan berbagai macam aktivitas ibadah yang lainnya.

Dan Beliau tidak tidur di 10 malam terakhir, tapi Beliau gunakan untuk melek dalam rangka beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Melek dalam bahasa hadits disebutkan dengan "menghidupkan malam".

Kenapa disebut dengan "menghidupkan malam"?

Maka kata "hidup" disini bisa tertuju pada orangnya, 'ābid, seorang hamba yang beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla di malam-malam tersebut. Karena dia tidak tidur, dan tidur adalah mati, kebalikan dari hidup yaitu melek.

Maka disebut "menghidupkan malam" karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam keadaan melek dan begadang.

Atau "hidup" disini diartikan menimbang waktu dilaksanakannya ibadah tersebut, yaitu malam. Malam yang tidak diisi dengan aktivitas adalah malam yang mati. Adapun malam yang dipenuhi dengan aktivitas ibadah maka jadilah malam yang hidup.

Maka ringkasnya, ada begadang yang berpahala yaitu di 10 malam terakhir di bulan Ramadhān.

Diisi dengan shalat, membaca Al-Qurān, dzikir, do'a dan menikmati ibadah-ibadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ini adalah suatu sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang ditinggalkan dan tidak dilakukan oleh banyak kaum muslimin di zaman ini.

KETIGA: MEMBANGUNKAN KELUARGANYA

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam membangunkan seluruh istrinya agar melaksanakan shalat di tengah malam.

Diluar bulan Ramadhān, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam hanya membangunkan istrinya yang Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam bermalam di tempat tersebut, saat hendak mengerjakan shalat witir. Namun di 10 hari terakhir bulan Ramadhān, Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam membangunkan seluruh keluarganya.

Inilah 3 amalan yang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam gunakan untuk mengisi 10 hari terakhir di bulan Ramadhān.

Semoga kita memiliki semangat dan mendapatkan kemudahan untuk mencontoh Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam.

�� Ust. Aris Munandar
�� Sumber: http://yufid.tv/?s=Begadang+yang+berpahala+aris
___________________________
�� Program Cinta Ramadhan~Yayasan Cinta Sedekah :
1. Tebar Paket Ifthar & Sahur Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim & Dhu'afa
4. Tebar Al-Quran Nasional

�� Donasi Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| atas nama Cinta Sedekah
| Kode Bank 147
| Konfirmasi donasi,
sms ke 0878 8145 8000
dengan format:
Nama#Domisili#Jumlah Transfer#Donasi Untuk Program

Larangan Puasa wishal (Puasa Terus Menerus)

�� BimbinganIslam.com
Ahad, 18 Ramadhān 1436 H/05 Juli 2015 M
�� Faidah Hadits
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ الْوِصَالِ . قَالُوا : إنَّكَ تُوَاصِلُ . قَالَ : إنِّي لَسْتُ مِثْلَكُمْ , إنِّي أُطْعَمَ وَأُسْقَى . وَرَوَاهُ أَبُو هُرَيْرَةَ وَعَائِشَةُ وَأَنَسُ بْنُ مَالِكٍ .
وَلِمُسْلِمٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه : فَأَيُّكُمْ أَرَادَ أَنْ يُوَاصِلَ فَلْيُوَاصِلْ إلَى السَّحَرِ .

Dari 'Abdullāh Ibnu 'Umar radhiyallāhu 'anhumā, beliau berkata "Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang dari al-wishāl." (HR. Abū Dāwud)

��Menunjukkan pelarangan puasa al-wishāl. Yang dimaksud wishāl disini adalah seseorang menyambung puasanya dari terbit sampai terbit fajar sampai tenggelam matahari. Dia tidak makan, tidak minum dan tidak mendatangi istrinya dilanjutkan sampai waktu sahur.

✅ Jadi, zaman dahulu, orang-orang Arab sangat kuat melakukan puasa wishāl sampai kadang 2-3 hari.

��Wishāl dari kata وَصَلَ يُوَاصِلُ artinya meneruskan. Dia tidak berbuka, tidak melakukan sahur, sampai beberapa hari melakukan puasa.

❎ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang, ada sebagian ulama yang membawa larangan ini pada tingkat tahrim (pengharaman) dan ada yang diantara ulama yang membawanya pada karahah (dimakruhkan).

��'Alā kulli hāl, ini dilarang oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam karena didalamnya ada mudharat yang melemahkan diri seseorang dan juga bisa mengurangi aktivitasnya yang lain.

��Para shahābat mengatakan: "Yā Rasūlullāh, sesungguhnya engkau melakukan puasa wishāl." Sementara pada asalnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah qudwah.

 كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ 

"Telah ada pada diri Rasūlullāh teladan yang baik." (Al-Ahzāb 21)

��Maka para shahābat, hirsh (semangat)nya mereka untuk mengikuti Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam maka mereka juga meniru Beliau meskipun ada masyaqqah (berat) untuk melakukan puasa wishāl.

✅ Dan demikianlah seorang muslim, pada dasarnya berusaha mengikuti apa yang dilakukan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam didalam ucapan, perilaku dan ibadah serta akhlaq Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Maka Beliau mengatakan: "Sesungguhnya aku bukan seperti kalian".

��Menunjukkan bahwasanya puasa wishāl ini kekhususan bagi Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam. Disana ada amalan-amalan/syari'at yang hanya kekhususan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, tidak boleh dilakukan oleh umatnya. Dan diantaranya adalah puasa wishāl ini.

"Sesungguhnya aku diberi makan dan aku diberi minum"

��Para ulama berselisih pendapat apa makna Beliau diberi makan dan minum. Ada yang mengatakan makanan dan minuman disini adalah makanan dan minuman yang haqiqi, yang kita makan dan minum.

��Dan ada diantara ulama yang mengatakan bahwasanya makanan dan minuman disini adalah makanan dan minuman yang maknawi, yaitu makanan dan minuman hati berupa iman, kelezatan didalam ibadah, bahagia ketika beribadah melakukan puasa untuk Allāh Subhānahu wa Ta'āla, ketika bermunajat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

✅ Dan pendapat yang shahīh adalah pendapat yang kedua.

Kenapa demikian?

��Karena kalau kita bawa kepada makanan dan minuman yang haqiqi maka ini tidak benar karena orang yang berpuasa dilarang untuk makan dan minum. Dan berarti tidak ada makna wishāl disini, makna puasa wishāl adalah melanjutkan puasa, tidak makan dan juga tidak minum ketika datang waktu tenggelamnya matahari dan juga waktu sahur.

��Artinya, apabila seseorang merasa bergembira dan khusyū' dengan ibadah dan munajatnya kepada Allāh maka ini bisa melupakan makan dan juga minum. Seseorang bisa lupa makan dan juga minum Karena kegembiraan dia bermunajat kepada Allāh.

��Dalam kehidupan sehari-hari hal ini sering kita rasakan, ketika seseorang bergembira mendengar sebuah kabar, sesuatu yang dia tunggu-tunggu dan khawatir apakah dia sukses atau tidak dan kemudian datang kabar bahwasanya dia berhasil maka terkadang dia sampai 1 hari terlupa makan dan minum, hilang rasa lapar dan haus.

��Ini dalam kebahagiaan dunia, bagaimana dalam kebahagiaan akhirat, didalam beribadah dan bermunajat kepada Allāh.

✅ Selain diriwayatkan oleh 'Abdullāh Ibnu 'Umar, hadits ini juga diriwayatkan oleh 3 shahābat yang lain yaitu Abū Hurairah, 'Āisyah dan Anas bin Mālik, dan ketiganya diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Dan didalam Muslim: Dari Abū Sa'īd Al-Khudriy radhiyallāhu 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Barangsiapa diantara kalian yang ingin melakukan wishāl maka hendaklah dia melakukan wishāl sampai sahur."

��Barangsiapa yang memaksa dirinya untuk melaksanakan puasa wishāl maka diberi batas oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sampai waktu sahur, artinya hanya 1 kali meninggalkan ifthar, hanya 1 kali tidak berbuka, itu saja dan sahur harus makan, tidak boleh melanjutkan sampai hari berikutnya. Ini adalah keringanan dan perkecualian dari larangan tersebut.

��Dan ucapan beliau (pengarang) rahimahullāh "Dan didalam Muslim" ini adalah wahn, kuranglebih artinya kesalahan yang tidak sengaja yang dilakukan oleh pengarang rahimahullāh karena hadits ini bukan di dalam Muslim, akan tetapi ada didalam Shahīh Bukhāri.

��Dan ini adalah sesuatu yang biasa terdapat pada kitab-kitab karangan manusia dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak menjadikan penjagaan kecuali didalam kitabNya, yaitu Al-Qurān,

لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ 

"Yang tidak datang kebathilan (kesalahan) baik dari arah depannya atau arah belakangnya." (Fushilat 42)

��Adapun kitab-kitab yang dikarang oleh manusia maka sesuatu yang biasa jika didalamnya terjadi kesalahan, seperti disini, beliau secara tidak sengaja salah, dan seharusnya dikatakan hadits ini ada di dalam Shahīh Bukhāri.

✅ Dan sikap seorang thābul 'ilm jika mendapatkan kesalahan seperti ini adalah:

⑴ Tidak boleh kita mengikuti kesalahan tersebut. Semua orang bisa diambil ucapannya dan bisa ditinggalkan ucapannya. Apabila kita sudah tahu ini salah maka tidak boleh kita ngotot dan ta'ashub (fanatik). Apabila kita mengetahui kesalahan baik oleh seorang ulama atau yang lain maka kita tidak boleh mengikuti kesalahan tersebut.

⑵ Tetap kita harus menjaga kehormatan para ulama, mendo'akan kebaikan untuk mereka dan menjaga kehormatan mereka. Dan tidak boleh hanya karena 1 kesalahan yang dia lakukan kemudian kita menjatuhkan ulama tersebut, kita menutup buku kita kemudian kita taruh di rak dan tidak mau membuka kitabnya, tidak demikian kita menyikapi kesalahan para ulama.

��Jadi, kesalahan tetap kita waspadai dan tidak boleh kita ikuti, akan tetapi kita tetap harus menghormati para ulama kita dan mendo'akan kebaikan serta tetap mengambil istifadah dari buku-buku mereka, demikianlah sikap seorang penuntut ilmu dan sikap seorang muslim dan juga muslimah.

��Ditranskrip dari Ceramah Ust. 'Abdullāh Roy, MA saat mengisi kajian kitab 'Umdatul Ahkām bab Puasa. Pontianak, 24 Sya'ban 1436 H.
___________________________
�� Program Cinta Ramadhan~Yayasan Cinta Sedekah :
1. Tebar Paket Ifthar & Sahur Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim & Dhu'afa
4. Tebar Al-Quran Nasional

�� Donasi Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| atas nama Cinta Sedekah
| Kode Bank 147
| Konfirmasi donasi,
sms ke 0878 8145 8000
dengan format:
Nama#Domisili#Jumlah Transfer#Donasi Untuk Program

Minggu, 05 Juli 2015

I'TIKAF KHALWAH DENGAN ALLĀH

�� BimbinganIslam.com
Ahad, 18 Ramadhān 1436 H/05 Juli 2015 M
�� Materi Tematik Ramadhān
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

~ I'TIKAF KHALWAH DENGAN ALLĀH ~

Kaum muslimin yang berbahagia, ada 1 ungkapan yang menarik yang diungkapkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullāh Ta'āla di kitab Za'adul Ma'ād. Beliau mengatakan bahwasanya:

"Hakikat i'tikaf adalah khalwah dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."

Khalwah artinya bersepi-sepi. Dan tidak ada yang mengganggu antara kita dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka kita jumpai di agama-agama lain, ajaran diluar Islam, maka ada bentuk mendekatkan diri kepada sesuatu yang ingin disembah dengan cara bertapa di suatu tempat tertentu, semedi atau meditasi atau sejenis itu.

Itu semua adalah cara-cara yang tidak dituntunkan dalam Islam. Sebagai gantinya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengajarkan kepada kita i'tikaf.

Fungsi pokok i'tikaf adalah seperti perkataan Ibnul Qayyim tadi adalah al-khalwah, bersepi-sepi, berduaan dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka hati kita, hati setiap manusia memerlukan saat-saat dimana kita mengadu kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, saat-saat dimana kita bermunajat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita perlu kondisi-kondisi tertentu dimana kondisi tersebut kita berkhalwah dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan syari'at yang Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ajarkan untuk memenuhi hati tersebut adalah dengan i'tikaf di 10 hari terakhir di bulan Ramadhān.

Oleh karena itu, karena tujuan pokok i'tikaf adalah khalwah dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka saat i'tikaf kita dituntut untuk melakukan ibadah-ibadah individual.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menuntutkan adanya ruang khusus untuk orang yang ber i'tikaf di masjid dimana dia disana sendirian, tidak diganggu orang, tidak ada orang datang mengajak ngobrol, tidak ada orang yang lewat hilir mudik, sehingga dia bisa maksimal dalam bermunajat dan berdua dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dikarenakan maksud i'tikaf adalah khalwah dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka tidak sepatutnya i'tikaf diisi dengan banyak-banyak kegiatan ibadah yang sifatnya komunal (bersama banyak orang), dengan pengajian atau semacam itu.

Hendaknya i'tikaf digunakan secara maksimal untuk ibadah individual yaitu bentuk berkhlawah (berdua) dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Inilah maksud dan fungsi pokok dari i'tikaf.

Ini merupakan satu hal yang hendaknya disadari oleh setiap orang yang dibulan Ramadhān ini berniat untuk menjalankan Sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang banyak ditinggalkan orang yaitu ber i'tikaf di 10 hari terakhir di bulan Ramadhān.

�� Ust. Aris Munandar
�� Sumber: http://yufid.tv/tausiyah-ramadhan-23-itikaf-khalwah-dengan-allah-ustadz-aris-munandar/
___________________________
�� Program Cinta Ramadhan~Yayasan Cinta Sedekah :
1. Tebar Paket Ifthar & Sahur Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim & Dhu'afa
4. Tebar Al-Quran Nasional

�� Donasi Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| atas nama Cinta Sedekah
| Kode Bank 147
| Konfirmasi donasi,
sms ke 0878 8145 8000
dengan format:
Nama#Domisili#Jumlah Transfer#Donasi Untuk Program

Sabtu, 04 Juli 2015

Buka Puasa

�� BimbinganIslam.com
Sabtu, 17 Ramadhān 1436 H/04 Juli 2015 M
�� Faidah Hadits
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ((إذا أقبل الليل من هاهنا وأدبر النهار من هاهنا، وغربت الشمس، فقد أفطر الصائم))  

Dari 'Umar ibn Khaththab radhiyallāhu 'anhu, beliau berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Apabila malam sudah datang dari arah sana dan apabila siang sudah pergi dari arah sana maka sungguh orang yang berpuasa telah berbuka." (Hadits shahīh, HR. Bukhari dan Muslim)

��"Apabila malam sudah datang dari arah sana". Sana disini adalah arah timur. Apabila malam sudah datang dari arah TIMUR, sudah mulai gelap.

��"Dan mulai siang itu pergi dari arah sana". Sana disini yaitu arah BARAT, yaitu dengan tenggelamnya matahari.

✅ Sehingga, apabila malam telah datang dari arah timur dan siang mulai pergi dari arah barat.

Didalam riwayat yang lain disebutkan:

إذا غرَبت الشمس

"Apabila matahari telah tenggelam."

��Menunjukkan kepada kita tentang akhir orang yang berpuasa, diawali dengan terbitnya fajar dan diakhiri dengan tenggelamnya matahari. Berarti dalam keadaan seperti ini maka sungguh orang yang berpuasa telah ifthar.

��Yang dimaksud "afthara" disini adalah sudah datang waktu berbuka. Bagi yang sudah mempelajari bahasa arab, maka maksudnya adalah

دخل في وقت الفطر

"Sudah masuk didalam waktu berbuka."

��Seperti orang Arab mengatakan "ashbaha" atau "amsa", ashbaha artinya sudah memasuki waktu shubuh, amsa berarti sudah memasuki waktu sore. Artinya, orang yang berpuasa, apabila telah tenggelam matahari berarti sudah memasuki waktu berbuka maka silakan dia berbuka.

��Karena ada sebagian ulama mengartikan "afthara" disini adalah orang yang berpuasa apabila telah tenggelam matahari otomatis dia sudah berbuka. Apabila malam sudah datang dari arah timur dan siang sudah pergi dari arah barat, maka orang yang berpuasa sudah batal, berarti sudah berbuka, sama saja apakah dia sudah makan atau belum, kalau sudah tenggelam matahari berarti sudah berbuka.

❎ Dan ini adalah makna yang tidak benar karena bertentangan dengan hadits yang lain yang nanti akan kita sebutkan, akan disebutkan oleh Muallif yaitu tentang adanya puasa wishāl (seseorang menyambung puasanya, jadi dia tidak berbuka ketika tenggelam matahari dan dilanjut sampai waktu sahur).

��Kalau maknanya "apabila tenggelam matahari" maka otomatis orang yang berpuasa sudah batal berarti tidak ada yang dinamakan puasa wishāl.

✅ Oleh karena itu makna yang lebih shahīh adalah makna yang pertama, maksudnya adalah "sudah masuk waktu berbuka."

��Ditranskrip dari Ceramah Ust. 'Abdullāh Roy, MA saat mengisi kajian kitab 'Umdatul Ahkām bab Puasa. Pontianak, 24 Sya'ban 1436 H.
___________________________
�� Program Cinta Ramadhan~Yayasan Cinta Sedekah :
1. Tebar Paket Ifthar & Sahur Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim & Dhu'afa
4. Tebar Al-Quran Nasional

�� Donasi Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| atas nama Cinta Sedekah
| Kode Bank 147
| Konfirmasi donasi,
sms ke 0878 8145 8000
dengan format:
Nama#Domisili#Jumlah Transfer#Donasi Untuk Program

SUDAH SIAPKAH KITA KETIKA ORANGTUA KITA BERKATA JUJUR ?

----------------------��
✔RENUNGAN PAGI
----------------------��

���� SUDAH SIAPKAH KITA KETIKA ORANGTUA KITA BERKATA JUJUR ? ����

����Kemarin lalu, saya bertakziah mengunjungi salah seorang kerabat yang sepuh. Umurnya sudah 93 tahun. Beliau adalah veteran perang kemerdekaan, seorang pejuang yang shalih serta pekerja keras. Kebiasaan beliau yang begitu hebat di usia yang memasuki 93 tahun ini, beliau tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah di masjid untuk Maghrib, Isya dan Shubuh.

��Qadarallah, beliau mulai menua dan tidak mampu bangun dari tempat tidurnya sejak dua bulan lalu. Sekarang beliau hanya terbaring di rumah dengan ditemani anak-anak beliau. Kesadarannya mulai menghilang. Beliau mulai hidup di fase antara dunia nyata dan impian. Sering menggigau dan berkata dalam tidur, kesehariannya dihabiskan dalam kondisi tidur dan kepayahan.

��Anak-anak beliau diajari dengan cukup baik oleh sang ayah. Mereka terjaga ibadahnya, berpenghasilan lumayan, dan akrab serta dekat. Ketika sang ayah sakit, mereka pun bergantian menjaganya demi berbakti kepada orangtua.

����Namun ada beberapa kisah yang mengiris hati; kejadian jujur dan polos yang terjadi dan saya tuturkan kembali agar kita bisa mengambil ibrah.

����Terkisah, suatu hari di malam lebaran, sang ayah dibawa ke rumah sakit karena menderita sesak nafas. Malam itu, sang anak yang kerja di luar kota dan baru saja sampai bersikeras menjaga sang ayah di kamar sendirian. Beliau duduk di bangku sebelah ranjang. Tengah malam, beliau dikejutkan dengan pertanyaan sang ayah,

��"Apa kabar, pak Rahman? Mengapa beliau tidak mengunjungi saya yang sedang sakit?" tanya sang ayah dalam igauannya.

��Sang anak menjawab, "Pak Rahman sakit juga, Ayah. Beliau tidak mampu bangun dari tidurnya." Dia mengenal Pak Rahman sebagai salah seorang jamaah tetap di masjid.

��"Oh...lalu, kamu siapa? Anak Pak Rahman, ya?" tanya ayahnya kembali.

��"Bukan, Ayah. Ini saya, Zaid, anak ayah ke tiga."

��"Ah, mana mungkin engkau Zaid? Zaid itu sibuk! Saya bayar pun, dia tidak mungkin mau menunggu saya di sini. Dalam pikirannya, kehadirannya cukup digantikan dengan uang," ucap sang ayah masih dalam keadaan setengah sadar.

����Sang anak tidak dapat berkata apa-apa lagi. Air mata menetes dan emosinya terguncang. Zaid sejatinya adalah seorang anak yang begitu peduli dengan orangtua. Sayangnya, beliau kerja di luar kota. Jadi, bila dalam keadaan sakit yang tidak begitu berat, biasanya dia menunda kepulangan dan memilih membantu dengan mengirimkan dana saja kepada ibunya. Paling yang bisa dilakukan adalah menelepon ibu dan ayah serta menanyakan kabarnya. Tidak pernah disangka, keputusannya itu menimbulkan bekas dalam hati sang ayah.

����Kali yang lain, sang ayah di tengah malam batuk-batuk hebat. Sang anak berusaha membantu sang ayah dengan mengoleskan minyak angin di dadanya sembari memijit lembut. Namun, dengan segera, tangan sang anak ditepis.

��"Ini bukan tangan istriku. Mana istriku?" tanya sang ayah.

��"Ini kami, Yah. Anakmu." jawab anak-anak.

��"Tangan kalian kasar dan keras. Pindahkan tangan kalian! Mana ibu kalian? Biarkan ibu berada di sampingku. Kalian selesaikan saja kesibukan kalian seperti yang lalu-lalu."

��Dua bulan yang lalu, sebelum ayah jatuh sakit, tidak pernah sekalipun ayah mengeluh dan berkata seperti itu. Bila sang anak ditanyakan kapan pulang dan sang anak berkata sibuk dengan pekerjaannya, sang ayah hanya menjawab dengan jawaban yang sama.

��"Pulanglah kapan engkau tidak sibuk."

��Lalu, beliau melakukan aktivitas seperti biasa lagi. Bekerja, shalat berjamaah, pergi ke pasar, bersepeda. Sendiri. Benar-benar sendiri. Mungkin beliau kesepian, puluhan tahun lamanya. Namun, beliau tidak mau mengakuinya di depan anak-anaknya.

⛅��Mungkin beliau butuh hiburan dan canda tawa yang akrab selayak dulu, namun sang anak mulai tumbuh dewasa dan sibuk dengan keluarganya.

☀��Mungkin beliau ingin menggenggam tangan seorang bocah kecil yang dipangkunya dulu, 50-60 tahun lalu sembari dibawa kepasar untuk sekadar dibelikan kerupuk dan kembali pulang dengan senyum lebar karena hadiah kerupuk tersebut.

��✈ Namun, bocah itu sekarang telah menjelma menjadi seorang pengusaha, guru, karyawan perusahaan; yang seolah tidak pernah merasa senang bila diajak oleh beliau ke pasar selayak dulu. Bocah-bocah yang sering berkata, "Saya sibuk...saya sibuk. Anak saya begini, istri saya begini, pekerjaan saya begini." Lalu berharap sang ayah berkata, "Baiklah, ayah mengerti."

����Kemarin siang, saya sempat meneteskan air mata ketika mendengar penuturan dari sang anak. Karena mungkin saya seperti sang anak tersebut; merasa sudah memberi perhatian lebih, sudah menjadi anak yang berbakti, membanggakan orangtua, namun siapa yang menyangka semua rasa itu ternyata tidak sesuai dengan prasangka orangtua kita yang paling jujur.

����Maka sudah seharusnya, kita, ya kita ini, yang sudah menikah, berkeluarga, memiliki anak, mampu melihat ayah dan ibu kita bukan sebagai sosok yang hanya butuh dibantu dengan sejumlah uang. Karena bila itu yang kita pikirkan, apa beda ayah dan ibu kita dengan karyawan perusahaan?

��✋Bukan juga sebagai sosok yang hanya butuh diberikan baju baru dan dikunjungi setahun dua kali, karena bila itu yang kita pikirkan, apa bedanya ayah dan ibu kita dengan panitia shalat Idul Fitri dan Idul 'Adha yang kita temui setahun dua kali?

����Wahai yang arif, yang budiman, yang penyayang dan begitu lembut hatinya dengan cinta kepada anak-anak dan keluarga, lihat dan pandangilah ibu dan ayahmu di hari tua.

���� Pandangi mereka dengan pandangan kanak-kanak kita. Buang jabatan dan gelar serta pekerjaan kita. Orangtua tidak mencintai kita karena itu semua.

���� Tatapilah mereka kembali dengan tatapan seorang anak yang dulu selalu bertanya dipagi hari, "Ke mana ayah, Bu? Ke mana ibu, Ayah?"

Lalu menangis kencang setiap kali ditinggalkan oleh kedua orangtuanya.

����Wahai yang menangis kencang ketika kecil karena takut ditinggalkan ayah dan ibu, apakah engkau tidak melihat dan peduli dengan tangisan kencang di hati ayah dan ibu kita karena diri telah meninggalkan beliau bertahun-tahun dan hanya berkunjung setahun dua kali?

������Sadarlah wahai jiwa-jiwa yang terlupa akan kasih sayang orangtua kita. Karena boleh jadi, ayah dan ibu kita, benar-benar telah menahan kerinduan puluhan tahun kepada sosok jiwa kanak-kanak kita; yang selalu berharap berjumpa dengan beliau tanpa jeda, tanpa alasan sibuk kerja, tanpa alasan tiada waktu karena mengejar prestasi.

����Bersiaplah dari sekarang, agar kelak, ketika sang ayah dan ibu berkata jujur tentang kita dalam igauannya, beliau mengakui, kita memang layak menjadi jiwa yang diharapkan kedatangannya kapan pun juga..

*Semoga menjadi bahan renungan bagi kita semua

--------------------

〰��〰��〰��〰��〰��〰��〰

Pantun Puasa Ramadhan

Pantun Puasa Ramadhan

Tanamlah padi janganlah rapat
Dipupuk disiram ia kan subur
Setengah Ramadhan kini telah lewat
Amal tak banyak dosa bertabur

Di Batu Ampar bersandar kapal
Turunkan barang di atas rumput
Face book di baca Mushaf ditinggal
Status di up date pahala pun luput

Dikala purnama terang benderang
Di Batu Merah singgahlah dulu
Dibulan Ramadhan salaf berperang
Muslimin kini tidur melulu

Beli sajadah di negeri seberang
Berzikir sufi memakai tasbih
Ketika berbuka janganlah kenyang
Nanti tak kuasa sholat tarawih

Indah nian lantunan nasyid
Digubah oleh gadis pingitan
Semarak salaf makmurkan masjid
Sekarang semarak dengan petasan

Sabilun Najah elok berpagar
Tempat mengaji akhwat dan ikhwan
Lelah menahan haus dan lapar
Apalah guna tiada ganjaran

Layangkan pandang ke tanah huma
Sebatang nyiur melambai-lambai
Lisan dan mata mohon dijaga
Agar pahala dapat dituai

Beduk ditabuh bertalu-talu
Pertanda dibuka berbalas pantun
Binasa seorang Ramadhan berlalu
Sementara dosa tiada diampun

Tanamlah tanam pohon meranti
Di tanah milik paduka raja
Pintu Royyan telah menanti
Bagi sesiapa sabar puasa

Nagoya hill,Batam-17 Ramadhan 1436/4 Juli 2015

Abu Fairuz

7 golongan manusia yg akan mendapatkan naungan Alloh

�� 7 golongan manusia yg akan mendapatkan naungan Alloh��
1. Imam yg adil
Imam atau pemimpin ktk bisa menjalankan kepemimpinannya dgn baik dan adil dlm menentukan kebijakan ataupun bersikap adil thp bawhannya atupn orng yg menjadi tanggungnnya , maka iapun akn mdp naungan Alloh.Dan kita adlh pemimpin thp diri kita sndiri maka smuanya akan dimintai pertanggung jawbnnya di hdpn Alloh.
2. Seorang pemuda yg tumbuh dlm ibadh kpd Alloh.
Hal ini selras dgn sbda Rosululloh yg lainnya.
"gunakan wktu yg 5 sblm dtng wktu yg 5 :
- wktu luangmu sblm wktu sempitmu
- wktu sehtmu sblm wkt sakitmu
- wkt mudamu sblm wkt tuamu
- wkt hidup sblm wkt matimu
- wkt kayamu sblm wkt miskinmu.
pemuda mrpkn usia berpeluang bsr untuk berbuat kebaikn atupn lbh2 kejelekn oleh sbb itu kita lht kbanykan kjhatan dan maksiat dilkukan oleh pemuda.Sngt pntslah bla ada pemuda yg digunkan masa muda untuk ibadah dan taat pada Alloh akn mendptkan naunganNya.
3. Seorang lelaki yg hatinya tetpaut dgn masjid.
Msjid sbgai tempat yg efektif untuk seorng lelki bermunajat pada sang Kholiq.Hatinya snantiasa merindukannya untuk ia bisa berkomunikasi dgn Alloh.Sholat brjamaah sllu ia jga untuk bisa dilaksankn di masjid shg hatinyapun diliputi ketenangan dan tdk tamak dgn dunia yg menipu.
4. Dua orang yg sling mncintai krn Alloh,keduanya bertemu dan berpisah krn Alloh.
Sngtlah pnting untuk kita mnjaga hubngan baik dgn sesama manusia dan mncintai mrka krn Alloh.
Cinta krn Alloh dibngun ats dsar ketaatannya kpd Alloh. Pershabtn inilah yg akan bersift langgeng smpai hari akhir berbda dgn bila pershbtn itu dibngun atas dsar cnta dunia mka di akhert bisa mnjadi musuh bwt kita.
5. Seorang lelaki yg diajak berbuat mesum oleh wnita cantik dan pnya kedudukan ia menolak dan berkata "Sya takut kpd Alloh"
Pemuda yg syahwtnya sgtlah bsar diidukung dgn ajakn wanita cntik skaligus pnya kedudukan  hal ini peluang lebar untuk ia berbuat sesukanya.Tpi manakala ia mampu mnolak itu smua dgn alasn krn persaan sllu diawasi Alloh dan mncul prsaan tkut padaNya maka iapun berhak mndpt naunganNya.
6. Orng yg bersedekah dgn sembunyi2 shg tngan kirinya tdk tahu apa yg di infaqkan tgn kanannya.
hal ini trmask adab bersedekah akan tetapi bla dibtuhkan diumumkan dirinya untuk sbuah kemashlahatn maka tdk mgp dgn catatn tetp mnjga hati agr tdk disusupi riya ataupn bngga diri.
7. Lelaki yg berdzikir sndirian dan mnangis krn tkut pd Alloh.
Mata yg tdk akan disentuh neraka adlh yg menangis krn takut pd Alloh dan mata yg berjaga2 digaris perbatasn.
Mata menangis mnunjukkan akan kndisi hatinya yg tnduk dan merendahkan dirinya dihadpn zat yg maha besar dan kuasa.
Smga kita termask di dlmnya.amin ya robbal 'alamin